Pemeriksaan terhadap saksi - saksi telah selesai, kini mereka semua tengah berkumpul di kediaman keluarga Farhan. Hanya keheningan yang memenuhi ruang keluarga tersebut, namun semua mata tertuju pada dua orang yang ada di sana, seolah mereka tengah menunggu penjelasan atas apa yang terjadi hari ini.
"Apa kalian tidak akan bicara?" Farhan membuka suaranya. Menatap Ai dan Keenan mengintimidasi.
"Kalian membohongi kami? Kau putri ku? Apa kau benar - benar putriku? Lalu kenapa kau diam saja. Katakan!" Ada rasa bahagia sekaligus kecewa dan kesal mengingat Ai menyembunyikan hal sebesar ini dari keluarganya. Nazwa berusaha menenangkan suaminya, bagaimana pun pasti putri mereka memiliki alasan untuk tidak mengungkap identitas aslinya.
"Maafkan aku ayah." Ucap Ai lirih dengan kepala tertunduk.
"Bicara dan tatap wajah ku Zia."
Ai menuruti permintaan Farhan. Di tatapnya wajah sang Papa dengan gurat - gurat penyesalan di sana. "Ceritakan semua alasan mu, karna telah membodohi kami Zia."
Ai pun menceritakan semuanya dengan terbata - bata dan gemetar, ada rasa trauma mendalam saat dia harus mengingat kembali kejadian yang mengerikan itu. Keenan yang berada di sampingnya pun selalu setia menguatkannya, genggaman tangan pria itu sedikit membantunya agar tetap tenang dan nyaman.
Nazwa menangis mengetahui kejadian mengerikan yang menimpa putrinya dan dia malah tidak ada di masa- masa sulit gadis itu. Farhan terlihat sedikit melunak setelah mendengar penuturan dari Ai, namun entah mengapa dia terlihat iri dengan Keenan dan Ayahnya. Karna mereka lah yang telah mendampingi putri semata wayangnya di saat itu dan berani - beraninya Ayah Keenan mengganti nama serta melakukan tindakan operasi plastik pada wajah putrinya agar sama dengan mendiang putri pria itu.
Farhan memerintahkan Ai untuk kembali tinggal bersama mereka, Keenan yang tidak mempunyai hak apa - apa atasnya akhirnya mengalah. Bagaimanapun mereka memang orang tua kandung gadis itu.
Keenan pun berpamitan pada semuanya, dan berjanji akan mengunjungi Ai sore nanti.
***
"Zia sayang..." Nazwa memecah lamunan sang anak yang terlihat sedang termenung sendirian. "Ini sudah malam, kau belum tidur sejak dini hari tadi nak. Apa yang sedang kau tunggu?"
"Keenan." Satu kata itu yang terlontar dari mulut Zia. "Mama... Keenan berjanji akan menemuiku sore tadi. Dan ini sudah malam tapi dia tidak kunjung datang. Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban, pria itu memang selalu lupa membawa ponsel. Jika bukan aku yang mengingatkannya." Ucapnya panjang lebar.
Nazwa mengusap kepala putrinya dengan lembut, bagaimana caranya untuk mengatakan bahwa suaminya telah mengusir pria yang sedari tadi Zia tunggu. "Ayo kita makan, kau belum memakan apapun sejak tadi."
"Aku tidak akan makan sebelum Keenan datang Mama."
"Papa mu ingin membicarakan sesuatu sayang. Mama mohon." Dengan terpaksa Zia pun menuruti permintaan Nazwa dan mengikuti sang ibu untuk menemui Ayahnya.
Farhan meminta mereka untuk duduk, di sana sudah ada Sarah, suaminya dan Nathan. Tunggu dulu, untuk apa pria itu datang kemari? Batin Zia.
"Makan lah." Mereka semua mulai makan dan sedikit berbincang - bincang. Nazwa dan Sarah menyadari tingkah aneh Zia yang sedari tadi hanya mengaduk - aduk makanannya tanpa berniat sedikitpun untuk memakannya.
"Zee? Kau tidak apa - apa?" Bisik Sarah yang duduk di sebelahnya. Zia hanya tersenyum meyakinkan bahwa dia baik - baik saja.
Farhan berdehem hingga membuat semua orang yang ada di sana memandangnya. "Papa ingin mengatakan sesuat. Kita langsung saja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Love
RandomTAMAT [17 Juni - 10 September 2016] Bukan tentang siapa yang datang duluan. Tapi tentang siapa yang datang dan tak pernah pergi. Do not wait for a happy smile. But, smile for happy. - Gwen Zia -