Pusaka 5

10.9K 116 2
                                    

Maka dia menyimpan kitab tersebut kedalam sakunya, kemudian baru berkata kepada sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san itu.

"Cianpwe berdua, besok boanpwe hendak meninggalkan bukit Kiu gi san untuk melacaki jejak musuh besarku, sebagai seorang anak yang berbakti, boanpwe merasa berkewajiban untuk membalaskan dendam bagi sakit hati orang tuaku, entah cianpwe berdua masih ada petunjuk apa yang hendak disampaikan?"

Sambil tertawa, Toa hi siu Khong Sian manggut-manggut, sahutnya:
"Bakti kepada orang tua memang merupakan soal utama yang paling penting, bila kau bisa berbakti kepada orang tua maka seluruh penjuru dunia dapat kau lewati, aku tahu kau polos dan jujur, hatimu penuh welas kasih dan mulia, dikemudian hari pasti berhasil, menciptakan suatu pekerjaan besar, tapi dunia persilatan amat berbahaya, maka berhati-hatilah dalam mencari kawan."

Baru selesai Toa gi siu Khong Sian berkata, Ji gi siu Khong Bong telah menyambung:
"Walaupun dewasa ini dunia persilatan diliputì oleh tabir iblis dan hawa sesat, suasana macam ini tak akan bisa bertahan lama, sejak dulu sampai sekarang, kejahatan tak pernah bisa menenangkan kebenaran, bagaimana pun brutalnya perbuatan kaum iblis dan manusia laknat, suatu ketika mereka pasti akan tertumpas habis. Berbuatlah kebajikan dan kemuliaan bagi umat manusia, mesti harus mendaki bukit golok, menyeberangi samudera api, walaupun harus menembusi sarang naga dan gua harimau, tapi perbuatanmu tidak menyalahi hukum alam dan suara hati, majulah pantang mundur, kendatipun akhirnya harus mati demi membela kebenaran, kau akan mati sebagai seorang pahlawan."

Dengan perasaan yang tulus Suma Thian yu menerima semua nasehat itu dengan hati yang bersungguh-sungguh, hingga kini dia baru me ngetahui sejelas-jelasnya watak dari sepasang kakek bodoh tersebut.

Diam-diam timbul perasaan kagum didalam hatinya, ia berpikir.
"Benar-benar terlalu agung, orang yang benar-benar cerdas memang mirip bodoh, mengapa aku tidak mempergunakan ucapan mereka sebagai pedoman hidupku?"

Setelah menyampaikan nasehatnya kepada Suma Thian yu, Sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san sama sekali tidak menantikan jawaban nya, mereka segera membalikkan badan dan berlalu dari situ, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka berdua sudah lenyap tak berbekas.

Memandang bayangan punggung kedua orang kakek itu, Suma Thian yu merasa seakan-akan kehilangan buah mutiara yang tak ternilai harganya dan merasa murung dan sedih.

Sekali lagi ia hidup menyendiri dialam semesta yang begini luas, sampai kapan keadaan seperti ini baru akan berakhir?

Sementara dia masih termenung, mendadak dari kejauhan sana terdengar suara pekikan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian.

Suma Thian yu merasa amat terperanjat setelah mendengar suara pekikan tersebut, dengan perasaan tertegun pikirnya:

"Heran, mengapa selama beberapa hari ini bukit kiu gi san jadi begini ramai? Satu rombongan baru lewat, rombongan lain menyusul datang, mungkinkah dibukit ini telah ditemukan suatu benda mestika ?"

Sementara dia masih termenung, suara pekikan tersebut sudah semakin mendekat, bahkan jumlahnya tidak hanya satu.

Suma Thian yu sudah terbiasa mendengar suara pekikan tersebut, dia acuh tak acuh, bahkan sambil berpaling dia memejamkan matanya seperti orang hendak tidur.

Tiba-tiba terlintas satu ingatan didalam benaknya, mengapa tidak mempergunakan kesempatan itu untuk memeriksa isi kitab pusaka palsu itu?

Berpikir demikian, dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan kertas tersebut dan dipegang dalam tangan.

Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras:
"Hei bocah muda, benda apakah yang sedang kau pegang itu?"

Sungguh tak disangka suara pekikan yang kedengarannya masih jauh tadi, tahu-tahu dihadapan mukanya telah melayang turun seorang kakek berusia tujuh puluh tahun, berperawakan tinggi besar, bercambang, bermata besar, beralis tebal dan bermulut lebar. Orang itu ber tampang menyeramkan sekali.

Kitab Pusaka - Wo Lung ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang