Farhan dan Nazwa berlari dengan panik, masuk ke sebuah ruangan. Terlihat di sana putri mereka tengah berbaring di atas ranjang perawatan dengan perut buncitnya, terkekeh pelan saat melihat argumen sang suami dengan Nathan.
"Jangan macam - macam. Aku akan pindah ke rumah sakit lain jika kau tetap bersikeras." Keenan berkata dengan nada yang cukup tenang dan mengintimidasi.
Nathan menghembuskan nafasnya pasrah. "Baiklah, aku tidak akan menangani persalinan Zia. Dokter Shafa yang akan menanganinya, kau bisa tenang sekarang."
Keenan masih terlihat begitu kesal karna pria di hadapannya ini bersikeras ingin membantu persalinan anak pertama mereka. Demi Tuhan dia adalah dokter spesialis dalam, bukan dokter kandungan. Jadi untuk apa pria itu ikut andil dalam proses kelahiran putranya. Sampai matipun Keenan tidak akan pernah mengizinkan pria lain menyentuh istrinya lebih dari dirinya.
"Apa kalian sudah gila? Kenapa bertengkar di depan putri ku yang akan melahirkan!" Omel Farhan tak terima.
"Bagaimana sayang? Apa cucu kami akan segera lahir? Apa kau merasakan sakit nak?" Tanya Nazwa kemudian mengusap puncak kepala pitrinya.
"Kami baik - baik saja Ma. Sepertinya jagoan kecilku ingin melihat Ayahnya berargumen dengan Nathan dulu." Kekehnya pelan.
"Suami macam apa kau, bukannya mendampingi istrimu. Malah sibuk berargumen dengan Nathan." Farhan mengomeli Keenan lagi. Nathan tertawa karna itu manun seketika tawanya pun terhenti karna dia pun terkena imbas omelan juga.
***
Keenan tengah mengusap perut buncit Zia dengan lembut, tak jarang ia mengajak anaknya berbicara.
"Apa kau masih betah di dalam sana? Kenapa belum mau keluar? Ayah sudah tidak sabar menimang mu di pangkuan ku." Zia tersenyum melihat tingkah lucu sang suami.
Sesaat kemudia Zia merasakan perutnya berkontraksi dan sakit. "Keen..nan." Ucapannya terbata bata meremas kuat tangan suaminya.
"Ya... Ya... Zia, apa yang sakit. Dimana? Katakan padaku." Keenan panik saat melihat Zia begitu kesakitan.
"Dia ingin keluar Keenan! Panggil dokter!" Teriak Zia kesakitan. Keenan segera keluar untuk memanggil dokter segera.
Terlihat beberapa perawat dan dokter berlari ke ruangan tempat Zia berada, setelah itu mereka segera membawanya ke ruang persalinan.
Orang tua Zia tak henti - hentinya memanjatkan doa untuk keselamatan putrinya. Sedangkan Keenan dengan setia menemani istrinya, menggenggam erat jemari Zia.
Keenan berteriak kesakitan karna ulah sang istri. Bagaimana tidak, Zia menjambak rambutnya dengan kuat karna berusaha untuk mengeluarkan bayi kecil mereka. Perawat terus membimbing Zia untuk menarik dan mengeluarkan nafasnya secara teratur.
Entah karna panik atau apa, Keenan pun ikut mengambil dan membuang nafas seperti istrinya, menahan rasa sakit dan mulas pada perutnya. Karna menyaksikan proses persalinan secara langsung.
"Ya. Bagus, seperti itu. Dorong sedikit lagi, bayimu akan keluar sesikit lagi Zia." Ucap dokter Shafa.
Zia sudah lemas, keringat dingin bercucuran membasahi pelipisnya. Dengan tenaga yang tersisa dia berusaha mendorong bayinya keluar. Keenan melihat istrinya seperti itu hanya dapat menggenggam tangan Zia dengan begitu erat.
"Kau bisa, sedikit lagi Zia. Bertahan lah."
"Ini sakit Keenan... Awas saja... jika kau. Berani melirik wanita yang lebih sexy dari ku setelah ini." Umpatnya di tengah kesakitan.
"Tidak akan, sayang. Walaupun tubuhmu seperti balon aku akan tetap mencintaimu."
Zia menjambak rambut Keenan semakin kuat karna kesal. "Suami tidak tahu diri. Kau bilang tubuhku seperti balon. Mati saja kau Keenan...." Teriaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Love
RandomTAMAT [17 Juni - 10 September 2016] Bukan tentang siapa yang datang duluan. Tapi tentang siapa yang datang dan tak pernah pergi. Do not wait for a happy smile. But, smile for happy. - Gwen Zia -