Membuka tirai pagi ini seakan menumpas dahaga, lega. Matahari yang akhir-akhir ini selalu dikungkung awan kelabu, sedikit memberontak. Sejak dua puluh menit yang lalu aku sudah tak sabar menyerap hangatnya. Kadang meski penikmat hujan, aku tetap merindukan matahari.
Masih dengan balutan bathrobe dan handuk di atas kepala aku melangkah pelan menuju balkon, dan untuk kesekian kalinya bersyukur sudah memilih apartemen ini. Diafragma-ku tertarik, menangkap udara yang masih bercampur dengan rasa dingin dari sisa hujan semalam.
Sembari bersandar pada pagar balkon, aku membuka history chat bersama Bara semalam. Mau tak mau aku tertawa lagi membaca pesan-pesan pria itu. Kesintingannya menemaniku yang-sekali lagi-sulit tidur malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love (END)
General FictionWaktu adalah hal yang tidak bisa kau ukur. Tak bisa kau terka... Aku disiksa setiap malam oleh waktu. Dia menunjukkan satu hal yang tak bisa kukira awal dan akhirnya... Pria itu datang dan pergi seperti aku rumah peristirahatan yang kosong. taman te...