[25] Regret

744 117 5
                                    

Mark hanya memperhatikan wajah gusar Ko Eun. Gadis itu yang sedari tadi hanya diam di jok sampingnya dengan pandangan kosong. Mungkin mobil hitam Mark sudah terparkir tiga puluh menitan di halaman Columbarium, tapi keduanya masih belum ada niatan untuk turun.

Setelah kemarin Ko Eun menghabiskan air mata di depannya hampir semalaman, Mark memang berjanji akan mengantar Ko Eun ke Columbarium. Dia juga ingin bertemu ayah Ko Eun. Tapi memang tidak akan semudah yang dikatakan orang lain bagi Ko Eun, Mark sudah sangat paham. Dia tidak bisa memaksa Ko Eun meskipun hanya kurang selangkah lagi mereka bisa masuk ke ruangan dimana abu-abu orang yang sudah meninggal di simpan.

Mark meraih jemari Ko Eun yang dingin, mengusapnya sebentar seolah memberinya kekuatan. Ko Eun menoleh padanya, dan dia hanya bisa menyunggingkan senyuman.

"Jika kau tidak ingin masuk ke dalam, aku tidak akan memaksa dan kita bisa pulang, Eun," begitu kata Mark.

Ko Eun mengeratkan pegangan tangan Mark. Terdengar suara nafas berat darinya, "aku akan pergi ke dalam."

Setelah beberapa kali bertanya, Mark akhirnya turun dan membukakan pintu mobil untuk Ko Eun. Bukan tanpa alasan dia bertanya menyakinkan lagi dan lagi, Mark hanya khawatir gadis itu tidak siap untuk masuk ke dalam.

Mereka akhirnya melangkah masuk ke dalam gedung besar bercat putih yang dikelilingi taman hijau itu. Sebenarnya dari depan tidak tampak seperti Columbarium, lebih mirip ballroom. Ada beberapa bagian pada bangunan Columbarium, saat pertama kali masuk ke dalam akan ada Memory Hall yang di sepanjang dindingnya tertulis nama-nama yang sudah dikremasi di sana. Kemudian mereka akan melewati lorong yang akan berujung pada sebuah ruangan yang terbagi beberapa blok dengan lemari kaca dan guci-guci keramik di dalamnya.

Dengan bantuan seorang penjaga Columbarium, Mark dan Ko Eun sampai di depan lemari kaca milik ayah Ko Eun. Ada foto ayahnya di sebelah guci keramik berwarna gading, juga bunga mawar putih yang tampak masih baru. Mungkin barusan ada kerabatnya yang berkunjung juga.

Ko Eun masih menggenggam tangan Mark erat saat laki-laki itu meletakkan buket bunga di sebelah guci. Mata cantiknya kini mulai berair lagi, dan sesaat kemudian terdengar isakan pelan. Rasa menyesal itu mulai muncul lagi membuat hatinya semakin terasa sesak.

"Kau tahu kenapa aku bilang akan sulit merelakan dia pergi? Aku punya banyak dosa yang bahkan belum sempat dia maafkan."

Mark hanya diam dan mendengarkan Ko Eun yang bicara sambil menahan tangisnya. Suara gadis itu bergetar, sedangkan air matanya tidak bisa dibendung lagi.

"Selama mengenalku kau tidak tahu kalau aku ini bukan orang yang baik, aku hanyalah gadis pembangkang. Orang tuaku sudah menyusun rencana pendidikan yang terbaik agar aku bisa hidup tanpa perlu bersusah payah. Mereka sengaja membuatkan aku jalan yang lebih mudah.

"Ayahku ingin aku jadi Sarjana Ekonomi sehingga bisa meneruskan jabatannya di perusahaan. Sedangkan egoku berkata tidak. Kami berdebat panjang karena mereka benar-benar menentang kalau aku kuliah kedokteran dengan alasan yang tidak jelas menurutku. Mulai dari sana aku berjanji akan menjalani hidupku sendiri. Aku pergi dari rumah, dan mengandalkan beasiswa yang mati-matian aku dapat demi bisa jadi dokter."

Mark agak terkejut dengan cerita Ko Eun. Ya, ternyata tidak semuanya dia ketahui. Gadis itu bahkan punya hidup yang lebih rumit dari bayangannya. Mata Ko Eun masih menatap lurus guci gading itu.

"Dan semua sekarang tampak sia-sia, Mark. Title dokter di depan namaku tidak ada artinya. Aku tidak bisa melakukan apapun saat dia sekarat. Sampai detik ini aku sangat menyesal, dia bahkan tak pernah mendengarkan aku minta maaf karena telah egois."

Air mata gadis itu mulai menganak sungai. Mark hanya bisa membawanya pada pelukannya, mengusap puncak kepala Ko Eun, dan membiarkan Ko Eun terisak di dadanya. Ya, hanya itu yang dapat dia berikan sekarang. Jujur saja hatinya ikut terluka setelah melihat Ko Eun yang biasanya tampak kuat seperti karang, tapi tetap saja dia adalah gadis yang rapuh.

"Ini semua sudah rencana yang di atas. Tidak, kau tidak salah, Eun," ujarnya sambil mengecup pelan puncak kepala Ko Eun.

*

*

*

*

Dahyun mencengkeram erat roda kemudi di depannya. Mata almondnya menatap lurus pemandangan taman depan Columbarium yang di penuhi dengan bunga dan tanaman hijau. Dia masih berusaha mengatur nafasnya.

Dadanya terasa begitu sesak. Perasaan yang saat ini dia rasakan bahkan lebih sulit untuk dikendalikan saking sakitnya.

Dia ingin memberikan penghormatan terakhir untuk ayah Ko Eun sebagai rekan kerjanya karena kemarin dia tidak bisa datang bersama teman-temannya ke upacara kremasi karena ada operasi cito. Dan dia berinisiatif sendiri datang ke sini. Dengan bantuan seorang staff yang menunjukkan tempat dimana guci ayah Ko Eun terletak, dia akhirnya masuk Columbarium tanpa ada firasat apa-apa. Tapi langkahnya berhenti beberapa meter dari lemari yang dimaksud oleh penjaga tadi.

Ada sesuatu yang membuat hatinya seperti tersayat hingga nyerinya tidak bisa dia tahan lagi. Beberapa saat Dahyun hanya membatu, melihat punggung dua orang yang sangat dia kenal dari kejauhan. Hatinya semakin sakit saat melihat Mark memeluk Ko Eun erat, membawa gadis itu pada dada bidangnya untuk meredam isak tangis Ko Eun.

Dahyun tidak kuat melihat semuanya. Hingga akhirnya dia hanya bisa berbalik kembali dan duduk terdiam di belakang kemudi entah sudah berapa lama.

Dia sudah melihat ini kebersamaan Mark dan Ko Eun cukup sering, tapi kali ini yang paling menyakitkan. Dia sudah memperhatikan ini sejak lama. Perlakuan Mark yang berbeda pada Ko Eun yang bahkan tidak pernah dia berikan pada Dahyun yang terhitung lebih lama bersama Mark. Dia tahu sudah tidak ada tempat lagi untuknya. Sorot mata Mark yang bilang kalau laki-laki itu memang benar-benar menyanyangi Ko Eun dengan tulus. Dan itu membuatnya semakin sesak.

Dahyun sadar tapi dia menolak untuk mengakuinya.

*

*

*

*

Halo, malem minggu wkwkwk
Saya lagi agak sibuk beberapa hari ini, jadi mau update suka lupa karena kena capek hahaha
Ehem, kayaknya Nobody but Me dua chapter lagi bakal saya habisin, tapi nggak tau besok saya bisa update atau mungkin lusa (semoga bisa besok soalnya saya juga ga sabar) 😂😂😂
Thanks for reading, happy satnite~ I love you ❤

Nobody But MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang