#2 Sebenarnya? [Wonwoo POV]

1.9K 286 25
                                    

"Kau tidak ke agency?"

Aku menggeleng pelan sambil melihat-lihat isi kulkas Mingyu.

"Kenapa kau tidak pulang ke rumah?"

Aku kembali menggeleng pelan.

"Berhenti melihat-lihat isi kulkasku. Kau bisa langsung minta kalau ingin makan sesuatu."ucap Mingyu yang kini mendorongku menjauh dari kulkasnya.

"Aku ingin spaghetti."

"Ya, aku ini anak rantau. Jangan minta yang macam-macam! Ramyun?"

"Ramyun call!"

"Araseo." Lalu Mingyu segera mengambil beberapa bungkus ramyun dari lemari di dapur kecilnya.

"Kau tadi mengantar y/n pulang?"

"A~ah. Kau melihatnya."

"Dia mabuk lagi?"

Mingyu terdengar tertawa pelan. "Eung. Ulahmu tuh!"

Aku terdiam. Tanganku iseng memainkan tumpukan polaroid di meja belajar Mingyu. Sebenarnya aku ingin melihat-lihat fotonya, tapi aku tahu pasti isi fotonya pasti berisikan momen-momen Mingyu dan y/n yang ku lewatkan. Akhirnya aku memilih untuk memainkannya saja. Menyusunnya layaknya susunan kartu remi.

"Kenapa mendekatinya lagi?"

Aku menggeleng pelan. "Mollayo."

"Aish! Tidak bisa begitu, Jeon Wonwoo. Berhentilah kalau kau tidak serius."

Aku terdiam kembali. Bukan karena aku tidak ingin menanggapinya. Tapi aku juga masih tidak yakin dengan apa yang aku inginkan.

Begitu Mingyu selesai memasak ramyun-nya, aku segera menghampirinya ke pantry kecil. Keningku mengerut melihat mangkuk yang Mingyu berikan padaku.

"Darimana kau mendapatkan mangkuk ini?"tanyaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Darimana kau mendapatkan mangkuk ini?"tanyaku.

"Y/n. Wae?"

Y/n hmm? Aku menghela napas pelan. Aku masih ingat sekali dua tahun yang lalu, saat y/n ke Seoul kami menemukan mangkuk ini di salah satu toko kecil di Samcheongdong. Waktu itu y/n berjanji akan membelinya satu untukku dan satu untuknya.

Aku setengah tersenyum melihat kenyataan bahwa Mingyu yang kini memilikinya.

Kenapa ini terasa seperti jawaban bahwa apa yang terjadi dulu antara y/n, Mingyu, dan aku, memang belum selesai. Ah ottokhae, aku merasa kesal melihatnya!

"Wae? Kau mendadak jadi diam."

Aku menggeleng pelan. "Ani..."jawabku.

"Entah apa yang kau pikirkan. Tapi jangan bawa-bawa aku lagi ke dalam hubungan kalian berdua. Apa yang terjadi antara aku dan y/n sudah selesai dulu."

Sudah selesai? Entah mengapa aku tidak yakin dengan kata-kata Mingyu. Aku begitu tahu bagaimana Mingyu bukan orang yang gampang menyerah bukan? "Geunde–" ucapanku terhenti begitu melihat ponselku bergetar begitu keras.

DRRRT! DRRRT! DRRRT! Aku segera mengambil ponselku lalu melihat layarnya yang kedap-kedip, menandakan adanya telefon yang masuk. "Eh?"

Jenny Calling!

"Jamkanman" "Kau akan mengangkat telefonnya?"

"Eh?"

Mingyu yang memberikanku tatapan tidak suka membuatku berhenti sejenak. Kenapa dia menatapku seolah-olah aku melakukan suatu kesalahan yang besar? "Kenapa kau–"

"Apa kau bahkan benar-benar tahu alasan y/n begitu menghindarimu?"

Aku tertegun menatapnya. "Kenapa kau bertanya begitu?"

"Cih!" Mingyu merebut ponsel yang masih bergetar di tanganku. Klik! "Yeoboseyo. Mianhaeyo, tapi Wonwoo sedang sibuk. Bisakah kau tidak menghubunginya hari ini? Kalaupun ada orang yang harus didatanginya bukan kau tapi y/n. Ku harap kau bisa mengerti. Pyong!"

Bruk! Mingyu meletakkan ponselku sembarang di meja. Mataku masih menatapnya dengan begitu lebar, tidak percaya dengan apa yang barusan ia lakukan.

Mingyu kini kembali beralih padaku sambil bersandar santai di kursinya. "Tidakkah kau lihat kalau aku baru saja mengotori tanganku dengan ikut campur dengan masalah mu dan y/n?" Kini dia tampak setengah tertawa. "Aku tidak percaya kalau kau masih saja berhubungan dengan orang itu."

"Ng..." Aku tahu apa yang telah Jenny lakukan dulu menjadi salah satu sebab mengapa akhirnya hubunganku dan y/n berakhir. Tapi aku tidak tahu kalau apa yang dilakukannya harus membuatku tidak berhubungan lagi dengannya. "Tapi Jenny melakukannya karena ingin membantuku."

"Membantumu?" Mingyu tampak menggelengkan kepalanya. "Apa kau benar-benar tahu apa yang dia lakukan terhadapmu dan y/n?"

Benar-benar tahu? Memang ada yang aku tidak  tahu?

"Ya, Jeon Wonwoo, kita sudah begitu lama mengenal y/n dan begitu hapal dengan sifatnya yang begitu pemaaf seperti orang bodoh, sepertimu. Tapi apakah tidak aneh melihat dia begitu membencimu kini? Apa kau tidak mencoba berpikir? Apa kau benar-benar mencari tahu mengapa dia seperti itu? Apakah kalian benar-benar telah membicarakan semuanya?"

Ucapan Mingyu seperti mewakilkan apa yang ku renungkan akhir-akhir ini. Mengapa kini y/n menatapku dengan cara yang berbeda? Mengapa y/n bertingkah seolah tidak ingin mengenalku seumur hidup? Mengapa y/n begitu membenciku?

"Aaah, jinjja! Kenapa kau bodoh sekali, hah? Kenapa kau masih seperti ini Jeon Wonwoo? Kenapa kau masih tidak berubah?"

Brak! Mingyu kini berdiri dari tempatnya lalu menghampiriku. Dia tampak mengangkat kepalan tangannya. Apa yang ingin dia lakukan–SSET! Ia mengarahkannya tepat ke hadapanku. Namun kepalan tinjunya berhenti tak jauh dari batang hidungku. Begitu dekat hingga sempat membuatku tersentak di tempat.

Aku melihat matanya yang menatapku dengan begitu tajam. "Apa yang kau lakukan–" "Jangan memancingku, Jeon Wonwoo. Jangan buat aku menyesal sudah merelakan dia untukmu dua tahun yang lalu."

"Mingyu-ya–" "Jangan merasa hanya kau yang menderita dengan ini semua. Cobalah lihat mengapa dia begitu membencimu hingga dia membenci dirinya sendiri!"

Aku terdiam.

Apakah ada yang ku lewatkan?

Apa yang y/n tidak katakan padaku?

Apa yang sebenarnya terjadi?

"BERHENTI MENJADI ORANG BODOH JEON WONWOO!"

-- to be continued --

Akhirnya ku update juga huuu mian super lama😭 anywayyy ditunggu commentnya untuk chapter iniiii😚 entah kenapa nervous banget mau ngepublish chapter yang ini😂

Jangan lupa votenya jugaaaa juseyongggg uri readers💕 Love, Aemi.

Mianhae, Kajima! [SEVENTEEN IMAGINE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang