Maaf

6.2K 399 10
                                    

Aku melangkah cepat bahkan mungkin setengah berlari. Suaranya masih terus terdengar memanggil namaku dari arah belakang membuat rasa sesak di dadaku makin terasa. Air mata ini terus menerus jatuh tanpa bisa kutahan. Aku yang bersalah. Aku yang memiliki perasaan padanya, hal yang tidak seharusnya.

Apa benar aku meyukainya?

Sejak kapan?

Hingga detik ini akupun masih bingung dengan apa yang kurasa. Tapi kenapa diriku begitu sakit melihat dia dengannya?

Aku yang bodoh memang. Berharap terlalu banyak padahal sedari awal aku tahu dia tidak memiliki perasaaaan padaku.

Aku, rasa ini, dia.
Terlihat sederhana namun ternyata begitu rumit.

Kakiku begitu lemas tapi diriku menolak untuk berhenti melangkah menjauh darinya.

Aku tersentak saat tiba-tiba tanganku ditarik membuatku menoleh pada orang disampingku. Aku menarik napas lega karena itu adalah willi

Tangankybmenghapus air mata tak ingin will melihatnya.

Aku berhenti melangkah karena dirinya yang kini berdiri tepat di hadapanku. "Will ...." Terdengar jelas nada suaraku yang begitu lemah.

"Aku bersamamu," katanya dengan tenang.

Suara dia yang tak ingin kusebut namanya tak terdengar lagi.

Entah apa yang willi katakan padanya tadi tapi aku bersyukur dia tak mengikutiku karena saat ini aku benar-benar tak ingin melihatnya.

Aku menghela napas berusaha menenangkan diriku. "Apa kau bisa mengantarku pulang?"

"Baiklah."

"Thanks."

Dia berjalan dengan masih mengenggam tanganku. Aku mengikuti langkah will dan tanpa kusadari kami telah tiba di tempat parkir.

Dia membuka pintu mobil untukku, menutupnya lalu mengambil tempat di sisi pengemudi.

Aku menutup mataku saat mobil ini mulai melaju membelah kota New York. Jendela disisiku kubiarkan terbuka. Membiarkan angin menyapu lembut wajahku.
Rasanya begitu tenang.

Ketika mataku terbuka walau sedikit buram tapi aku tahu ini adalah rumahku. Aku memandang ke samping nampak willi masih berada disisiku.

"Kau tertidur. Aku tidak ingin membangunkanmu," Jelasnya tanpa kutanyakan.

Aku berterima kasih sekali lagi pada will. Dia memang selalu tahu apa yang harus dilakukannya.

"Aku masuk dulu."

"Apa kau tidak ingin kutemani?" Aku tahu will pasti khawatir padaku. Dan aku tidak ingin membuatnya terus menerus seperti itu, aku bisa mengatasi ini. Mungkin ....

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja kok!" Aku terseyum--memaksa tepatnya--pada willi lalu keluar dari mobilnya.

"Cobalah untuk tenang lebih dulu, dan yakin saja pada perasaanmu. Kau pasti akan menemukan jawaban pastinya" Kata will misterius. "Dan jangan selalu dengan cepat menyimpulkan sesuatu. Kebiasaan jelek!" katanya lalu tersenyum simpul

Aku hanya mengangguk mengiyakan meskipun tak mengerti apa yang baru saja diucapkan Will. Walau tak terima sebenarnya dengan ucapan will tapi aku tidak ingin memepermasalahkan hal itu kali ini. Rasanya begitu melelahkan.

Aku melambaikan tangan lalu berbalik dan melangkah masuk.

***

Princess masih ada di atas ranjang  dengan tubuh kaku dan matanya terus terbuka lebar hanya menatap kosong langit kamarnya.

My PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang