Sejak kejadian di taman itu Zia selalu menolak bertemu Al dengan berbagai macam alasan. Dia mengerti mungkin Zia butuh waktu untuk menyendiri saat ini.
Tante Nazwa selalu memberikan pengertian secara halus kepadanya. Sedangkan pikirannya pun berkecambuk antara perasaannya pada Zia dan rasa ibanya pada Hana mengingat usia kandungannya kini mulai bertambah.
Dia berencana menikahi Hana dan bertanggung jawab atas anak yang di kandung wanita itu. Namun ia juga ingin memiliki Zia seutuhnya.
Ya Al memang egois tapi Zia seolah membuatnya gila sekarang karna selalu memikirkan gadis itu.
"Al." Hana memecah lamunannya. "Kamu ada masalah? Kalau kamu gak mau melanjutkan pernikahan ini. Aku tidak keberatan, karna memang ini bukan tanggung jawabmu."
"Aku tetap akan melanjutkannya. Ayah dan ibu sudah menyetujuinya. Dan bayi itu tidak seharusnya menderita Hana jadi tidak usah khawatir."
Hana mengulas senyum tipis di wajah cantiknya yang kini terlihat lebih pucat karna penyakit yang mengerogoti tubuhnya perlahan.
**
Sudah sebulan ini Nathan semakin over protectiv terhadap Zia. Dia tidak ingin gadisnya ini terjangkau oleh Al ataupun Grace. Perkembangan kesehatannya juga semakin membaik, bahkan kini gadis itu bisa berlari dengan lincahnya saat Nathan berusaha memaksanya untuk minum obat yang memang masih harus di konsumsinya.
Sedangkan Al tak henti - hentinya berkunjung ke rumah Zia sekedar untuk berbincang dengan kedua orang tua gadis itu karna memang Zia menolak bertemu dengan Al sejak hari terakhir mereka bertemu.
"Apa kau tidak memiliki pekerjaan lain selain mengunjungi ku setiap hari dokter?" Nathan terkekeh saat melihat wajah kesal Zia.
"Apa kau keberatan jika aku menengok calon istri ku dan mengunjungi calon mertuaku? Aku ini calon menantu idaman keluarga Jonathan."
"Oh astaga! Kurangi sedikit rasa percaya dirimu itu tuan." Cibir Zia.
"Itu memang kenyataan bahkan nama ku dan nama belakang papa mu saja sama. Mereka juga sudah merestui ku, tinggal nona muda saja yang belum memberikan jawabannya." Sindir Nathan. "Jadi apa kau mau menjadi ibu dari anak - anak kita Zia?"
Kini nada bicara Nathan mulai serius, hingga membuat Zia sedikit salah tingkah. "Kenapa kau bertanya seperti itu. Kau bahkan belum mengenalku secara mendalam."
"Lalu haruskah aku mendalami diri mu hingga kita melakukan sesuatu di luar batas ku dan menyebabkan kau mengandung anak ku setelah itu baru kau mau menikah dengan ku?" Mata Zia membulat sempurna mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Nathan. Tidak, pria ini sedang tidak bergurau. Dia benar - benar serius ingin menikahi gadis yang ada di hadapannya.
"Zia. Kau tau, aku memang bukan pria baik - baik. Hidup ku jauh dari kata suci. Sebelum mengenalmu aku adalah pria brengsek yang tidak pernah menghargai wanita. Cinta hanyalah gurauan bagi ku. Tapi saat aku mengenalmu semakin lama ada rasa yang aneh dalam diri ku. Bukan gairah seorang pria terhadap wanita, ya walaupun itu selalu hadir jika aku sedang berdekatan dengan mu."
"Aku mencintaimu. Aku bahkan tak bisa berhenti memikirkan mu dan kesulitan tidur karna itu. Mungkin ini terlalu cepat untuk kita. Aku tidak ingin menjadikan mu sekedar kekasih, tapi aku ingin kau menjadi istriku. Pendamping hidup ku, ibu dari anak - anak kita." Nathan sungguh - sungguh mengatakan hal itu pada Zia. Mengungkapkan ke inginannya pada gadis pujaannya.
Tanpa di sadari butiran bening meluncur bebas membasahi pipinya. Zia menangis bukan karna sedih, tapi karna terharu sekaligus bahagia. Nathan mencintainya dengan sangat tulus. Jujur saja Zia belum membuka seluruh hatinya untuk pria ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Love
RandomTAMAT [17 Juni - 10 September 2016] Bukan tentang siapa yang datang duluan. Tapi tentang siapa yang datang dan tak pernah pergi. Do not wait for a happy smile. But, smile for happy. - Gwen Zia -