[2]: Bleeding Love

10.2K 421 17
                                    


Tak ada yang lebih menjengkel daripada terjebak di dalam rapat yang membosankan ini. Terjebak bak robot yang tak bisa teralih dari unsur-unsur presentasi lebih dari dua jam lamanya. Dua jam, bayangkan!

Sudah banyak hal yang kulakukan untuk menghilangkan suntuk. Mencoret-coret notebook misalnya, dan aku yakin pulpen ini hampir habis karena melakukan itu. Searah dari sudut mataku beberapa teman yang merasakan nasib yang sama. Bahkan, Arga sepertinya tak kuat lagi menahan kantuknya.

Ponsel di saku blazer tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan dari Lisa.

Lisa : Ren, lu udah dijalan? Pesenin tempat dulu gih di resto biasa. Macet gila nih!

Ampun deh! Kulirik jam yang entah keberapa kalinya, dua belas kurang sedikit.

Aku : Masih meeting mamih!

Perasaan dongkolku menjadi-jadi. Tidak peduli itu bu Rusti atau pak Danang yang berceloteh, rasanya aku ingin memberi intruksi bahwa kami makhluk hidup juga butuh makan, bukan hanya bercocok tanam. Tidak beberapa lama ponselku bergetar lagi, aku yakin ini balasan dari Lisa yang berisi sumpah serapah pada kantorku setiap kali tempat ini mengganggu pertemuan kami. Aku memutuskan untuk tidak membukanya, namun beberapa saat kemudian ponselku terus bergetar tak bisa diam. Sedikit terpaksa aku segera menekan tombol power, mematikan benda pintar itu.

.
.

Jam dua belas lebih sepuluh, bu Rusti akhirnya menutup rapat sialan ini. tak menunggu waktu lama buatku untuk ngacir ke kubikel, mengambil tas dan berjalan lebih cepat kearah lift.

"Ren... Ren... Rennn... tunggu!" Ryo, salah satu juniorku yang tak beradab karena tidak mau memanggil namaku dengan embel-embel 'mbak', menyerobot masuk dengan tergesa.

"Mau kemana lu yok?"

"Lah, lu sendiri mau kemana? Gua mah ikut aja senior makan," katanya santai dengan menyeringai padaku.

"Ye, enak aja. Emang gua mak lu!"

"Gua cuma ngikut lu makan dimana gitu." Ryo menyandarkan diri sudut lift dengan mata tak teralih padaku. Sialnya, kami hanya berdua jadi dia cukup leluasa untuk memperhatikanku lebih dekat.

Ucapan Sammy beberapa hari lalu terbayang kembali. Dari cara dia mandang kamu, aku tahu dia punya perasaan buat kamu!

"Kenapa lu ngeliatin gua kayak gitu?" Tanyaku jengah dan sedikit takut.

"Gak papa, cuma mengagumi kecantikan senior gua aja," lagi-lagi Ryo terlihat sangat santai mengungkapkannya.

"Dan.... Gimana soal kemarin Ren, kata-kata gua waktu di mobil?"

"Gak lucu Ryo," tegasku tanpa menatapnya. Sekali lagi ucapan Sammy tentang Ryo yang menyukaiku membuat bising seperti nyamuk, mengganggu.

Kemarin malam ketika kami pulang dari kantor klien yang ada di Bogor-ini sungguh diluar kendaliku. Untuk sekali lagi aku dan Ryo satu team, dan ini berita yang buruk bila Sammy sampai tahu. Dan, tadi malam tepat setelah ia berhenti di depan pelataran gedung apartemen, kata-kata ajaib Ryo langsung membuat aku yang sedang menghisap chimory tersedak hingga batuk-batuk.

Ren, aku suka kamu. Gimana kalo kita parteneran seumur hidup.

Waktu itu aku hanya melonggo, benar-benar hilang fokus. Ryo nembak aku seperti Arga atau Lulu yang sedang mengajak makan siang! Dasar bocah edan, tentu saja aku pikir itu hanya salah satu candaan dia.

Hanya saja sekarang...

Ryo meringsut ke arahku, menyentuh bahu dan berbisik, "Emang ada pernyataan cinta yang lucu, Ren?" suaranya halus tapi mampu membuat bulu kudukku meremang. Secara reflek aku mengenggam tali tas lebih erat. Kalau-kalau dia mungkin bersikap kurang ajar.

Last Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang