[51] : Mungkin Ini Lebih dari Sekedar Brengsek

1.6K 108 1
                                    

"Bae... kamu kok tegang gitu sih? Nervous ya mau ketemu calon mertua." Ryo menyunggingkan senyumnya dan tak berhenti memain-mainkan poni baruku.

Daripada gugup, aku lebih memilih kata bingung. Aku tidak tahu apa yang sekarang kulakukan adalah benar.

"Tenang... kamu udah cantik kok. Dan mama aku gak bakal makan kamu."candanya lagi, yang kujawab hanya dengan ulasan senyum.

Kami akhirnya sampai di restoran di salah satu hotel. Aku berusaha mengalihkan kegugupanku dengan menggegam handbag lebih erat.

"Mah, pah!"

Dua orang paruh baya menoleh, dan aku berusaha menunjukkan sikap ramahku. Tante Amelia,maminya Ryo, sekarang menatapku seperti aku makhluk eksperimen langka. Dari atas ke bawah tanpa berkedip. Sedangkan sang papi hanya berdehem.

"Ini Renata yang aku ceritakan ma, cantik kan? Ren, ini mam dan papi aku."

"Saya Renata. Saya senang tante sama om datang kesini hanya ingin bertemu dengan saya."

"Sebenarnya kami kemari ada urusan bisnis, yah sekalian lah." Jawab mami Ryo sambil menyesap minumannya.

"Sudah lama, kalian saling kenal?" Kali ini papi Ryo yang bersuara.

"Hampir satu tahun pah." Ryo dengan cepat menggantikan aku untuk menjawab.

"Kakak kamu sudah kenal Renata Yo?"

Ryo sedikit gelagapan saat maminya melontarkan pertanyaan itu. Aku sendiri tidak tahu menahu tentang kakak Ryo. Pria ini belum bercerita jauh tentang keluarganya.

"Aku belum sempat ke Singapur mih!"

Tidak lama kemudian perdebatan terjadi antara Ryo dan sang mami, tentang sang kakak yang aku tidak tahu seperti apa dia. Dari yang kudengar, kakak Ryo sedang sakit dan sedang melakukan perawatan di Singapur. Tapi, herannya dari mereka bertiga sepertinya tidak tahu bagaimana keadaan sang kakak sekarang.

Dasar orang kaya, semuanya hanya uang yang bermain.

Tidak ada tiga puluh menit pertemuan ini selesai. Tante Amelia tidak ingin repot-repot memelukku sebagai tanda perpisahan selayaknya seorang calon mertua kepada menantu, hanya papinya saja yang sempat menyalamiku. Aku tidak perlu bertanya-tanya apa mereka menerimaku, karena jawabannya pasti sudah jelas. Namun, entah mengapa perasaanku sedikit ringan.

"Bae, kamu kan udah ketemu orang tua aku. Jadi kapan kita nemuin orang tua kamu?"

Dan rasanya aku kembali terserang badai.

=============

Lisa melambaikan tangan sesaat setelah melewati pintu resto. Kami tidak sengaja bertatapan muka, dan dari yang terlihat aura kebahagian Lisa sedang terpancar.

"Gila bokkk gue gak nyangka bakal ditraktir di resto no. 1 se-Jakarta. Kalo loe jadi nikah, sering-sering ya nek!"

Aku menyempatkan diri menyesap minuman terlebih dulu sebelum menghela napas, mendengar penuturan Lisa membuat kupingku gatal.

"Gue gak yakin?"

Lisa segera mengangkat wajah dari buku menu, "maksud loe?"

"Kayaknya gak semudah yang gue bayangin deh Lis."

"Ya emang gak mudah. Loe harus mempersiapkan tetek bengek, mulai dari pemberkatan, resepsi, tamu undangan, ketringan --,"

"Maksud gue bukan itu. Tadi gue baru aja ketemu ama ortunya Ryo, dan mamanya... ya gitu deh!"

Lisa mengerutkan kening. "Mamanya gak ngerestuin?"

"Gue gak tahu persis. Mungkin sih!" Aku mengangkat bahu.

Last Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang