Mark baru saja datang, dan sedikit terkejut dengan apa yang dia lihat di meja makan. Berbagai macam makanan sudah ditata dengan rapi di sana. Dia lalu tertawa kecil. Ibunya selalu bertingkah berlebihan seperti ini.
Tadi sebelum dia meninggalkan kantor, Mark memang sempat menelpon ibunya. Dia bilang kalau sekarang sedang merindukan ibunya dan sepulang dari kantor akan mampir ke rumah. Paling tidak sekali dalam sebulan Mark akan pulang ke rumah orang tuanya. Bagaimanapun juga dia masih anak laki-laki bungsu kesayangan mama.
Mark berjalan memasuki dapur, daerah kekuasaan ibunya yang sekarang dipenuhi bau masakan. Wanita yang masih cantik di awal usia lanjut itu masih mengaduk sesuatu yang dia masak. Mark lalu memeluknya dari belakang, membuat ibunya terlonjak kaget dengan kelakuan anak laki-lakinya.
"Eh, kamu ini masih suka ngerjain orang. Datang itu salam dulu ke mama. Kebiasaan jelek jangan dibawa-bawa sampai dewasa, kamu sudah mau 30 tahun, Mark," omelan panjang ibunya yang menyambutnya. Justru ini yang sangat dia rindukan.
Semenjak memilih tinggal di apartemennya sendiri, tidak ada lagi yang akan mengomel setiap pagi karena bangun telat, atau pergi tanpa sarapan, dan pulang larut malam. Hidupnya memang lebih bebas, tapi sesekali memang dia ingin lagi diomeli seharian sama seperti saat masih SMA.
"Iya, mama yang paling cantik. Lagipula Mark baru 27 tahun, kurang lama ah 30 tahun."
Entah memang ibunya sudah hafal betul tingkah laku putra bungsunya yang memang agak sedikit bandel tapi manja itu, ibu Mark hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kemudian ibunya mendorong tubuh Mark untuk pergi ke meja makan.
Tidak lama kemudian ayahnya yang masih memakai kaos polo favoritnya datang ke meja makan. Mark dan pria itu lalu berbincang serius tentang perusahaan. Ayahnya memang sudah melepaskan jabatannya di perusahaan sepenuhnya untuk kakak laki-laki tertuanya dan dirinya. Beliau memutuskan pensiun dan menikmati masa tuanya di rumah, agar kedua anak laki-lakinya bisa memegang perusahaan yang sudah puluhan tahun dia pimpin.
Ibunya datang membawa semangkuk sup ayam kesukaan Mark. Mark senang masih bisa merasakan kebersamaan seperti ini meskipun kakaknya dan kakak iparnya serta kedua kurcaci keponakannya tidak ikut berkumpul. Mereka lalu memulai acara makan bersama. Mark sudah lama sekali tidak makan makanan rumahan buatan ibunya. Kesibukan bekerja membuat dia beberapa kali membatalkan untuk berkunjung ke rumah orang tuanya.
"Ma, nanti sisanya biar Mark bawa pulang, ya," ujarnya setelah selesai makan malam.
Ibunya menatap Mark heran. Tidak biasanya anak itu meminta dibawakan makanan sebelum pulang lagi ke apartemennya. Biasanya Mark malah menolak karena dia berkilah nanti tidak ada yang menghabiskan karena dia sendirian di apartemen. Tapi, cukup membuat wanita itu senang dan pada akhirnya menuruti kemauan Mark.
*
*
*
*
Hari ini Kamis yang lumayan lenggang di Emergency room. Hingga pukul empat sore hanya ada beberapa pasien saja yang masuk. Tidak banyak seperti kemarin-kemarin. Setidaknya Ko Eun bersyukur tidak banyak yang sakit hari ini, berarti Tuhan memberikan berkah kesehatan yang berlimpah pada orang-orang hari ini.Ko Eun sedang memeriksa hasil foto X-Ray di ruang kerja dokter jaga. Menyalakan laptop dan mulai mengetik sesuatu di dalamnya. Dia mulai serius sampai sebuah suara berhasil menganggunya.
Ting.
Sebuah pesan dari aplikasi chat masuk pada ponselnya. Satu pesan dari Mark. Sejak hari minggu kemarin Mark jadi semakin sering mengirimnya pesan, baik itu penting atau hal tidak penting seperti mengirimkan foto selfie yang satu layar isinya muka Mark semua. Dengan malas Ko Eun membuka lockscreen pada ponselnya. Kemudian menampakkan pesan panjang yang membuatnya mendecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody But Me
FanfictionBut I'll be selfish and I don't care. Cause I want you, I need you all for me. Now I don't want anybody thinking just maybe. Nobody but me. Mark Lee to dr. Ko Eun © chielicious, 2016