[22] Heartbreaking

884 140 14
                                    

Dahyun memandang Ko Eun dari kejauhan. Gadis yang dua tahun lebih muda darinya itu begitu bersemangat menjalankan tugas hari ini. Dia yang selalu datang lebih awal dari orang lain, juga pulang lebih lambat dari orang lain. Ko Eun yang selalu tidak rela kalau jam shiftnya berakhir.

Dahyun bisa melihat banyak kelebihan Ko Eun setelah dua bulan menjadi rekan kerjanya di Emergency room. Dia menemukan ketulusan pada Ko Eun. Dan dia suka senyuman ramah menenangkan yang selalu Ko Eun tampakkan pada pasien dan keluarganya.

Dahyun hanya bisa memandangnya dengan senyuman pahit. Gadis berambut coklat yang berkuncir kuda itu juga yang mungkin sudah mengambil hati Mark. Sejak pertama kali dia bertemu Mark di Emergency room bersama Ko Eun, Dahyun sudah tahu kalau mereka memang dekat. Entah bagaimana ceritanya, Dahyun belum bertanya lebih detil pada Ko Eun. Dahyun tahu Mark sering menunggui Ko Eun pulang dinas dan mereka pulang bersama. Dan juga beberapa kali Dahyun tidak sengaja mengikuti mereka yang sedang kencan berdua, seperti tempo hari saat mereka bertemu di coffee shop.

Hatinya sangat sakit saat itu. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan selain hanya melihat tawa bahagia mereka dengan tatapan nanar dari kejauhan. Sungguh ini terasa menyesakkan, hatinya seperti diremas-remas hingga terasa begitu nyeri. Diacuhkan oleh Mark sudah cukup membuatnya sakit hati dan menyesal, ditambah lagi dengan melihat Ko Eun yang lebih dipedulikan oleh Mark. Semakin besar saja rasa penyesalannya.

Jika dia tidak egois dua tahun yang lalu, mungkin Dahyun yang ada di posisi Ko Eun sekarang. Semuanya sudah terlambat, tidak ada yang bisa dia perbuat untuk kembali ke masa lalu dan memperbaikinya. Dia hanya bisa berusaha merubah masa depan sekarang.

Dahyun mengeratkan tangannya pada sebuah amplop coklat yang ada di tangannya. Dan melangkah yakin ke arah ruang dokter jaga.

"Kau sedang sibuk dokter Ko?" tanya Dahyun yang berdiri di samping Ko Eun yang tampaknya sedang fokus melihat hasil lab di layar komputer.

Ko Eun mendongakkan kepalanya, "ah, tidak, hanya memeriksa hasil lab pasien."

"Bolehkah aku bicara denganmu sebentar?" Ko Eun membalasnya dengan anggukan, dan menyeret kursi kosong di sebelahnya.

"Apa ada masalah yang serius dengan pasien yang aku tangani?"

"Tidak, jangan khawatir," jawab Dahyun. "Dokter Ko, aku baru saja mendapatkan proposal dari Profesor Kim dan Direktur Zhang untuk memilih salah satu residen yang akan direkomendasikan ikut program residensi di Tokyo University."

Ko Eun mulai mengernyitkan dahinya. Ya, dia penasaran kenapa Dahyun mengatakan itu padanya.

"Dan aku pikir dokter Ko yang pantas aku rekomendasikan."

Ko Eun tampak terkejut mendengar pernyataan Dahyun. Ayolah, masih ada orang lain yang lebih pintar darinya. Teman-temannya bahkan jauh lebih berbakat darinya, juga masih ada seniornya yang lebih pantas mendapatkan rekomendasi. Tapi, kenapa Dahyun harus memilihnya untuk di rekomendasikan.

"Aku? Sunbae tidak salah?"

Dahyun menggeleng, "kau pikir aku tidak tahu sepak terjangmu selama jadi mahasiswa kedokteran? Peraih gelar mahasiswa berprestasi selama tiga tahun berturut-turut, gadis cuek dan genius yang populer diangkatan kami."

"Tapi.."

"Ini kesempatan bagus, jangan kamu sia-siakan. Jangan takut, aku akan membantumu. Aku akan mengenalkanmu pada Profesor pembimbingku dulu agar LoA-mu segera ditanda tangani. Kau hanya perlu menyiapkan berkasnya dan menandatangani surat persetujuan ini."

Dahyun menyerahkan amplop coklat yang tadi ia bawa. Dia lalu beranjak dari tempat duduknya dan menepuk pelan pundak Ko Eun.

"Good luck!" ujarnya sambil tersenyum.

*

*

*

*


Ko Eun bergegas ke ruang ganti setelah jam shiftnya habis. Tidak biasanya, tapi kali ini ia merasa tidak enak pada Mark yang selalu menunggunya sedikit lebih lama. Bukan sedikit, tapi kadang satu jam lebih. Dan karena itu kali ini Ko Eun ingin lebih tepat waktu.

Setelah ganti baju, ia meletakkan jas putih serta mengambil tasnya di loker. Ko Eun langsung mengunci lemari itu setelah mengambil semua barangnya. Dengan senyuman lebar Ko Eun meninggalkan loker.

Dia menghentikan langkahnya di depan pintu toilet dan masuk ke dalam hanya untuk sekedar membenarkan kunciran rambutnya yang berantakan. Matanya memandang cermin setelah mengoleskan sedikit lipbalm ke bibirnya, kemudian tersenyum tanpa alasan.

Entah apa yang membuatnya begitu bersemangat. Dia seperti anak kecil yang kebanyakan makan permen dan coklat saja. Setelah selesai membenarkan rambutnya beberapa kali, Ko Eun keluar dari toilet. Dia takut terlalu lama, lagipula di luar sedang hujan. Kasihan Mark pasti kedinginan.

Dengan langkah agak cepat Ko Eun berjalan menuju lobi, tempat dimana Mark selalu menunggunya seperti biasa. Senyumannya kembali terkembang saat mata itu menangkap sosok tegap Mark yang berdiri di depan pintu kaca lobi depan Rumah Sakit sambil membawa payung di tangan kirinya. Tapi, senyum itu seketika hilang saat seseorang yang lain menghampiri Mark dan mengajaknya ngobrol.

Ko Eun menghentikan langkahnya. Beberapa saat dia hanya terdiam dan menatap punggung Mark dan Dahyun dari kejauhan. Ia tidak tahu apa yang sedang dia rasakan sekarang. Terlalu komplek rasanya untuk dijelaskan.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Menampakkan nama Sekretaris Kang pada layarnya. Rasanya sudah lama pria itu tidak menemuinya. Sepertinya memang ancamannya selama ini sudah didengar oleh ibunya. Tidak tahu berapa lama ibunya sudah jarang mengirimkan uang dan surat melalui Sekretaris Kang. Ko Eun tahu orang-orang itu pasti akan lelah dengan sendirinya untuk suatu hal yang sebenarnya percuma.

Ko Eun menekan tombol hijau di sebelah kiri. Kemudian yang dia dengar pertama kali adalah suara pria itu sedikit bergetar.

"Nona Ko Eun, maafkan aku tapi Tuan Ko sedang kritis. Ayah nona sekarang sedang dirawat di ICU."

Badannya terasa lemas. Ia merasa tidak punya tenaga untuk berdiri lagi. Tangannya bergetar menjatuhkan ponsel itu dari genggamannya. Juga kristal-kristal di sudut matanya yang jatuh begitu saja. Dengan susah payah dia bangkit dan berjalan kembali ke dalam Rumah Sakit.

"Mark, maafkan aku tidak bisa pulang denganmu," katanya di ujung sambungan telepon dengan suara bergetar menahan isaknya. Sedangkan lawan bicaranya terdengar khawatir karena Ko Eun tidak menjawab dan justru mematikan teleponnya tiba-tiba.

*

*

*

*

Ketemu lagi sama malem minggu hehe kebetulan di tempat saya lagi hujan, dan hujan biasanya gampang bikin orang baper haha
So, gaes sudahkah kalian baper karena chapter ini?
😂😂😂😂
Maafkan kalo cerita ini semakin kayak sinetron abal di tv, saya juga pingin cepet namatin biar ceritanya nggak semakin melebar dan nggak jelas arahnya 😭😭😭
Happy satnite. Thanks for reading ❤

Nobody But MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang