Ko Eun sadar dia masih menutup dirinya. Dia yang membuat dirinya sendiri tidak akan lagi terbuka dengan orang lain. Ko Eun juga sulit untuk mempercayai orang lain. Entah apa yang membuatnya begitu. Yang ada dipikirannya sekarang hanya bagaimana dia bisa bertahan hidup.
Dia seorang dokter, yang kata banyak orang adalah profesi paling menjanjikan yang diidamkan setiap orang tua untuk anaknya. Nyatanya tidak semudah itu. Ko Eun memang pintar, predikat mahasiswa terbaik sudah puas dia rasakan tiga tahun berturut-turut sebelum lulus. Dia juga lulus internship lebih cepat disaat para seniornya banyak yang molor. Dan dia diterima bekerja di Emergency Room Rumah Sakit segera setelah lulus itu adalah bonus.
Disaat orang-orang melihat hidupnya begitu mudah, padahal mereka tidak pernah tahu perjuangan dibalik itu semua. Ko Eun sudah melewati semuanya sendirian. Bagaimana sulitnya menjadi mahasiswa yang harus mempertahankan nilai demi beasiswa dan harus kerja sampingan untuk kebutuhan tambahan. Bagaimana depresinya dia menghadapi banyak pasien di Rumah Sakit dengan gaji dokter internship yang tidak banyak. Tapi dibalik itu semua hati nuraninya masih tetap sama, tujuannya dari awal tidak berubah.
Menjadi dokter bukan untuk gaji yang besar, bukan juga untuk dapat pujian. Ko Eun hanya ingin dipercaya orang lain disaat dirinya tidak bisa dengan mudah melakukan itu.
Sesimpel itu.
"Sunbae, sudah saatnya ganti shift," seorang laki-laki yang memakai seragam yang sama dengannya menepuk pundaknya.
Ko Eun mengangguk tapi tetap meneruskan melihat lembaran kecil kertas hasil pemeriksaan ECG* milik pasien baru dan menuliskannya pada lembar observasi di meja dokter dekat nurse station. Dia memberikan isyarat agar adik tingkatnya yang masih internship itu duluan saja karena Ko Eun belum menyelesaikan pekerjaannya.
Ko Eun memang sering menambah jam shiftnya. Entahlah, menurutnya tempat ini adalah rumah kedua baginya. Meskipun Emergency Room selalu dipenuhi dengan berbagai macam pasien, dia senang bekerja di sini.
Satu jam setelahnya barulah Ko Eun meletakkan bolpoinnya. Dia berjalan menuju ruang dokter jaga setelah berpamitan pada beberapa senior dan perawat di Emergency room.
"Ko Eun Sunbae, terima kasih. Sering-sering aja ya gini," kata seorang adik tingkatnya ketika ia berada di depan lemari loker untuk meletakkan jas dokternya dan buku yang sempat dia bawa ke Emergency room tadi.
"Dokter Ko, pacarmu baik ya. Sampaikan salamku padanya." Kali ini seorang teman perempuan yang seangkatan dengannya yang berkata.
Ko Eun tak mengerti apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan. Terima kasih untuk apa? Perasaan Ko Eun baru saja menyelesaikan shift di Emergency room dan dia tidak melakukan tindakan apapun satu jam setelah shiftnya berakhir.
"Dokter Son, apa maksudmu?"
"Hei, jangan malu-malu begitu. Kau ini punya pacar ganteng disembunyikan terus. Terima kasih ya kopinya, cukup membantu membuatku tetap terjaga sampai shiftku selesai," kata dokter Son Chaeyoung sambil melambaikan tangannya untuk melanjutkan tugasnya di Emergency room.
Dan, apa yang dia bilang tadi? Pacar? Ganteng? Ko Eun semakin tidak mengerti. Ko Eun membuka loker dan meletakkan bukunya di dalam loker. Kemudian dia berjalan menuju ruang kerja dokter jaga, dimana para dokter UGD biasanya berkumpul.
Dia membuka pintu dan cukup terkejut dengan seseorang yang sekarang sedang duduk dikelilingi beberapa teman dokternya. Si pria hanya menampakkan cengiran polos melihat wajah Ko Eun yang sedang terbengong di depan pintu.
"Hai, dokter Ko Eun."
Daebak.
Cengiran polos Mark Lee yang mendadak menjadi sangat menyebalkan baginya. Dia bahkan membuat beberapa teman perempuannya berteriak gemas hanya karena menyapanya. Apa-apaan ini sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody But Me
FanfictionBut I'll be selfish and I don't care. Cause I want you, I need you all for me. Now I don't want anybody thinking just maybe. Nobody but me. Mark Lee to dr. Ko Eun © chielicious, 2016