PAGI-pagi sekali, Ketua Maid pulang. Dia harus beraktifitas seperti biasanya, walau kini aktifitasnya bertambah karena Tiffany di Rumah Sakit. Tetapi untungnya, Eva dan Ofi mau untuk menginap di Rumah Sakit, menjaga Tiffany. Sedangkan Pak Budi, semalam beliau juga nginap tapi sudah pulang beberapa jam yang lalu karena Raka yang menyuruhnya.
Sampai di gerbang, Ketua Maid membayar ojek yang dia naiki dan masuk ke dalam. Disitu ada Pak Budi, sedang membersihkan mobil seperti biasanya.
"Pak, Tuan Raka sudah bangun?" Tanyanya.
Pak Budi mendongak, "Saya tidak tahu, Siti."
Ketua Maid menghela napas dan berpamitan untuk masuk. Sampai di dapur, mata Ketua Maid melihat Raka sedang duduk di meja makan sambil menghisap rokok, sudah berpakaian rapi.
Ketua Maid menunduk, "Maaf Tuan."
Alih-alih menjawab, Raka malah bertanya, "Bagaimana keadaannya?"
"Non Tiffany belum sadar sampai saat ini."
"Syukurlah, lebih baik lagi kalau dia mati."
Ketua Maid memejamkan mata mendengar kata itu. Adakah seorang suami yang menginginkan istrinya cepat mati? Mungkin hanya Raka saja.
Ketua Maid memberanikan untuk mengeluarkan suaranya lagi, "Kenapa Tuan menginginkan hal itu?"
"Saya ingin dia merasakan bagimana sakitnya Laura pada saat dulu."
"Tapi, Tuan tidak seharusnya membalas dendam hal itu kepada Nona Tiffany."
Raka melotot, menatap diri Ketua Maid, "Dan tidak seharusnya juga, kamu memihak kepada dia. Saya yang membayarmu, bukan dia!"
"Maaf Tuan. Saya hanya meluruskan saja."
"Kamu bisa ngomong seperti itu, karena kamu tidak pernah merasakannya." Setelah mengeluarkan kata itu, Raka berdiri dan berjalan meninggalkan Ketua Maid yang masih mematung.
Saya membelanya karena Tuan-lah yang salah. Saya membelanya, karena saya juga wanita. Saya bisa merasakan sakitnya Non Tiffany pada saat tuan menendang pinggang Non Tiffany dan disaat Tuan bersama wanita lain. Batin Ketua Maid.
Sampai di depan, Raka membuang ujung rokok dan menginjaknya lalu dia melangkah lagi untuk masuk ke mobil.
"Ke kantor, Pak" Ujar Raka. Pak Budi mengangguk dan menjalankan mobilnya.
****
Eva mencoba membangunkan Tiffany menggunakan handuk kecil yang sudah dia basahi dengan air dan dia tempelkan di mata Tiffany, agar sang empu bisa terbangun.
Tapi Tiffany tak kunjung bangun, bahkan tanda-tanda akan bangun pun belum terlihat. Padalah sudah beberapa kali Eva melakukan hal itu.
"Tiffa... bangun dong... Tiff.." Eva mencoba membangunkan Tiffany, menggoyang-goyangkan tubuh lemah itu.
"Fi, gimana ini?" Tanya Eva frustasi.
Ofi yang sedang tidur di sofa hanya bergumam tak jelas.
Tiba-tiba bulu mata Tiffany bergerak, matanya sedikit demi sedikit mulai membuka hingga kini terbuka sempurna. Dia memutar bola matanya beberapa kali, memandangi arah sekitarnya. Terlihat... asing?
Eva melirik Tiffany. Sontak dia terkejut melihat sahabatnya itu sudah bangun dari tidur panjangnya.
"Tiff.. lo udah bangun?" Tanyanya.
Tiffany menoleh. "Ini dimana?"
"Dirumah Sakit." Sahut Eva dan tersenyum hangat.
Tiffany mencoba untuk berganti posisi. Eva yang mengerti akan hal itu, dia membantu Tiffany untuk duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brittle (Tamat)
General FictionTentang wanita dengan hati rapuh yang harus menerima kenyataannya. Menjalain hidup bersama suami yang tidak mencintainya selamat dua tahun ini.