Mark menyandarkan punggungnya pada sandaran jok mobilnya. Ia masih belum beranjak dari pelataran Rumah Sakit. Perasaannya masih harus diredam sedikit lagi, karena akan lebih berbahaya menyetir dengan keadaan yang kalut.
Ia masih berusaha mengatur napasnya, menjernihkan pikiran dan menata perasaannya yang berantakan seketika saat melihat Dahyun dihadapannya. Mark menarik napas dalam-dalam. Memijat keningnya yang tiba-tiba berdenyut ngilu. Tangannya merogoh saku celana hitam yang ia kenakan, dan menemukan ponsel hitam di sana. Saat membuka lockscreen, Mark menemukan beberapa notifikasi.
Empat kali missed call dari Donghyuk dan Sekretaris Yoon, yang pasti sedang mencarinya karena kabur dari kantor sejak siang. Sepuluh missed call dan beberapa pesan dari Ko Eun.
Ah, iya, Mark melupakan Ko Eun. Terakhir kali mereka berada di Emergency Room. Saat Ko Eun sibuk di nurse station, Mark malah pergi menyeret Dahyun menjauh dari Emergency Room.
Begitu bodoh dirinya, bisa-bisanya sampai lupa.
Buru-buru ia menekan kontak nomor Ko Eun. Terdengar nada sambungan, tapi tidak ada yang mengangkat. Beberapa kali Mark melakukannya hingga dia frustasi sendiri. Kali ini Mark benar-benar merasa bersalah pada Ko Eun. Dia yang tadi memaksa Ko Eun untuk menemaninya keluar padahal hari ini harusnya gadis itu istirahat di rumah, tapi ia malah meninggalkannya sendirian tanpa pertanggung jawaban seperti ini.
Sekali lagi Mark berusaha menghubungi Ko Eun. Kalau dia tidak mau mengangkat telepon berarti Ko Eun sedang marah padanya. Mark masih menunggu berharap suara Ko Eun yang akan dia dengar pertama kali.
Masih tidak dijawab juga. Mark lalu melempar ponsel hitam itu ke atas dashboard, dan menyalakan mesin mobilnya. Kemudian dengan kecepatan tinggi melesatkan mobil itu keluar pelataran Rumah Sakit.
Setelah menghentikan mesin mobilnya di area parkir Nine Building, Mark membanting pintu mobil yang tidak bersalah itu, kemudian melangkah cepat menuju elevator. Ya, ide untuk datang ke apartemen Ko Eun terlintas setelah teleponnya beberapa kali tidak diangkat oleh Ko Eun. Mark mendadak jadi khawatir kalau Ko Eun benar-benar marah padanya.
Nafasnya terengah saat sampai di lorong yang menuju ke pintu rumah Ko Eun. Dan bertemu mata almond Lami yang sedang memperhatikannya heran. Gadis mahasiswa itu sedang berada di depan pintu rumahnya saat melihat Mark.
"Apa Ko Eun ada di rumah?" tanyanya sambil mengatur nafas.
Lami yang tidak mengerti kenapa Mark seperti orang yang baru dikejar sesuatu hanya mengendikkan bahunya. "Aku belum bertemu Kak Ko Eun hari ini, Kak. Barusan datang dari kampus."
Ah, iya, gadis itu masih menenteng tas ranselnya saat ini. Kemudian Lami pamit masuk setelah menyarankan Mark menelepon Ko Eun dan mengecek sendiri di apartemen Ko Eun.
Beberapa kali bel intercom itu dia tekan, tapi tidak ada respon dari pemilik rumah. Mark juga masih berusaha menghubungi Ko Eun. Dia hampir menyerah saat pintu abu-abu itu terbuka. Menampakkan wajah polos gadis berambut coklat berkuncir kuda yang dia cari sedari tadi.
Mark langsung menghaburkan tubuhnya ke pelukan Ko Eun. Sedangkan si gadis masih bingung dengan Mark yang tiba-tiba saja bersikap aneh.
"Kamu ini kenapa, Mark?" kata Ko Eun masih dalam pelukan Mark.
"Maafkan aku, Eun. Kalau kamu marah padaku, aku minta maaf."
Ko Eun tersenyum jahil. Dia tahu pasti Mark sedang merasa bersalah karena tadi meninggalkannya di Rumah Sakit. Ko Eun melepaskan pelukan Mark, dan menatap lekat-lekat wajah memelas laki-laki itu. Dia memang sempat jengkel sedikit tadi karena Mark tidak bertanggung jawab. Tapi melihat pemuda itu seperti ini Ko Eun jadi mengurungkan niatnya untuk mengerjai Mark dengan pura-pura ngambek.
"Eun, aku akan menuruti apapun yang kau inginkan, asal kau bisa memaafkan aku. Aku janji deh."
Ko Eun hanya menatapnya, tanpa memberikan jawaban. Ayolah, Mark jadi tidak enak pada Ko Eun kalau seperti ini.
"Kamu ganggu aku nonton Lee Min Ho aja ih," ucapnya sambil merengut.
Lho?
"Jadi, sudah tidak marah?" tanya Mark.
"Tadi kesal sedikit. Kau tidak tanggung jawab, batal beli gelato ice cream dan churros karena kau tiba-tiba menghilang, dan aku harus pulang sendirian jalan kaki."
Mark terkekeh, menggaruk kepalanya yang tidak gatal seperti orang bodoh yang baru saja dikerjai. Setidaknya dia lega Ko Eun tidak benar-benar marah padanya. Ko Eun bilang tadi memang dia sempat kesal pada Mark, karena Mark tidak menjawab telepon dan pesannya. Dan karena kesal Ko Eun mengubah ponselnya jadi mode silent, dan mulai menonton drama Lee Min Ho yang akhir-akhir ini sedang naik daun. Hingga dia lupa kalau ada yang menghubunginya berkali-kali.
Mark merasa khawatirnya hilang begitu saja. Ko Eun tidak benar-benar marah, dan setidaknya gadis itu tidak bertanya aneh-aneh tentang hubungannya dengan Dahyun.
Tidak untuk saat ini.
"Jadi, masih mau menebus kesalahan tidak?" Ko Eun membuyarkan pikirannya.
Mark malah mengacak-acak puncak kepala Ko Eun. Gadis itu melayangkan protes untuknya karena sudah membuat berantakan rambutnya. Dia kemudian mengangguk pelan, dan mendorong masuk tubuh kecil Ko Eun agar bersiap-siap.
"Iya, aku traktir gelato ice cream dan churros sampai kamu kenyang."
*
*
*
*
Halo, masih sebel sama Mark nggak? Haha ini saya kasih yang manis-manis lagi -meskipun kayaknya fail- 😂😂😂
Padahal estimasi awal nulis cerita ini bakal 20 chapter selesai, nyatanya udah 19 chapter masih gitu-gitu aja si Mark 😂😂😂
Yah apa boleh buat semoga nggak makin nyinetron ceritanya hiks
Thanks for reading~ saranghae 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody But Me
FanfictionBut I'll be selfish and I don't care. Cause I want you, I need you all for me. Now I don't want anybody thinking just maybe. Nobody but me. Mark Lee to dr. Ko Eun © chielicious, 2016