-GrandPa-

2.3K 122 4
                                    

"Kau akan tetap melanjutkan perjodohan ini? Kau akan tetap memaksakan putriku untuk menikah dengan pria pilihanmu?"

Farhan termenung, memandang kosong ke arah taman kecil rumah mereka.

"Jika iya. Untuk pertama kalinya aku akan menentang mu. Aku lebih memihak pada putriku. Demi Tuhan, Farhan selama aku menjadi istrimu baru kali ini aku melihat kecemburuan yang amat berlebihan. Ini tentang masa depan putri kita, dia sedang mengandung cucu ku. Dan Keenan perlu tahu tentang ini." Ucap Nazwa kemudian.

"Aku akan merestui mereka jika pria Eropa itu datang kemari dengan sedirinya." Farhan menanggapi istrinya dingin.

"Apa kau gila? Mana mungkin dia kemari setelah kau mengusirnya dan menutup pintu rumah ini rapat - rapat untuk pria itu Farhan."

"Jika dia memang mencintai putriku, dia pasti tidak akan menyerah."

Nazwa benar - benar sudah kehilangan kesabarannya. Lebih memilih meninggalkan suaminya sendirian dan mengunjungi putri mereka.

Di tengoknya Sarah tengah membujuk Zia untuk makan namun sia - sia. "Zee, kamu boleh mogok makan tapi setidaknya jangan korbankan bayimu karna ini. Makan lah, kau tidak ingin bayimu lemah bukan." Bujuk Sarah.

"Tapi... Aku mual Sarah, rasanya tidak enak aku tidak ingin makan apapun." Rengeknya manja, membuat Sarah dan Farhan yang entah sejak kapan berada di sana terkekeh pelan.

"Wajar lah Zee, aku dulu juga gitu waktu trisemester pertama kehamilan. Makan sedikit ya, yang penting perut kamu gak kosong."

"Bagaimana cucu Papa bisa sehat kalau kamu malas makan kayak gitu Zee? Papa suapin ya, kamu harus makan." Semua orang yang ada di sana terkejut atas kedatangan Farhan termasuk Nazwa. Bukankah tadi suaminya tengah berdebat dengannya, lalu untuk apa dia kemari.

Farhan mengambil alih piring yang berada di genggaman Sarah lalu menyuapi putrinya dengan penuh kasih sayang. Mau tak mau akhirnya Zia pun menerima suapan dari Papanya tersebut.

"Anak pintar." Ucapnya di sela aktifitas ayah dan anak tersebut.

Baru beberapa suapan yang masuk dalam mulut Zia, dia sudah enggan untuk makan kembali. Hingga membuat Farhan bertanya dengan heran. "Kenapa? Buka mulut mu, Papa janji ini suapa yang terakhir nak."

Zia menggelengkan kepalanya kuat. "Ayolah Zia. Papa janji setelah ini kau boleh minta makanan apapun yang kau suka, Papa akan turuti." Farhan terlihat seperti sedang membujuk Zia kecil yang sedang mogok makan karna tidak di belikan mainan.

"Papa, aku sudah kenyang. Kau ingin aku terlihat gendut? Semua ini tidak enak. Aku ingin makan buah Durian, boleh kah?" Jawabnya dengan binar di mata Zia, lalu melahap suapan terakhir yang di berikan oleh Papanya.

"Tidak. Itu berbahaya untuk cucu ku nantinya." Putus Farhan kemudian.

Mendengar jawaban itu Zia benar - benar merajuk sekarang, dia hampir saja menangis jika Farhan tidak menuruti keinginannya. Dengan malas pria paruh baya itu pergi untuk membeli buah yang putrinya inginkan.

Ini bukan musim durian, jelas saja dia tidak menemukan satu penjual pun meski dirinya sudah mengelilingi seluruh penjuru kota.

"Astaga harusnya ini tugas Keenan, bukan aku. Dimana aku akan menemukan buah sialan itu sekarang." Umpatnya dengan gusar, dan terus berkeliling hingga memasuki pusat perbelanjaan. 

Akhirnya setelah susah payah Farhan pun menemukan buah yang sangat amat ia benci namun begitu di idam - idamkan oleh sang putri. Pria itu hampir pingsan saat dia mencium bau menyengat dari Raja buah yang terkenal nikmat tersebut. Tapi demi anak dan cucunya ia akan tetap berusaha.

Another LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang