Special Capther : Robby

1.7K 127 1
                                    

"Kok jadi tegang gini ya?" Lisa meletakkan ponselnya, setelah beberapa waktu sibuk dengan benda itu.

Sejak kami duduk dan memesan makanan, yang berarti sudah hampir lima menit berselang, aku dan pria di hadapku ini memang tak mengeluarkan  suara apapun. Lisa yang mendominasi pembicaraan, mulai dari saling memperkenalkan kami.

Dari cara pria ini menatapku. Kejut yang hadir di matanya, aku yakin alasan ia bergeming adalah aku. Aku orang yang dikenalnya.

Dan kecanggunganku kali ini ialah karena kombinasi yang tak nyaman diantara kami.

Aku menyesali keikut sertaanku malam ini.

"Duhhh, kok jadi canggung sih. Rob, loe kok diem aja? Loe juga Ren. Napa sih kalian?"

"Gak papa kok!"

"Nothing happen!"

Secara bersamaan aku dan pria itu menjawab. Dari balik bulu mataku, aku melihat ia yang sekilas memandangku, lalu segera menegak minumannya.

"Tempatnya cozy banget ya Rob, pinter deh loe milihnya. Suasananya gak bikin boring. Kenapa gua gak pernah kesini ya?"

"Kebetulan ini Resto temen gua!"

DEG.

Aku sedikit menjauhkan gelas yang cairan di dalamnya kusesap, berhenti sejenak sebelum lanjut kembali. Aku jelas mengenal 'teman' yang ia maksud.

"Oh ya... pantes aja loe bisa mudah dapet tempat. Gua kan pernah denger kalo tempat ini susah banget reservasi. Selalu fullbook." Lisa kembali berceloteh.

Akhirnya selama empat puluh menit, obralan hanya di dominasi dua orang, dan aku hanya seperti pelengkap diantara mereka. Entah harus bersyukur atau tidak. Karena walaupun aku terlihat tak memasuki lingkaran pembicaraan mereka, aku juga sesungguhnya tak siap bila pria ini tiba-tiba mengajakku bicara.

Aku bisa melihat setiap kali ia menoleh kearahku walau hanya persekian detik. Di matanya, ada banyak pertanyaan yang ingin terucap.

°°°

"... aku yakin kamu pasti suka. Lain kali aku harus bawa kamu kesana."

"Gua... em aku cuma pengen liat kebun bunga Tulip." Terangku,sesaat setelah kembali ke percakapan kami.

Sudah hampir 30 menit ponsel ini menempel di telinga. Hanya sesekali aku menyela atau menjawab apa yang Ryo katakan dan tanyakan. Tapi, tak satu pun menempel di otakku,semuanya lewat begitu saja. Karena kepala ini sibuk memikirkan hal lain.

Robby...

"Ren, kamu udah ngantuk?" Tanya Ryo disebrang sana. Sejenak aku merasa berdosa karena tak menghargai pria ini.

"Ehm... sedikit. Kamu kapan pulang Yo?"

"Kenapa? Udah kangen?"

"Ada yang ingin aku bicarain?" Aku berucap pelan.

"Apa? Penting? Kenapa gak sekarang aja?" Aku bisa membayangkan Ryo di sebarang sana sedang mengerutkan dahi.

"Ehmm...," aku mulai bimbang. Seberapa pantas ini di bicarakan melalui telepon? Atau sebaiknya menunggu Ryo pulang saja? Tapi, aku tak bisa menahannya lagi. "Yo, sebenarnya ada hubungan apa loe sama mas B-Bram?"

Helaan napas terdengar di sudut sana. "Keluarga kami dekat, bisa dibilang saling kenal."

"Dan... sejauh mana loe tahu masa lalu gua?"

Jeda yang panjang adalah jawabannya. Peganganku pada ponsel semakin erat. Dengan banyak pertanyaan yang menggantung di otakku. Kenapa berat sekali Ryo untuk menjawab? Apa dia tahu semuanya? Berarti dia tahu tentang...

Last Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang