[1] First Sight

3.7K 248 10
                                    

Pagi di hari minggu seharusnya menjadi hari yang sempurna untuk bermalas-malasan setelah seminggu lembur kerja, bagi Mark tidak. Dia harus bangun lebih awal kali ini. Memaksa mata dan tubuhnya bekerja lagi di hari libur. Badannya yang tidak bersemangat hanya bisa berbaring di sofa ruang tengah apartemennya. Dia tidak bisa memejamkan matanya lagi karena suara-suara berisik yang berasal dari dua bocah kecil di depannya. Si kecil laki-laki yang sedang bergumam nyanyian pinguin kecil bernama pororo yang berada di televisi besar miliknya, dan celotehan tidak jelas dari batita perempuan yang dibiarkannya merangkak ke arah tas yang berisi mainan.

Hari minggu apartemennya tiba-tiba saja berubah menjadi daycare. Kakak laki-lakinya dan kakak iparnya sepakat menitipkan kedua kurcaci itu di rumahnya selagi mereka menghadiri acara dengan teman bisnis kakaknya. Jason 7 tahun, dan Grace yang belum genap setahun.

"Om, om, Jason pingin pipis," ujarnya menggoyang-goyangkan tubuh Mark.

Dengan malas si pria yang masih dengan rambut acak-acakan dan kaos tidur yang belum diganti dari semalam itu menuruti kemauan keponakan laki-lakinya. Padahal dia tahu Jason seharusnya sudah bisa ke kamar mandi sendiri tanpa bantuan orang dewasa. Tapi kenapa dia berubah jadi manja begini.

Setelah selesai Mark cukup dibuat shock sekembalinya dia mengantar Jason ke toilet. Ruang tengahnya bagaikan lautan mainan dan snack yang berantakan dimana-mana. Sedangkan Grace sedang memunguti snack berbentuk bulat yang sudah berhasil dia keluarkan dari plastiknya.

Mark hanya bisa menahan suaranya yang sebenarnya dia ingin teriak. Ini semua gara-gara kakaknya. Mereka berdua tidak mengatakan alasan mengapa kedua kurcaci ini harus dititipkan di apartemennya. Kakaknya bisa menitipkannya di rumah orang tua mereka yang punya banyak pelayan. Kakaknya juga punya uang lebih untuk menitipkan anaknya pada tempat daycare sungguhan atau menyewa seorang pengasuh.

Rumahnya seperti kapal pecah sekarang. Mark terus menggerutu sambil menyingkirkan remahan snack dari badan Grace karena kekacauan yang batita itu timbulkan. Kemudian meletakkannya pada daerah yang bersih dan menyuruh Jason agar mengawasi adiknya sampai Mark selesai membersihkan semua kekacauan itu.

Pukul sebelas siang, tidak terasa bagi Mark begitu cepat berlalu karena meladeni dua bersudara ini. Setelah membersihkan kekacauan yang dibuat oleh Grace, dia tidak bisa duduk dengan tenang. Keributan selanjutnya datang dari tangisan Grace yang rebutan mainan dengan Jason.

Oh tidak lagi.

Tangisan gadis kecil itu semakin keras karena kakaknya tidak mau menyerahkan mainannya. Mark menggendong Grace dengan sigap berusaha menenangkan si kecil Grace. Setelah tangisnya reda, sekarang saatnya membujuk Jason. Tapi tidak semudah itu membuat Jason menuruti kata-katanya, Mark harus melakukan segala cara termasuk menyogoknya dengan biskuit dan permen. Jason langsung saja melesat ke arah dapur, membuka lemari penyimpanan dan menemukan sebungkus biskuit kacang di sana.

Maafkan Mark, kakak ipar, ini demi ketenangan hidup di hari minggu.

Hari minggunya yang tenang tidak bisa dia dapatkan hari ini. Mark harus menjaga dua kurcaci ini sampai ayah dan ibunya menjemput mereka. Mulai dari memahami tangisan Grace yang ternyata dia haus, mengganti popok Grace, membuat wajah bodoh agar Grace tidak menangis, dan menuruti kemauan aneh-aneh Jason. Sudah cukup sekali ini saja, lain kali dia tidak mau dikerjai oleh kakaknya lagi.

Waktu makan siang tiba dan Mark harus membuatkan mereka sesuatu untuk makan siang. Dia meletakkan Grace pada baby stroller yang dipenuhi dengan mainan agar lebih mudah mengawasinya dari dapur. Setengah jam Mark berkutat dengan dapur dan akhirnya makan siang sudah siap. Laki-laki itu meletakkan Grace pada tempat duduk bayi, menunggu bubur risotto buatannya dingin.

Nobody But MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang