15 | Tragedi Mall

19K 644 29
                                        

      SATU hari setelah mendengar bahwa Tiffany hamil, Raka tidak mengucapkan sepatah kata apapun kepada Tiffany.

Bukan karena marah atau apa, hanya saja Raka berfikir kalau istrinya itu adalah wanita brengsek yang mau-maunya di tiduri oleh lekaki lain. Seperti sekarang ini, Raka duduk di kursi meja makan sambil menopang dagunya dengan tangan kanan, menunggu Tiffany selesai masak.

Tidak ada yang berbicara, hanya suara gemersang yang berasal dari wajan beradu dengan alat lain.

Sejujurnya Tiffany tidak fokus untuk memasak. Dia memikirkan perasaan Raka. Suaminya itu tak kunjung berbicara atau memarahinya sejak hari dimana Tiffany memberitahu bahwa dirinya hamil. Melihat masakannya sudah matang, Tiffany mematikan kompor dan meraih piring saji lalu memindahkan masakan itu ke piring dan meletakan diatas meja, menghidangkan kepada Raka.

"Ini capcainya." Ujarnya, kaku.

Raka melirik Tiffany yang hendak berbalik badan, "Sudah berapa kali kamu tidur dengan pria brengsek?"

Tiffany berhenti memutar tubuhnya, matanya menatap Raka nanar, "Aku bukan wanita seperti itu."

Raka mengerutkan keningnya dan kembali bertanya. "Seperti itu, seperti apa?"

"Aku bukan wanita yang seperti Kamu bayangkan ."

"Aku tidak membayangkan wanita seperti itu. Apa maksudmu."

Tiffany menudukan kepalanya, memandangi kaki putihnya yang tidak memakai sandal. "Aku bukan pecun."

"Aku tidak berbicara seperti itu. Kamu yang mengatakannya sendiri. So, salahkan dirimu." Lalu Raka mulai melahap sesendok nasi kedalam mulutnya.

Tiffany mendongak. Apa Raka barusan menjebaknya? Tak kuasa, Tiffany meneteskan air matanya. Segera, dia berlari ke kamar dan mengeluarkan rasa sakitnya disana.

Raka tersenyum sinis melihat hal itu. Dia kembali makan sambil memandang jam dinding yang ada di atas, sudah menandakan pukul 7 malam. Dia beranjak dan masuk ke kamar untuk tidur.

     Tiffany terisak di kamar. Entah dia menangis karena apa, tapi dia benar-benar benci dengan dirinya sendiri, dia jijik dengan dirinya sendiri.

Sekali, Tiffany meninju-ninju perutnya yang masih ramping, berharap rahim di dalamnya akan hilang dengan sendirinya

"Kenapa kamu datang..." Katanya sambil terus terisak.

                       ****

      Ditempat lain, Dika si-dosen muda itu sedang berdiri bersender di mobilnya yang terparkir di salah satu resto Jakarta. Tangannya mengotak-atik ponsel dan menempelkan benda itu ke telinga kanan.

"Please.. Eva... angkat.." Gumamnya.

Phone : Eva

"Hallo..." Sapa di seberang sana.

"Ha-ha-hallo.. hallo... Eva, bisa kita ketemu sebentar?"

"Hah ? Ngapain Pak? Pak dika mau ngajak saya Dinner ya? Aduh pak, maaf sebelumnya. Saya nggak bisa, soalnya apartement saya sepi, Ofi lagi pergi sama gebetannya."

"Maaf Eva, tapi saya butuh ketemu dengan kamu."

"Tapi saya nggak bisa pak."

"Kalo diizinkan, saya boleh ke apartement kamu, tidak?"

"Bis-bisa Pak, bisa.. banget!"

"Yasudah, tolong kirimkan nama apartementmu dan lantai berapa?"

"Siap pak."

Klik.

     Dan beberapa menit kemudian ponsel Dika berbunyi, bertanda ada sebuah pesan masuk. Cepat-cepat Dika membuka pesan itu yang ternyata dari Eva.

Brittle (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang