Chapter 16

1.3K 202 3
                                    

Aku tidak sekolah selama lima hari. Dalam lima hari itu aku lebih banyak mengurung diri dalam kamar. Bukan berarti aku tidak bekerja dan tidak bersosialisasi. Aku menghabiskan waktu di kamar dengan membaca buku pelajaran dan mengajari Hinami-chan, lalu sorenya aku bekerja di Anteiku. Sekiranya itu rutinitasku selama tiga hari setelah merasa lebih baik.

Sampai hari ini pun aku belum pergi ke rumah sakit. Kumi-san terus menerus menelfonku untuk mengurus administrasi acara pemakaman, tapi aku tidak pernah mengangkat telfonnya. Aku merasa sedikit tidak ingin datang dan melihat ayahku yang sudah terkulai tidak bernyawa.

Namun hari ini aku menekadkan diri untuk pergi ke rumah sakit. Aku akan membawa ayah pergi ke alam sana. Aku tidak bisa membuatnya terus menerus di kamar mayat bersama mayat lainnya. Aku ingat bahwa ibu juga pasti sedang menunggu ayah.

"Akina-chan! Kamu lama sekali datang!" Kumi-san menegurku begitu aku sampai. "Kamu tahu tidak membiarkan ayahmu seperti itu bukanlah hal yang baik? Kamu harus mengantar ayahmu segera."

"Aku tahu." Kuanggukan kepalaku. "Tapi aku perlu waktu sebelumnya."

Kumi-san menghela nafas. "Aku tahu perasaanmu." Ia mengelus kepalaku. "Sekarang kau harus menanda tangani beberapa kertas yang sudah di isi oleh pihak keluarga Morae-san."

"Apakah Morae-san tidak selamat?"

Kumi-san menggeleng. "Ia bersama Dr. Kusajishi saat ledakan itu terjadi."

"Begitu." aku pergi ke kantor para suster dan menyelesaikan urusan administrasi. Kumi-san sempat menawariku apa aku ingin melihat jasad ayah, aku berkata tidak lalu keluar ruangan. Aku memang berkata tidak, tapi aku menuju ke ruangan mayat sendirian. Aku ingin sendirian bersama ayah.

Aku sudah mengenal rumah sakit ini sama seperti para suster, dokter, dan petugas kebersihan mengenalnya. Mencari kamar mayat adalah perkara mudah bagiku. Aku masuk ke dalam ketika tidak ada yang mengawasi dan melihat satu per satu nama yang tertera. Di dalam kamar mayat begitu dingin sampai-sampai aku harus mengancingkan kardiganku, pencahayaan di sini pun remang-remang. Meskipun begitu tempat ini sangat teroganisir. Mayat-mayat tidak dibiarkan dalam kasur lalu ditutupi kain, namun mereka di letakkan di dalam lemari besi untuk setiap mayat yang menjaga suhu tubuh mereka agar tidak membusuk.

Kusajishi Hiro

Ini dia. Aku menarik lemari itu. Ketika kutarik, wajah ayah yang sudah pucat pasi terlihat. Tubuhnya terlihat sangat dingin. Aku bingung harus bereaksi seperti apa. Aku sudah menangis, aku sudah mengurung diri di kamar, aku sudah marah-marah dengan diriku sendiri, sekarang apa yang harus kulakukan? Apa aku harus membangunkan ayah? Jangan bodoh, ia sudah tiada.

"Aku minta maaf ayah. Aku harap aku tidak pernah menaikan suaraku di hadapanmu, aku harap aku bisa memaafkan semua kesalahan ayah. Ayah tahu tidak, aku tidak sendirian jika itu yang ayah kira. Aku mempunyai sebuah kumpulan teman-teman yang bisa kusebut keluarga. Mungkin bila kuceritakan lebih detail, ayah tidak akan menyebut mereka keluarga karena mereka semua adalah ghoul."

"Tapi ayah, percayalah padaku. Mereka sama seperti Rize, mereka baik dan merawatku layaknya salah satu dari mereka. Aku membutuhkan mereka ayah. Sama seperti aku membutuhkan ibu. Aku tidak bisa berkata ayah telah mengecewakanku, mungkin ini terlalu lambat untuk mengatakannya, tapi aku tidak mungkin mengatakan hal itu pada orang yang membuatku ada."

"Sekali lagi maafkan aku ayah. Aku berjanji akan menjadi anak yang baik meski tidak diawasi ayah. Aku akan berusaha membuat hidupku bermakna sesusah apapun itu. Terima kasih ayah, sampaikan salamku pada ibu. Pastikan kalian berbahagia di sana." Aku melepas kardiganku itu dan kuselimuti tubuh dingin ayahku.

White Apple (Kaneki x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang