MALAMNYA, setelah kejadian itu Tiffany terus merasa resah. Fikiran negatif terus-menerus memenuhi otaknya. Jam sudah menunjukan waktu 22:20.
Tiffany merebahkan tubuhnya diatas ranjang, berusaha untuk tidur atau sekerdar memejamkan mata.
****
"Satu botol lagi." Ujar Raka kepada batender, untuk yang ke 3×nya.
Bartender itu hanya bisa meringis melihat diri Raka yang sudah sangat parah.
Brukk!
Raka menggebrak meja bartender, "Cepetan!"
Bartender itu tersentak lalu cepat-cepat dia mengambil sebotol minuman dan menuangkan ke dalam gelas Raka.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi, Raka mengumpat kesal lalu meraih benda itu yang terletak dimeja. Raka menyipitkan mata saat dilihatnya Rahma-lah yang menelfon. Segera dirinya mengangkat panggilan itu.
Phone : Mama (Rahma)
"Hallo, Maa.." Sapa Raka agak malas.
"Hallo, Raka.. kamu dimana? Tiffany tadi nelfon Mama, katanya kamu nggak pulang-pulang."
Raka mendengus kesal, istrinya itu sungguh cerdas dalam masalah mengadu domba. Padahal dalam hal ini adalah salah Tiffany.
"Iya... Aku lagi kerja.." Elaknya dengan tangan memijiti kening.
"Mama nggak percaya. Pasti kamu lag di club 'kan? Suaranya aja brisik banget!"
Raka menaikkan bibir atasnya, kepalanya semakin kesini semakin sakit.
"Iya, bentar lagi Raka pulang." Katanya lalu memutuskan panggilan.
****
Tiffany baru saja selesai berbicara dengan Ibu mertuanya lewat telfon, beliau berkata bahwa Raka akan pulang. Tiffany merasa lega. Setidaknya malam ini dirinya bisa tidur nyenyak tanpa memikirkan hal buruk.
Tiffany keluar dari kamar menuju ke dapur untuk mengambil air minum, agar tenggorokannya tidak keras.
Mobil Raka sudah terparkir di pekarangan rumahnya. Dia keluar dari mobil dengan pakaian yang acak-acakan dan tubuh yang sempoyongan.
"Bisa saya bantu, Pak?" Ujar Pak Budi yang sudah siap menopang tubuh majikannya.
Raka langsung saja menyeret Pak Budi agar lelaki tua itu menjauh darinya, "Nggak usah!" Tukas Raka lalu berjalan masuk.
Pak Budi memandangi Raka, merasa iba dengan apa yang dilakukan oleh majikannya. Majikannya merusak diri sendiri.
Sampai di depan pintu, Raka mendobrak-dobrak pintu itu sambil menggumamkan kata 'buka'.
"Buka.. pintunya... hei..." Katanya dengan kepala yang menyender di pintu.
Sedangkan Pak Budi, dia menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Sudah tidak ada keinginan lagi untuk membantu Raka, karena dirinya tadi sudah ditolak. Jadi, Pak Budi lebih baik kembali tidur.
"BUKA.. PINTUNYA..." Teriak Raka sambil tangannya mendobrak pintu dengan keras.
Saat Tiffany hendak naik ke tangga, telinganya mendengar suara yang tak asing lagi dan dobrakan pintu yang keras. Tiffany berhenti sejenak dan memandangi pintu utama.
"Buka pintunya..." Samar-samar Tiffany mendengar suara itu, tapi bedanya ini agak lirih.
"Mas Raka?" Katanya lalu melangkah menuju pintu untuk membukanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brittle (Tamat)
Aktuelle LiteraturTentang wanita dengan hati rapuh yang harus menerima kenyataannya. Menjalain hidup bersama suami yang tidak mencintainya selamat dua tahun ini.