[11] : I know you are trouble

4.1K 235 2
                                    

  Aku membuka mata perlahan dan yang kusadari pertama kali adalah kamarku yang gelap. Aku mendongak lama pada langit-langit, hanya menatap lampu yang menggantung, tanpa memikirkan apapun. Sejurus kemudian sebuah klip pendek muncul, dimana aku terbangun dari sofa di suatu tempat, yang aku tidak yakin dimana, lalu  mencegat taksi yang membawaku pulang, melewati lorong-lorong dan masuk ke apartemen dengan sedikit kesulitan membuka pintu.

Aku mendesah, menyesal karena terlalu mabuk semalam. Untung saja tak ada yang aneh dengan pakaianku sejak bangun di tempat antah berantah itu—dengan kata lain,  aku sudah selamat setelah ambruk di sembarang tempat. Sedikit malas aku bangkit, menahan rasa pening di kepala dan berjalan ke kamar mandi. Didepan cermin terlihat jelas betapa mengerikannya wajahku sekarang. Mata yang terlihat menghitam, hasil dari mascara, dan juga bengkak. Rambut yang semrawut berbau minuman keras dan asap rokok. Sekali lagi aku menyesali akibat tak bisa mengendalikan diri dari godaan alkohol.

Selesai menyiram seluruh tubuh ku di bawah shower, dan memakai seragam tidur yang sudah buluk, perhatian ku beralih pada ponsel yang baterainya tinggal beberapa persen saja.  Seraya memasangnya ke soket charge, aku membuka satu persatu pesan yang lebih banyak dari Lisa dan Claudy yang mengkhawatirkanku. Delapan panggilan tak terjawab dari Sammy yang langsungku delete dan empat panggilan dari para besties yang kubiarkan saja.
Jam ternyata baru pukul empat sore lewat sedikit. Kubuka seluruh tirai menutupi pintu balkon, menjadikan kamar ini diterangi matahari sore. Kakiku melangkah pelan kearah pagar teralis dan duduk bersandar dibawahnya.

Ingatan kedua yang muncul di kepalaku adalah Bram. Tubuhnya yang tinggi menjulang, dibalut kemeja abu-abu berlengan panjang yang di lipat hingga lengan, tidak bisa hilang begitu saja dari otakku.

Mungkin akan terus menempel.

Gak nyangka ketemu kamu di tempat ini, surprise banget.

Aku baru sadar begitulah ekspresi terkejutnya; menampakkan senyum ramah, dengan kilatan mata penuh rasa penasaran. Disaat aku sendiri hampir terkena serangan jantung, dan berusaha bersandiwara. Mendapati orang yang pernah ada di masa lalu tiba-tiba hadir berstatus sebagai kakak pemilik acara, Rinda.

~Flashback on, 2009~

Aku menghentikan laju kursi roda ketika mendengar percakapan ibu dari dalam kamar tempat aku dirawat. Masih pukul tujuh pagi kurang sedikit sekembalinya aku dari taman rumah sakit untuk melepas lelah karena terlalu lama berbaring. Kata ibu, hampir dua minggu aku tidak sadarkan diri setelah tabrak lari sepulang dari ujian SBMPTN di Universitas Negeri Surabaya. Parahnya setelah kecelakaan itu separuh dari ingatanku hilang. Memori yang melekat hanya setelah kepergian papa. Tapi anehnya aku mengingat laki-laki yang saat ini berdiri kaku dihadapanku. Sorot mata rapuh dan penampilan yang berantakan mengundang tanda tanya besar di benakku.

"Mas B-Bram?" tanyaku hati-hati takut salah menyebutkan nama.

Wajah terkejutnya cukup menyakinkan kebenaran pikiranku. Aku bergerak mendekat, meneliti wajahnya yang tampak lebih kurus dari sebelumnya.

"Maaf, aku baru kemari. Kabar kamu gimana?"

"Aku baik." Jawabku sembari menatap ibu yang baru keluar dari kamar rawat. Wanita paruh baya itu terlihat sedikit khawatir, tapi hanya diam menatap kami.

"Mungkin setelah ini aku gak bisa datang lagi, aku kuliah di Jakarta sekarang."

Yang menari-nari di otakku tentang Bram adalah bahwa beberapa kali kami sering hang out bersama di Zangrandi atau menonton cowok itu main futsal di bersama teman-teman sekolahku. Dan ingatan terakhirku tentang dia adalah kami berada di acara ulang tahun seseorang teman—yang kurasa adalah temannya, aku tidak bisa mengingat setiap detil apa saja yang kami pernah lakukan atau sejauh apa hubungan kami saat itu.

Last Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang