DIBALIK kebahagiaan Tiffany dan Raka, ada seseorang yang tengah bersedih. Bersedih bukan karena iri atau dengki, dia bersedih karena tidak dapat memiliki orang yang dia cintai.
Eva, selama beberapa tahun menunggu Dika, dia tidak mendapat hasil apa-apa, padahal kedua sahabatnya sudah mendapat kebahagiaan. Tiffany sudah mendapatkan kebahagiaannya dengan Raka serta anaknya, sedangkan Ofi sudah mendapatkan kebahagiannya bersama Ali, mereka sudah tunangan dan beberapa bulan lagi akan melangsungkan pernikahan.
Sedangkan Eva?
Dia masih harus menunggu berapa tahun lagi agar Dika bisa melupakan Tiffany dan berpindah kepadanya?
Sedaritadi yang Eva lakukan di depan monitor hanyalah melamun, dia tidak fokus bekerja hari ini. Padahal kantornya adalah kantor yang sangat ketat disiplin.
"Va..?" Seseorang telah menepuk bahunya, membuat Eva terlonjak, meninggalkan bayangan-bayangan semu dari lamunannya.
Ternyata Ofi, dia terlihat bahagia disepanjang harinya, membuat Eva selalu merasa iri terhadap sahabatnya yang satu itu.
"Lo kenapa sih Va?" Eva menggeleng. Mulutnya sama sekali tidak ingin berkata-kata.
"Mikirin Pak Dika lagi? Ya ampun Va... harus berapa kali sih, gue ngomong sama lo? Udah, nggak usah mikirin Dosen tak kasat mata itu lagi, lo cari aja cowok lain. Apa perlu, gue minta bantuan sama Ali buat nyari teman satu maskapainya untuk lo?"
"Gue nggak bisa Fi... gue udah terlanjur cinta mati sama dia dan sampai kapanpun gue akan tetap menunggu."
"Menunggu tanpa berusaha? Itu sama aja Va.. kalo lo cinta, ya perjuangin."
Eva menghela napas, "Gue harus gimana?"
Sejenak, Ofi berfikir, "Nah, nanti malam kan Tiffany ngadain acara makan malam... gimana kalo kita dateng?"
"Nggak, gue malu kalo liat Pak Dika."
"Buang rasa malu lo! Lawan semuanya demi cinta. Lo harus berani Va, kalaupun nanti Dika nolak lo, lo harus berani."
Eva melirik Ofi sengit, saat kata 'dika menolak lo' terucap begitu saja, "Gue cantik, Fi."
"Gue tau lo cantik, seksi, putih, pinter, tinggi, pantes buat jadi model, tapi kalau lo masih bertahan di kamar dengan perasaan menunggu, itu sama aja. Nanti malam, lo harus keluarin kecantikan lo didepan Dika. Lo harus berani." Ofi berdakwah sesuka hati, dengan suara yang sama sekali tidak dia kondisikan.
Pada akhirnya Eva mengangguk, dia setuju dengan ide Ofi, dia akan melakukannya nanti malam. Dan jika tidak berhasil, mungkin inilah saatnya Eva harus mengganti lelaki lain didalam hatinya. Terlalu lama menunggu, membuat hatinya semakin membusuk.
Malamnya, Eva berdanan semaksimal mungkin. Dia mengenakan dress malam berwarna biru, sangat pas dipadukan dengan lekukan tubuhnya yang feminim.
Selesai memoles beberapa peralatan Make-Up, Eva keluar dari kamar, dia akan meminta pendapat kepada Ofi tentang dandanannya malam ini.
"Fi," Panggilnya, membuat Ofi menoleh kearahnya dan seketika mata Ofi melotot kagum.
Ofi berjalan mendekat kearahnya, "Nah, lo cantik Va." Pujinya.
"Sekarang kita berangkat, sebelum Dika berangkat lebih dulu." Kata Ofi dan diangguki oleh Eva.
Sejurus kemudian, mereka telah sampai di pekarangan rumah mewah milik Raka, kedua wanita itu keluar dari mobil, sangat anggun.
"Fi, gue takut." Ucap Eva, dia menggenggam jemari Ofi sangat erat dan dibalas genggaman pula oleh Ofi.
Eva yang sekarang bukanlah Eva yang satu tahun lalu, yang selalu ceria dan pantang menyerah serta pemberani. Eva sekarang adalah dia yang pendiam dan suka melamun. Berganti sifat dengan Ofi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brittle (Tamat)
Aktuelle LiteraturTentang wanita dengan hati rapuh yang harus menerima kenyataannya. Menjalain hidup bersama suami yang tidak mencintainya selamat dua tahun ini.