Chapter 24

1.2K 188 0
                                    

Langkah pertama, pastikan semua tuas dalam mesin ditarik hingga puncaknya. Langkah kedua, tekan tombol yang bertuliskan ESPADA. Langkah ketiga, gunakan gelang mediometer pada kedua pergelangan tangan, paha, kedua pergelangan kaki, dan leherku. Langkah keempat, pastikan meteran pada mesin mencapai angka 45. Langkah kelima, masuk ke dalam kubah dan kunci kubah.

"Akinaa!! Buka kubah ini!!!!" Kaneki menggedor-gedor kaca kubah sambil meneriaki namaku. Ia terlihat begitu marah dan khawatir di saat yang sama. Aku menatap Kaneki dingin, aku berharap Kaneki membenciku dan pergi.

Kaneki mencoba memecahkan kubah ini dengan kagunenya. Sial, aku harus cepat. Para CCG-pun mengepung tempat ini dan menodongkan senjata mereka ke arah Kaneki.

"Kusajishi Akina!" seru Shinohara-san. "Apa yang kau lakukan?!"

Aku tak meghiraukan mereka semua yang berusaha memecah kubah ini. Tak lama kemudian muncul suara keras menggema ke seluruh ruangan. Ruangan pun menjadi sedikit lebih gelap dari sebelumnya. Namun kubahku menyala, airnya bersinar, tak lama kemudian airnya mulai memenuhi kubah ini meneggelamkan diriku. Tubuhku mulai terangkat karena masa air.

Aku menahan nafas sesuai apa yang diperintahkan oleh Dr. Kanou, lalu dari bawah muncul selang-selang. Mereka mendekati pergelangan tanganku. Mereka mengunci diri mereka pada gelang-gelang mediometer. Sedetik kemudian aku merasakan sakit luar biasa pada sekujur tubuhku. Rasa sakit ini mengharuskanku untuk berteriak, habis sudah nafas yang kusimpan.

Darah mulai mengalir dari selang-selang tersebut. Ternyata apa yang selang-selang itu bawa adalah jarum untuk mengambil darahku. Sial. Sakitnya bukan main. Aku mengeluarkan air mata saking menahan rasa sakitnya. Tabung besar di samping kubah mulai terisi oleh darahku.

...

Aku terbangun. Aku berada di tengah lautan, bahkan aku berdiri di atas lautan. Lautan yang berwana biru gelap, lauta yang begitu dalam dan kosong. Lalu di kejauhan aku melihat seseorang sedang duduk. Ia duduk sambil menunduk, ia menumpukan kedua siku pada pahanya, dan ia memiliki rambut putih. Apa itu Kaneki? Aku mulai berjalan mendekat.

"Lama tidak bertemu." Aku menoleh pada suara tersebut. Suara yang sudah lama hilang dan tak kudengar. Aku begitu merindukannya. "Akina." Ia memanggilku sambil tersenyum. Senyuman dan tatapannya sama.

"Rize." Aku ikut tersenyum. "Aku begitu merindukanmu!" aku berlari ke arahnya. Kami berpelukan. Oh, betapa hangat tubuhnya. Sama seperti dahulu. Ia begitu hangat layaknya ibu. Rize balas memelukku, aku merasa begitu damai ketika tangannya mengelus puncak kepalaku.

"Kau menjadi lebih tinggi dari yang kuingat."

"Aku sudah SMA. Hehehe."

"Begitu ya..."

Aku melepaskan pelukannya. "Rize, tentang semua yang telah terjadi, aku harus segera menjelaskannya padamu. Semuanya begitu rumit sampai aku bingung. Aku merasa tidak mempunyai jalan. Aku diserang kejadian bertubi-tubi dan semuanya menyakitkan. Lalu aku harus masuk ke dalam kubah berisi air dan darahku akan disedot keluar. Lalu Kaneki..."

Kaneki.

"Kaneki!!!" aku membalikkan tubuhku. Tidak ada seorang pun di belakangku. Tadi seharusnya ada yang duduk bukan?

"Orang yang baru saja kau lihat akan mati bila kau mati." Aku menatap tajam Rize, aku merasa tidak terima atas apa yang ia katakan. Kaneki tidak pantas mati begitu saja. "Aku tahu apa yang kau pikirkan. Kau berpikir bahwa dia tidak pantas mati, lalu memangnya kau pantas mati?"

Aku terdiam. Ini pertanyaan yang sebenarnya mudah sekali kujawab. Tetapi lidahku kelu. Aku susah menemukan jawaban yang tepat. "Bila kau mati, kau sama saja membunuh orang itu."

White Apple (Kaneki x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang