Donghyuk sedang menatap Mark serius dan penuh dengan rasa penasaran. Tatapan matanya menyelidik, dan tak mengalihkan sedikitpun ke arah lain selain wajah Mark untuk minta penjelasan. Sedangkan yang ditatap masih sibuk dengan dokumen di hadapannya. Membolak-balik dengan santai, dan menandatanganinya dengan gerakan slow motion.
Donghyuk sudah tidak tahan. Mark seperti tukang pemberi harapan palsu yang dengan santainya membiarkan dirinya seperti ingin mati penasaran. Mark akhirnya menutup map proposal yang dia periksa dan meletakkan bolpoinnya di atas meja.
"Kenapa dengan wajahmu?" katanya setelah mendapati wajah penasaran Donghyuk. Sahabatnya ini bahkan sudah memasang jurus andalannya puppy eyes yang membuat Mark geli melihatnya.
Donghyuk mengumpat dalam hati. Mark ini memang brengsek, sudah membuatnya merasa dikerjai sekarang. Padahal biasanya dia yang mengerjai Mark habis-habisan.
"About your plan yesterday, Mark," Donghyuk mulai bicara. Mark hanya mengangguk. Dia pikir sesuatu yang penting tentang perusahaan, atau proyek baru.
"Oh, itu."
"Iya, yang itu! So?"
Mark kembali membuka map lain, dan membolak-balik dengan tenang. Dia kemudian berkata dengan polosnya, "aku belum jadi nembak dia."
Kan, Mark memang brengsek sekali. Tukang PHP kelas kakap. Donghyuk bahkan sekarang merasa seperti sebal dan ingin nonjok muka Mark.
"Are you serious?" Mata Donghyuk melebar. "You totally dumb, Mark Lee!"
Tadi Donghyuk begitu penasaran dan super excited ingin mendengar penjelasannya, malah ia dikatai bego oleh Donghyuk. Mark hanya menggelengkan kepalanya heran.
Sekarang Donghyuk merasa segala usahanya sia-sia. Ayolah, dia pendukung nomor satu kalau Mark resmi dengan dokter Ko Eun. Dia juga yang memberi petuah pada Mark, dan meyakinkan Mark untuk segera menyelesaikan yang katanya sedang on the way hingga Mark bilang dia sudah mantap ingin menyatakan perasaannya. Setidaknya tidak ada lagi galau-galauan gagal move on karena ditinggal mantan pacar. Tapi, sekarang si oknum dengan santainya menjawab tidak jadi.
"Ini tidak segampang yang kita pikirkan, Hyuk," ujar Mark.
"Come on bro, bagian mana yang susah?" Donghyuk memprotes. "Aku sudah pernah melakukan ini pada pacarku, kupikir tidak sulit. Dan harusnya kau juga. Kau sudah pernah punya pacar, kau sudah pernah nembak perempuan. It's easy, you only need to confess. Selesai."
Mark malah terkekeh geli melihat tingkah kekanakan Donghyuk. Sahabatnya ini dengan hebohnya terus mendesak Mark. Dan sekarang ketika Mark tidak jadi menyatakan perasaannya pada Ko Eun, Donghyuk tidak kalah heboh seperti orang kalah taruhan bola.
"Kau tidak tahu betapa menderitanya aku, hingga memaki diriku sendiri karena tidak bisa mengatakan yang sudah aku siapkan dialognya dari rumah," jelas Mark.
Donghyuk mendecak, sahabatnya ini memang terlalu polos atau bagaimana sih. Tidak ada rasa penyesalan sedikitpun dari Mark karena gagal menyatakan perasaannya.
"Ah, itu hanya alasanmu saja."
Donghyuk kemudian meninggalkan tempat duduknya. Keluar dari ruangan Mark dengan gerutuan yang tidak ada habisnya. Mark tidak mengerti kenapa Donghyuk begitu kesal karena Mark tidak bisa mengungkapkan perasaannya pada Ko Eun. Nyatanya itu memang sulit. Jauh lebih sulit dari yang dia bayangkan.
Kalau saat pertama kali dia nembak perempuan, dia bisa dengan mudah melakukan itu tanpa harus susah payah mencari momen yang tepat dan langsung dijawab iya. Tapi tidak dengan sekarang. Lagipula itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Dan ini sangat berbeda. Ketika dengan Ko Eun, semuanya terasa lebih sulit. Mark harus berusaha lebih lagi untuk mendekati Ko Eun. Harus ada ekstra niat dari pertama kali dia ingin mengenalnya, hingga Ko Eun dan dia bisa berteman seperti sekarang.
Dan, dia mengakui kalau kemarin mungkin niatnya kurang kuat untuk menyatakan perasaannya pada Ko Eun. Mark menghela napas dalam, dan berpikir. Kalau Donghyuk mengatakan dia bodoh karena sudah melewatkan satu kesempatan berharga, Mark berharap kesempatan itu datang lagi kedua kalinya nanti.
*
*
*
*
Mereka sekarang sedang duduk berhadapan di sebuah meja di kafetaria Rumah Sakit. Ko Eun menyendekapkan lengannya di depan dada, menatap pria berjas hitam di depannya. Pria itu kemudian mengeluarkan dua amplop coklat seperti biasanya. Ko Eun menatapnya agak lama, tanpa menyentuhnya sedikitpun. Kini pandangannya beralih pada orang yang ada di depannya.
"Aku sudah bilang aku tidak membutuhkan semua itu, Sekretaris Kang. Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk berhenti mengejarku?"
"Maafkan saya nona," hanya kata itu saja yang keluar dari mulut pria itu.
Ah, iya Ko Eun lupa. Meskipun dia menyuruh Sekretaris Kang untuk berhenti, ada orang yang lebih berkuasa untuk menyuruhnya menemui Ko Eun lagi dan lagi. Tentu saja, orang itu yang memberi gaji Sekretaris Kang. Sedangkan dia tidak bisa melakukan apapun selain melarikan diri.
Jujur saja, Ko Eun sudah lelah. Dia lelah terus menghindar dan mencari tempat untuk sembunyi seperti seorang buronan. Dan tidak bisakah mereka membiarkannya hidup seperti yang dia mau?
Ko Eun menghela napas panjang, dia memang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. "Aku akan tetap menolak dua amplop itu. Aku harus kembali ke Emergency room."
Ko Eun bangkit dari kursi yang diduduki. Tapi belum sempat dia melangkahkan kakinya, tangan Sekretaris Kang menahannya.
"Kembalilah, Eun. Aku akan bicara sebagai Paman Hyunmo yang kau kenal sejak kecil, bukan sebagai orang suruhan ayah dan ibumu. Semuanya tidak seperti yang kau pikirkan."
Ko Eun masih terdiam di tempatnya. Tidak seperti yang dia pikirkan bagaimana maksudnya. Semua sudah jelas, dan ini sudah terlanjur terjadi. Tidak ada lagi yang bisa mengembalikan masa lalu yang sudah lewat dan memperbaikinya.
Pria itu kembali berkata, "kembalilah ke rumah, karena ayahmu sedang sakit."
Hatinya seperti tersayat sekarang. Mendengar kata terakhir Sekretaris Kang seperti ada ribuan paku yang menghujani dadanya. Dia ingin kembali, tapi dia benci untuk kembali ke sana. Lagipula dengan dia kembali, tidak akan merubah keadaan apapun di dalam keluarganya. Mereka akan tetap sama.
"Aku tidak bisa."
Kemudian langkahnya menjauh. Gadis itu tetap pada pendiriannya. Bahkan dia tidak menoleh sedikitpun setelah mengucapkan kata terakhirnya. Berkali-kali juga dia mengucapkan maaf dalam hatinya. Ko Eun keluar dari kafetaria dengan perasaan yang buruk lagi-lagi.
"Maafkan aku."
*
*
*
*
Short update guys, lovey dovey Mark Koeun pending dulu 😂😂
Happy sunday and happy reading, thank you so much 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody But Me
FanfictionBut I'll be selfish and I don't care. Cause I want you, I need you all for me. Now I don't want anybody thinking just maybe. Nobody but me. Mark Lee to dr. Ko Eun © chielicious, 2016