[EPILOG]

7.5K 458 14
                                    

Three years later....


Kata orang perasaan manusia begitu rapuh. Seiring jalannya waktu, perasaan manusia dapat berubah. Bergantung keadaan yang dilaluinya. Begitupun perasaan yang melibatkan hati yang berbentuk jalinan asmara. Pernah dengar prinsip medan magnet? Medan magnet semakin kuat jika jaraknya makin dekat, semakin jauh maka akan makin lemah. Analogi tersebut cukup mampu menggambarkan kekuatan hati manusia. Maka dari itu, banyak yang tidak kuat untuk menjalani hubungan jarak jauh. Alasannya sederhana, tidak ingin terikat maupun mengikat.

Hanya saja, Soojung mengalami sesuatu yang kontradiktif. Dirinya sama sekali tidak merasakan efek medan magnet itu. Perasaannya masih sama, seperti tiga tahun lalu. Soojung masih saja menyimpan satu nama di hatinya. Kim Jongin.

Soojung selalu tersenyum tanpa sadar ketika hatinya menggumamkan nama Jongin. Rasanya menyenangkan bagi Soojung. Saat nama Jongin disebutkan, seluruh organ Soojung memberikan reaksi yang menggelitik. Jantungnya berdebar lebih kencang. Darahnya berdesir halus. Dan jangan lupakan soal letupan kembang api di celah perutnya.


Semua masih sama, seperti dulu. Seperti saat keduanya menjadi satu.


Dulu. Bukan sekarang. Mungkin sekarang sudah berbeda. Soojung menelan kenyataan pahit itu bulat-bulat. bersama seteguk Americano yang sama pahitnya dengan apa yang dirinya rasakan. Mungkin perasaan Soojung masih sama. Tetapi, perasaan Jongin bisa saja berubah. Bukankah telah disebutkan sebelumnya jika perasaan manusia itu rapuh? Dan Soojung sedikit takut jika Jongin mengalaminya.

Soojung menghela napas pelan. Pandangannya beralih pada keadaan di luar jendela café tempatnya menghabiskan waktu saat ini. Memandangi rintik hujan yang mengguyur kota Tokyo. Rintik hujan yang mungkin menjadi saksi bisu kerinduan Soojung akan sang pujaan hati.


"Kim Jongin, bagaimana kabarmu?"


O0O


"Kabar baik."


Seulas senyum Jongin berikan. Lelaki itu lantas menyesap kopi hitamnya dan balik bertanya pada si lawan bicara. "Kalau kau sendiri, bagaimana kabarmu Oh Sehun?"

Sehun mengangkat bahunya pelan. "Seperti yang kau lihat. Aku tampak sehat."

Jongin mengangguk guna mengamini jawaban Sehun. Memang apa yang tampak oleh Jongin seperti yang disebut Sehun tadi. Sahabatnya itu tampak sehat. Benar-benar sehat secara harfiah. Setelah mendapatkan penanganan dari ahli kejiwaan, Sehun kini dapat menghirup udara bebas. Satu hal yang harus disyukuri, bukan?

"Ehm, Jongin?" Sehun terlihat ragu untuk bersuara ketika keheningan mulai menyelimuti mereka. "Ada yang ingin kusampaikan."

Kening Jongin tampak mengerut, "Sampaikan saja, silakan," katanya.

Sehun menarik napas dalam. Kepala lelaki itu menunduk dan tangannya tampak menggenggam cangkir kopinya begitu erat. "Aku minta maaf," ungkapan itu lolos dengan suara lirih namun terdengar tulus.

"Aku minta maaf atas semua yang telah terjadi. Termasuk soal mengganggu hubunganmu dengan Soojung," lanjutnya. Sehun menyesap sedikit kopi hitamnya. Membasahi kerongkongannya yang mulai kering.

"Soal Soojung, aku baru tahu kalau dia meninggalkan Seoul beberapa hari selepas kepergiannya. Dia sempat berpamitan kepadaku. Hanya saja, saat itu aku tidak tahu jika dia berniat berpamitan. Aku sungguh menyesal karena alasannya untuk pergi salah satunya adalah aku."

Give Me Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang