Ilusi 14

111 20 15
                                    

Manusia memang banyak sekali pertimbangannya dan juga semesta banyak akan rahasia ataupun kejutan-kejutannya.

Aulia Trisia

****************


Bandar Lampung, Januari 2015...

Lelaki dengan seragam putih abu, perawakan yang dingin namun terselip humor di dalam dirinya sedang memarkirkan motor ninja merah itu di taman komplek dekat rumahnya. Pikirannya kusut, bukan perihal patah hati yang membuatnya hampir hancur seperti ini. Tapi perihal kedua orangtuanya. Lebih tepatnya ini masalah ayahnya. Sebagai anak laki-laki Arno tidak terima jika ibunya dipermainkan seperti ini. Bukan, ah entahlah Arno tidak dapat menjelaskannya.

Arno duduk di salah satu bangku taman. Dia melepas jaket denimnya, kemudian meronggoh rokok di jaketnya yang baru saja dia beli di warung depan komplek perumahan. Sebenarnya Arno bukanlah pecandu rokok. Hanya saja dia melampiaskan semua bebannya ketika merokok. Baginya ketika menghisap rokok seperti ada beban yang lepas bersamaan dengan asap yang dikeluarkan melewati bibirnya.

Memang untuk ukuran anak remaja menuju dewasa belum pantas jika dia sudah mulai merokok seperti ini. Arno tahu dia salah. Namun tidak apa kan jika dia mendapatkan hal yang bisa meredam luka karena rasa kecewa? Biarlah, orang lain menganggap pikirannya pendek karena bodoh melampiaskan bebannya dengan merokok. Bukankah itu lebih baik? Daripada melampiaskan sesuatu dengan menyakiti perasaan seorang wanita ataupun mencari tempat pelarian seperti halnya; bersama atau bermain mata dibelakang.

Arno menghela nafas, ia membuka masalalu. Dimana taman ini teman kali pertama berkenalan dengan perempuan itu. Namun di taman ini juga ia mengambil keputusan untuk tidak ingin mengenali gadis itu. hanya satu bulan mereka berkenalan, sekedar menyapa namun karena beberapa alasan lainnya ia memutuskan untuk tidak berurusan dengan gadis itu lagi.

*****

Bandar Lampung, Oktober 2013.

Samar-samar Arno mendengar isak tangis perempuan disekitarnya. Dia mengangkat alis. Bertanya dalam benaknya. Kemudian mencari sumber suara itu. Arno berjalan mendekati subjek dari suara tangis yang misterius itu.

"Huftt, gue kira setan." Sedikit lega dari nada bicara Arno, antara takut atau parno akan sesuatu. Dia berdiri disamping perempuan yang sedang membenamkan wajahnya pada kedua telapak tangan. Rambut yang panjang sepunggung itu menutupi wajahnya. Namun yang janggal adalah seragam sekolah perempuan itu sama persis dengan Arno. Sepertinya gadis itu satu sekolah yang sama dengannya.

"Kalo nangis itu gak usah bersuara. Ganggu aja." Ketus Arno.

Dia duduk disamping gadis itu dengan jarak satu jengkal tangan. Tidak baik bukan jika meninggalkan perempuan dengan keadaan seperti ini? Bukannya apa, hanya saja Arno sudah bertekad dia akan menjaga setiap wanita yang dia cintai ataupun dengan keadaan yang sedang membutuhkan. Jika dia meninggalkan begitu saja gadis tersebut dalam keadaan seperti ini, Arno takut terjadi sesuatu terhadap gadis tersebut dalam keadaannya yang belum stabil.

Gadis itu menoleh ketika merasakan kehadiran seseorang. Wajahnya penuh bercak airmata, rambutnya berantakan menutupi sedikit wajahnya.

"Kalo nangis ya mengeluarkan suara dimana-mana. Aneh kamu."

"Hahaha." Arno sedikit terbahak. Bukan dengan kepolosan gadis itu. Tapi karena geli mendengar kata kamu yang keluar dari mulut gadis yang seumuran dengannya.

"Kenapa?"

"Gak." Jawab gadis itu, ketus. Bukan apa. Hanya saja dia malu.

"Kenapa?"

Ratu IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang