[8] : Don't Let Me Down

4K 265 10
                                    

"Please... tolongin aku, tolong, tolong aku."

Satu tanganku menggenggam erat batang pohon dan satu lagi bergetar tanpa henti, mencoba menjangkau sepasang kaki yang menjulang di atasku. Di bawah sana sangat mengerikan, rimbunan daun yang aku tidak tahu seberapa dalam. Nafasku tersenggal,  seperti sudah akan berakhir. Keringat dingin mengucur tanpa henti. Peganganku mulai lemah, menarik tubuh sendiri sangat mustahil.

"Tolong!" suaraku mulai habis. Tapi seseorang itu tak kunjung bergerak. Aku berusaha menggapai gapai lagi. Sekali ini sekuat tenaga, bisakah aku menyentuh pergelangnnya. Aku menarik tubuh, menahannya dengan satu cenggraman dan meraba-raba permukaan datar berumput. Ia bergerak mundur. Dan sekali lagi aku meneriakkan kata tolong, sebelum akhirnya, batu kecil yang menahan sepatuku tergelincir jatuh dan menyeretku.

"Arrrhhhhhhhhhhhhhhh...."

Kembali aku dibangunkan oleh mimpi buruk. Dibalik lampu tidur yang buram, aku berkeringat, kacau dengan nafas tidak teratur. Dua tablet obat tidur tenyata tidak mempan. Apa yang harus kulakukan sekarang, hidup damaiku sepertinya akan berakhir. Aku bangkit dan menyalakan semua lampu, lalu kembali berbaring. Walau aku tahu ini hanya sia-sia.

===========

"Ren, loe mau makan siang dimana?" Lulu menanyaiku ketika aku ikut berkerumun untuk memasuki lift. Sebagian besar penghuni kubikel lantai delapan ada disini. Bahkan aku sempat melihat Ryo yang pandangannya tak lepas dariku.

"Gak tahu, mau jemput temen gua dulu."

Tak ada pembicaraan lagi setelah itu. Beberapa dari mereka sibuk dengan kelompoknya sendiri, dan aku tidak termasuk di genk manapun. Sosialisasiku di kantor tidak begitu bagus, hanya sesekali berkumpul dengan salah satu dari mereka, dan tak ada percakapan lebih lanjut di luar kantor.

Lima belas menit berlalu, dan aku sudah memasuki kepadatan waktu makan siang. Beberapa area menuju pusat perbelanjaan, restoran, atau pujasera menjadi titik kemacetan. Udara panas pertengahan tahun serasa menyengat bahkan ketika dingin AC merambat di kulitku.
Satu pesan masuk ketika lampu berubah merah. Kubaca sekilas sebelum memasukkan kembali ke dalam tas. Jantungku berdetak lebih kencang, menyadari sebentar lagi mobil ini akan memasuki kawasan parkir restoran. Ada satu sisi di hatiku untuk menolak pertemuan konyol ini. Tapi yang lain sedikit antusias, dan mengatakan bahwa ini adalah keputusan yang benar. Mungkin ini akan menjadi langkah yang salah, mungkin aku seharusnya tak melakukan hal ini pada Sammy, hanya saja...

"Hai, gua kira gua telat!" seseorang menyapaku ketika baru saja membuka pintu mobil.

Aku tersenyum canggung. "Hai, mas Dino baru nyampek juga ternyata."

"Gak bisa keluar cepet tadi. Yuk masuk!"

Aku mengangguk menyanggupi sembari berjalan kearahnya. Di pikiranku terlintas lagi pertemuan tak sengaja kami kemarin malam. Entah kebetulan atau memang petunjuk Tuhan, dan entah aku harus bersyukur atau tidak. Tapi, siang ini aku harus dapat jawabannya.

.
.

~Flasback kemarin malam, Camden Cafe. 8.15 PM~

"Eh, diem-diem-diem! Mbok Ronggeng dateng!" tukas Lisa setelah menepuk pahaku. Suaranya yang cukup keras mampu didengar Claudy yang berjalan kearah kami.

"Sial, gua dipanggil mbok Ronggeng. Lagi ngomongin apa tadi? Gua ya?" kata Claudy sambil sibuk meletakkan tas mahalnya di bangku sebelahku.

Aku melirik pada Lisa, berharap ia tidak ember tentang pembicaraan kami tadi. Aku benar-benar sedang tidak ingin berdebat atau mendengar pidato Claudy. Walaupun aku senang dengan perhatiannya, tetap saja aku belum siap bercerita padanya tentang 'misalnya hamil'.

Saat Lisa sedang sibuk mengarang perihal apa saja yang kami obrolkan tadi, mataku menanggap sosok yang baru saja masuk melewati pintu bar. Mataku tidak begitu bisa melihat jelas di ruang buram ini, hanya saja aku cukup tahu siapa laki-laki itu, orang yang harusnya saat ini berada di Singapur bersama Sammy. Kenapa malah dia ada disini? di Jakarta? Padahal lelaki-ku saja belum pulang!

.
.

"Kenapa Ren, tumben ngajak gua makan siang? Loe gak lagi nyari selingkuhankan?" Ujar Dino saat aku belum juga bersuara padahal kami hampir lima menit duduk berhadapan.

Aku memaksa tertawa. Kikuk.

"Ehm, mas Dino... tahu nomernya Sammy yang lain gak? Abisnya susah dihubungin dari kemarin?" jelasku, berusaha terdengar santai.

"Oh ya? Tapi setahu gua dia gak punya nomer lain!"

"Nomer temennya disana, atau kantor yang bisa dihubungin mungkin?"

Dino terkekeh. "Mana ada kantor Ren, apalagi temen... Sammy kan kesana sendiri. Aku denger sih karena kliennya tinggal di Jogja jadi ada yang harus diurus disana. Dia gak cerita?"

Jogja?

Bukannya... Singapur?

Tanganku yang tersembunyi di bawah meja mulai saling meremas. Dan isi kepalaku mendadak kosong. Ada bom atom yang jatuh dan memporak porandakan kinerja otakku.

"Ren?"

"Ah... iya, gua bingung aja harus menghubungi Sammy dari mana, khawatir banget soalnya." Entah bagaimana wajahku sekarang, aku harap Dino tidak peka dengan perubahan wajahku.

"Ehm, gimana kalo loe telpon hotelnya aja. Kebetulan gua tahu dia nginap dimana."

"Thanks!"

===========

Aku langsung pulang setelah makan siang. Walaupun tidak satu sendok pun makanan yang masuk ke perutku. Tiba-tiba aku tidak lapar, dan malas rasanya kembali ke kantor karena pasti hanya akan memperburuk suasana.

Aku tak merasakan apapun. Tidak juga menangis. Aku hampir mirip robot sejak keluar dari restoran. Menyalakan mobil dan pergi, berhenti saat lampu merah atau ketika macet, tak ada keluhan sedikitpun. Bahkan otakku tak terisi oleh kata-kata kasar, makian, atau apapun namanya seperti biasa bila aku sedang lelah tapi jalanan tak bersahabat.

Walaupun aku tahu aku tidak baik-baik saja, tapi aku tak bisa mengeluarkannya dengan tangisan. Mengambang, terasa seperti itu. Tidak jelas bagaimana. Tanpa berganti pakaian, aku merebahkan diri di tempat tidur. Memeluk erat gulingku, dan menikmati detak jantung yang masih berpacu lebih cepat dari biasanya.

Kata 'Jogja' berkali-kali terulang seperti kaset rusak. Dan aku tidak tahu harus percaya atau tidak. Ternyata seperti ini rasanya dibodohi oleh pacar sendiri.

============

Last Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang