[4] Her Smile

1K 179 12
                                    

Senja di hari sabtu, Mark masih juga berkutat dengan tumpukan dokumen di meja kerjanya. Sebenarnya pikirannya sedang tidak tenang, membuatnya melambatkan gerakan tangannya memeriksa lembaran-lembaran laporan staff. Ekor matanya berkali-kali melirik ke arah ponsel hitam yang diletakkan tidak jauh dari tangannya.

Masih sepi. Tidak ada notifikasi sama sekali.

Mark kembali melanjutkan pekerjaannya. Banyaknya dokumen yang harus dia periksa, membuatnya harus lembur di hari sabtu dari pagi hingga sore. Baru beberapa menit, mata hazelnya kembali melirik ke arah ponselnya. Mark terdiam sejenak, hanya melihat layar gelap ponselnya.

Ting.

Tangannya dengan sigap meraih ponsel itu. Jemarinya langsung menekan ikon message yang muncul di status bar. Tapi beberapa saat wajah kecewa yang dia tunjukkan setelah melihat isi pesan itu. Sebuah pesan dari Sekretaris Yoon yang mengirimkan schedulenya untuk minggu depan. Ekspektasi terlalu tinggi, tidak seperti yang dia harapkan.

Mark meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. Dia mengerang sebal, dan melemparkan tubuhnya ke sandaran kursi. Kemudian dia mendengar suara ketukan pintu dan menampakkan Donghyuk dengan cengiran lebarnya seperti biasa.

"Ini dokumen terakhir hari ini," Donghyuk meletakkan satu bendel proposal di atas meja Mark.

Pria itu mau tak mau menegakkan tubuhnya. Wajah lesunya yang sangat jelas itu membuat Donghyuk semakin ingin menggoda Mark.

"Ya," balasnya malas. Kalau terus-terusan ada tambahan tugas seperti ini kapan dia bisa pulang cepat.

"Sabar ya bro. Aku pulang duluan, selamat malam minggu," Donghyuk dengan jahilnya menggoda Mark yang terjebak di antara dokumen kantor di malam minggu.

Mark tahu anak nakal itu pasti senang sekali melihatnya tidak bisa kabur seperti ini. Apalagi pesan dari Ko Eun yang sedari tadi ditunggunya tidak kunjung muncul. Jadilah, dia tidak ada alasan untuk kabur dari kantor.

Ya, dari tadi pagi sebenarnya Mark sudah mengirimkan banyak pesan pada Ko Eun. Dia selalu senyum-senyum sendiri tiap berhasil mengirimkan pesan teror pergi kencan pada Ko Eun. Dari tadi pagi dia yang paling terlihat excited. Tapi ekspektasinya terlalu tinggi sekali lagi. Ko Eun sepertinya tidak membaca pesannya. Tidak satupun balasan yang muncul di ponselnya. Mungkin sengaja, mungkin Ko Eun ngambek karena Mark baru saja mengirim pesan kencan pending sampai jam tujuh malam, atau mungkin juga dia sedang sibuk hingga tidak sempat melihat ponsel. Entahlah.

Semua pekerjaannya akhirnya selesai tepat pukul tujuh malam. Mark menghela nafas lega. Sesuai janjinya pada Ko Eun -yang meskipun sama sekali belum dibalas hingga sekarang, dia berusaha keras menyelesaikan semua pekerjaannya hari ini agar bisa selesai pukul tujuh. Setelah merapikan beberapa kertas yang tercecer di atas meja, Mark bangkit menuju pintu kantornya. Sambil menenteng jas hitam, dia merapikan lengan kemejanya yang sengaja dilinting ke atas tadi dan juga dasinya yang berantakan.

Mark sudah tidak perlu menunggu balasan pesannya pada Ko Eun, dan langsung melesatkan mobilnya menuju Rumah Sakit tempat kerja Ko Eun. Dia sudah tidak peduli lagi ramainya jalanan di sabtu malam, terus saja diterjangnya demi sampai lebih cepat. Beberapa kemacetan di perempatan jalan membuatnya mengumpat kesal, kalau begini terus dia akan tiba disana sedikit terlambat.

Setelah berhasil menerjang kemacetan dan sampai di pelataran Rumah Sakit, Mark segera turun dari mobil dan buru-buru masuk. Dia sudah terlambat satu jam, karena sekarang sudah pukul delapan malam. Salahkan jalanan yang ramai dan macet, harusnya dia bisa sampai hanya dengan dua puluh menit dari kantornya.

Mark kemudian masuk ke dalam Emergency room yang dia yakini pasti Ko Eun ada di sana. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, tapi gadis itu tidak berhasil dia temukan. Menurut informasi yang dia terima dari salah satu teman Ko Eun -yang berhasil dia modusi demi dapat jadwal dinas Ko Eun, harusnya Ko Eun hari ini shift dari pagi hingga pukul empat sore. Bisa jadi Ko Eun sudah pulang duluan dan tidak memberitahunya. Ah, ini gara-gara dia harus lembur dan telat di kencan pertama.

Mark tidak menyerah. Sekarang dia mendatangi nurse station yang berada di tengah ruangan. Terdapat beberapa orang yang seprofesi dengan Ko Eun dan juga para perawat.

"Permisi, apa kau melihat dokter Ko Eun?" tanya Mark pada seorang perawat laki-laki.

"Ah, dokter Ko Eun ada di operating room sejak pukul empat sore tadi. Ada pasien yang harus segera mendapatkan operasi darurat," jawabnya ramah.

"Kalau begitu, terima kasih."

Mark berjalan menjauh dari nurse station. Pantas saja Ko Eun tidak ada di sana, ternyata dia sedang menangani pasien di ruang operasi. Dan Ko Eun juga tidak mungkin bisa membuka ponsel dan membalas pesannya. Sudah bisa dipastikan kencannya gagal hari ini. Padahal Mark sudah merencanakan banyak hal.

"Oh, dokter Ko!"

Mark mendengar sebuah suara yang memanggil nama Ko Eun. Dia berdiri tidak jauh dari pintu keluar Emergency room sehingga dia masih bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana.

"Baru selesai?"

"Iya, empat jam hampir membuatku pingsan."

Mark melihat Ko Eun sekarang, masih dengan baju berwarna biru dan juga medical mask yang masih menggantung di lehernya. Mark yakin Ko Eun baru keluar dari ruang operasi.

"Bagaimana dengan pasiennya?"

"Berhasil diselamatkan. Perdarahannya cukup banyak, vital sign*nya sempat drop, sempat cardiac arrest* juga, tapi Tuhan masih menolongnya."

"Syukurlah. Selamat dokter Ko, kerja bagus."

"Terima kasih, Sunbae. Bukan hanya aku tapi tim kita. Aku senang bisa menyelamatkan nyawa orang lain, bukankah memang seharusnya begitu?"

Dan kedua wanita muda itu tertawa kecil. Meskipun dia tak tahu dengan istilah-istilah yang sedang mereka bicarakan, yang jelas Mark melihat wajah lega sekaligus bahagia terpancar pada Ko Eun. Mark juga melihat sangat jelas sebuah senyuman bangga tergambar di sana.

Melihat Ko Eun tersenyum, Mark juga ikut menarik ujung bibirnya membentuk lekukan tipis yang hampir tak terlihat. Ada sesuatu yang membuat perutnya tergelitik. Juga sesuatu yang membuat dadanya menghangat.

Dia tidak pernah melihat wanita setulus itu. Mungkin ini pertama kalinya.

*

*

*

*Vital sign: tanda-tanda vital yang sangat menentukan kondisi dari seseorang, pemeriksaan tanda vital (vital sign) meliputi pengukuran suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah, dan pernapasan.

*Cardiac arrest: hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak (henti jantung), bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association)

*

*

*

Short update, yorobeun~ Happy Monday morning~ 😂😂😂 Thank you for your vote and comment. 😘😘😘

Nobody But MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang