Chapter 12

1.4K 222 0
                                    

Sebelum aku benar-benar menyadari apa yang terjadi, tubuhku tertembus oleh sebuah benda tajam, namun itu bukan sekadar benda. Benda itu adalah kagune. Aku ingat sekali kalau kagune adalah semacam benda yang selalu dipakai ghoul untuk menyerang. Kali ini targetnya adalah aku.

Bulu Shiro tak lagi putih. Kini bulu-bulunya ikut tercemar warna merah darahku. Aku tak mempunyai tenaga lagi untuk melawan. Darah mengalir deras dari perutku dan aku tersedak karena darah pun ingin keluar melewati mulutku. Tubuhku bergetar hebat. Aku benar-benar merasa lemas seketika. Mataku mulai buram, aku tidak bisa melihat dengan jelas kecuali samar-samar.

"Lihat betapa tidak berdayanya dia." Ujar seorang pria. Ia berjalan melewatiku lalu menghadapku yang sedang terkulai lemas di lantai. "Kusajishi Akina." Pria itu memiliki kagune yang keluar mengelilingi tangannya.

"Si-siapa kau?" aku merasakan sakit luar biasa dari sekujur tubuhku. Seolah tenaga dan darahku tersedot keluar semua.

"Kau akan tahu nanti."

BBRAAAKKKKKK...

Sebuah ledakan besar dari bagian belakang rumah membuat getaran hebat terjadi. Aku terlalu lemah untuk menghiraukannya. Aku tak peduli bila rumah ini runtuh atau aku terkena reruntuhannya karena aku sendiri sudah mulai kehabisan darah. Aku terus menekan lukaku dan menutup mulut seolah aku bisa menghentikan darahku keluar, tapi itu semua sia-sia.

"Siapa itu?" tanya pria itu lagi. Anak buah lainnya ikut menoleh ke belakang.

Dari kejauhan aku melihat sesosok berambut putihnya. Meskipun sakit, aku berusaha mempertajam penglihatanku. Aku takut kalau ini adalah terakhir kalinya aku bisa melihat. Aku melihat hidung, mulut dan bahu tegapnya itu. Aku merasa seolah baru kemarin aku mendekapnya begitu dalam. Kaneki yang kulihat saat ini seperti Kaneki yang sebelumnya, namun kagune muncul dari belakang tubuhnya. Kaneki tidak melepas penutup matanya sama sekali. Ia berlari cepat dan membunuh tiga pria di hadapanku. Ia begitu gesit dan ganas, bahkan mataku kesusahan mengikuti pergerakannya.

Namun entah kenapa seolah waktu berhenti, aku sempat melihat Kaneki tersenyum ketika membunuh mereka. Seolah ini adalah hal kesenangannya. Setelah ketiga pria tadi mati, Kaneki berjalan mendekatiku. Ia mengangkat tubuhku.

"Akh..." aku memekik kesakitan karena bagian perutku bergerak.

"Bertahanlah, Akina." Aku tidak yakin akan bertahan. Aku merasa tubuhku terlalu ringan, bobotku sudah tersedot habis beserta darah dagingku. Aku tidak bisa merasakan apapun kecuali rasa sakit yang luar biasa ini. Apakah ini yang dahulu ibu rasakan sebelum pergi dari dunia?

...

Aku terbangun di sebuah ruangan. Ruangannya tidak putih seperti ruangan rumah sakit. Ruangannya lebih bernuansa rumah dan cukup berwarna. Selain itu terdapat rak berisi buku-buku di sudut ruangan. Aku masih merasa lemas dan susah bergerak, tetapi setidaknya aku bisa menggerakan kepalaku.

"Sudah kubilang kan rumahmu terlalu besar untuk dihuni sendirian." Aku menoleh ke kananku. Di sanalah Kaneki, sedang duduk sambil menatapku.

"Aku tahu itu." Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku mengibas-ibaskan tanganku, meminta Kaneki untuk mendekatkan. Kaneki mendekatkan wajahnya ke wajahku, lalu aku memeluknya.

"Kaneki..." aku memanggil namanya lembut. "Kau tidak harus selalu menyembunyikannya."

"Apa maksudmu?" Aku langsung melepas penutup matanya, spontan Kaneki menutup mata kirinya. Sebelum Kaneki menghindar dariku aku menariknya ke dalam pelukanku. Aku tidak akan membiarkannya kabur sebelum berbicara denganku. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya dengan suara dingin.

"Aku tahu kau dulunya adalah manusia." Air mataku mulai keluar. "Kau dulu tidak berambut putih seperti sekarang. Kau berambut hitam, begitu polos dan manis. Dahulu ada kecelakaan, kau dikirim ke Kanou General Hospital untuk operasi. Yang mengoperasimu adalah...a-ayah...ayahku."

Kaneki tidak berbicara apapun, ia tetap diam dalam pelukanku.

"Ayahku megganti beberapa organmu menjadi organ seorang ghoul yang bernama Kamishiro Rize. Dan...Rize adalah sahabatku yang sudah meninggal. Jadi, kau lihat sendiri, akulah yang membuatmu menderita. Semua yang terjadi padamu berhubungan denganku, kau seharusnya sudah membunuhku saat ini."

"Ini semua terjadi bukan salahmu. Ayahmulah yang melakukan operasinya, bukan dirimu. Rize-san adalah seorang ghoul, bukan dirimu. Singkat cerita, kau hanya salah satu orang ditengah-tengah lingkaran orang yang berhubungan denganku." Ia mengangkat wajahku agar aku bisa menatap matanya. Ia mengusap air mataku.

"Kau bahkan tidak pantas untuk menangis. Kau tidak pantas merasa bersalah atas kesalahan yang bukan dirimu lakukan."

"Kaneki..." panggilku lagi sambil memeluknya. Lagi.

Aku benar-benar tidak pernah merasa cukup untuk pelukan darinya. Kaneki pun tidak menolak. Ia balas memelukku. Aku tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah ia akan menjauh? Apakah ia akan membunuhku karena aku mengetahui identitasnya?

"Kaneki."

"Hm?"

"Kau seharusnya bilang kalau omurice buatanku tidak enak." omelku. "Bagaimana bisa gurih, aku saja memasukkan gula."

Kaneki terbahak. "Kau mengetesku? Akina, kau benar-benar perempuan yang cerdik." Tangannya kembali mengelus kepalaku. "Tapi kau tidak perlu khawatir, aku bisa meminum kopi. Semua ghoul bisa meminum kopi."

"Tapi, apa kau tidak lapar?"

"Tidak."

"Kau seharusnya lapar." Aku menatap matanya. "Karena kau bisa mengigitku bila lapar. Oke?"

"Aku tidak ingin merusak tubuhmu." Katanya. Kemudian Kaneki memberikan kecupan di bibirku. "Aku tidak ingin merusak bibirmu." Lalu ia memberikan kecupan lagi di leherku. "Aku juga tetap ingin menjaga leher indahmu ini." Kemudian ia mengecup keningku. "Aku ingin menjaga tubuhmu." Aku tersenyum lalu melepaskan pelukanku.

"Dan satu lagi." Kata Kaneki. "Aku tidak akan membiarkanmu dalam posisi ini. Aku tidak ingin melihatmu tenggelam dalam kolam darah."

Aku terdiam lalu mengangguk. "Oh ya, sebenarnya aku sedang dimana?" tanyaku pada Kaneki. Sebelum Kaneki masuk, seorang gadis muncul dari balik pintu. "Hinami-chan?"

White Apple (Kaneki x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang