Ko Eun masih berusaha keras hidup seperti biasanya. Dia masih tetap dokter Ko Eun yang terlihat galak tapi kalem di Emergency room. Dokter Ko Eun yang hidupnya serba baik-baik saja. Namun, ada saat dimana dia harus memikirkan apa kata Sekretaris Kang dua minggu yang lalu. Sejak dia tahu kalau ayahnya sedang sakit, Ko Eun tidak bisa dengan nyaman.
Dia seorang dokter yang dituntut tidak boleh membawa masalah pribadi ke dalam pekerjaannya. Ini hal yang berat baginya. Ko Eun harus pintar-pintar meredamkan emosinya dan tetap berpikir dengan kepala dingin saat moodnya sedang tidak.baik.
Terkadang sibuknya pekerjaan di Emergency room membuatnya mudah melupakan kata-kata Sekretaris Kang, kadang justru membuatnya ingat bagaimana jika pasien yang ada di depannya ini adalah orang tuanya sendiri. Sesaat pikiran seperti itu membuatnya kacau. Kalau sudah begitu, Ko Eun akan menjauh perlahan mencari tempat untuk menenangkan diri.
Hari ini dia shift pagi. Harus bangun disaat semua mungkin masih sibuk bergelung di bawah selimut. Itu jadi hal yang biasa baginya. Ko Eun bangun pukul enam pagi kali ini, setengah jam lebih awal dari alarm yang dia setting semalam.
Setelah mandi dan rapi, dia pergi ke dapur dan mulai membuat sarapan. Dua potong roti isi dan secangkir kopi menjadi makanan pengganjal perutnya pagi ini. Ko Eun menyesap kopinya, menghirup dalam-dalam aroma kopi kesukaannya. Entah sejak kapan dia mulai kecanduan minum minuman berwarna hitam itu, baginya kopi bisa membuatnya lebih tenang.
Tepat pukul setengah delapan, Ko Eun sudah berangkat menuju Rumah Sakit. Suasana pagi ini lebih sejuk, pergantian musim panas ke musim gugur akan membuat udara lebih segar. Seperti biasa dia akan jalan kaki karena Rumah Sakit tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Karena Ko Eun tiba di ruangan lebih awal, pada akhirnya dia memilih untuk membaca buku Ilmu Patologi yang sengaja dia bawa dari lokernya. Pukul delapan lebih sepuluh menit, semua orang sudah berkumpul di ruang diskusi untuk morning report. Hampir setengah jam mereka membicarakan laporan pasien. Profesor Kim, dokter kepala Emergency room, yang duduk di ujung meja panjang mendengarkan dengan seksama setiap presentasi yang rekan-rekannya sampaikan.
Hingga pukul sembilan laporan terakhir dipresentasikan kepada Profesor Kim. Ko Eun berdoa dalam hati semoga pekerjaan mereka hari ini menjadi suatu kebaikan yang diberkahi Tuhan. Ini juga kebiasaannya setiap selesai morning report.
"Sebelum kalian kembali bekerja, aku akan mengumumkan sesuatu," Profesor Kim belum menutup pertemuan mereka.
Semua yang ada di ruangan diskusi mulai berisik memprotes pria tua itu karena menunda mereka untuk keluar ruangan. Ko Eun yang tetap berada di tempat duduknya menunggu apa yang akan disampaikan oleh dokter kepala Emergency room.
"Karena Dokter Yoon sebagai ketua tim kalian dipindahtugaskan ke lantai dua belas, hari ini aku akan mengenalkan ketua tim kalian yang baru."
Kemudian seseorang masuk ke dalam ruangan diskusi. Seorang wanita berambut panjang, cantik, dan terlihat pintar masuk ke dalam ruangan itu dengan senyuman manisnya. Wanita ini kurang lebih umurnya tidak jauh dari Ko Eun,mungkin terpaut dua atau satu tahun. Semua mata melihat ke arahnya. Aura yang berbeda bisa Ko Eun lihat dari caranya berpenampilan.
Tipikal perempuan perfeksionis.
Dia kemudian berdiri di sebelah Profesor Kim, dan memberi salam.
"Ini dokter Kim Dahyun, yang akan menjadi ketua tim kalian."
*
*
*

KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody But Me
FanfictionBut I'll be selfish and I don't care. Cause I want you, I need you all for me. Now I don't want anybody thinking just maybe. Nobody but me. Mark Lee to dr. Ko Eun © chielicious, 2016