Pusaka 34 (Tamat)

9.9K 145 12
                                    

Dengan langkah yang seenaknya, Sin sian siangsu segera tampil kedalam arena, sebaliknya harimau angin hitam segera merasa terkesiap setelah mengetahui siapa lawan-nya.
Sin sian siangsu dengan lagaknya yang ketolol-tololan langsung menghampiri lawan-nya, lalu serunya sambil tertawa cekikikan:
"Kita berdua harus bergaul dengan lebih akrab lagi, tentu saja Lim tayhiap tidak menampik bukan?"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari arah lain telah berkumandang pula suara bentakan keras.
"Lim lote, silahkan mundur dulu. Serahkan saja setan tua ini kepadaku"

Sin sian siangsu segera berpaling, ternyata orang itu adalah musuh bebuyutannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun.
Tanpa terasa Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh...haaahh...haaahh...hey musuh bebuyutanku, nampaknya sebelum seorang diantara kita mampus, pertarungan diantara kita berdua tak pernah akan berakhir, hiiiih...hiiiihh...hari ini kita mesti bermain sampai puas"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram pula.
"Setan rudin, Koan jit peng adalah tempat untuk mengubur mayatmu, percuma banyak bicara, lihat kampak!"
Begitu selesai berkata, dia lantas mengayunkan kampaknya kedepan dengan jurus menyapu rata lima bukit, serangan tersebut langsung membacok kearah batok kepalanya.
Sin sian siangsu segera berteriak kesakitan sambil jeritnya:
"Aduuh mak, besar nian kampakmu!"
Dengan cekatan sekali dia menyelinap kesamping, memang benar, senjata yang di pergunakan kakek tujuh bisa Kwa Lun saat ini adalah sebuah kampak yang besar, panjang lagi berat.
Gagal dengan serangan yang pertama, kakek tujuh bisa segera melepaskan sebuah bacokan lagi kearah pinggang.
Sin sian siangsu segera merendahkan bahunya sambil menyelinap kebelakang, sebagai dua orang musuh bebuyutan, mereka sama-sama bergerak cepat dan jurus serangan pun seringkali ditujukan kebagian yang mematikan, hakekatnya semua ancaman merupakan serangan untuk beradu jiwa.
Pada mulanya Sin sian siangsu masih dapat bergerak santai dan sekehendak hati sendiri, malah disertai pula dengan senyuman dan ejekan, namun kemudian ia segera terjerumus dalam suatu pertempuran yang amat seru, terpaksa dia mesti mengeluarkan segenap ilmu simpanannya untuk bertarung melawan kakek tujuh bisa.
Dengan mengandalkan kampak raksasanya, dalam waktu singkat si kakek tujuh bisa telah berhasil menempati posisi diatas angin, dia selalu berada dipihak penyerang dan melancarkan serangannya dengan kekuatan yang luar biasa.
Hui im tongcu Gak Say bwee yang menjumpai peristiwa ini diam-diam mengucurkan keringat dingin karena menguatirkan keselamatan Sin sian siangsu, katanya kemudian kepada Siau yau kay:
"Saudara Wi, apakah kau ingin mencoba untuk melemaskan otot-ototmu?"
Siau yau kay segera menggeleng:
"Kekalahan sudah berada didepan mata Kwa Lun, kenapa aku mesti ikut kuatir?"
"Benarkah begitu? Aku justru kuatir kalau dia sampai menderita kalah....."
"Coba kau perhatikan, tidak sampai tiga gebrakan lagi Kwa lun sudah pasti akan keok!"
Hui im tongcu mengalihkan sorot matanya mengikuti jalan-nya pertarungan di tengah arena, betul juga, tiba-tiba saja terdengar Sin sian siangsu berseru sambil tertawa keras:
"Maaf, maaf...."

Semua orang segera menjumpai diatas dada dari kakek tujuh bisa telah bertambah dengan sejumlah lubang sebesar jari tangan, terbukti bahwa Sin sian siangsu berhasil mengungguli lawan-nya.
Sin sian siangsu adalah seorang tokoh silat kenamaan, begitu berhasil dengan serangan-nya, dia enggan mendesak lebih jauh, setelah memberi hormat dia pun membalik-kan badan dan mengundurkan diri.
Siapa tahu baru saja berjalan dua langkah, mendadak terdengar dari para jago dari golongan lurus berteriak keras:
"Hati-hati dengan belakangmu!"
Sin sian siangsu terkejut, ia segera merasakan desingan angin tajam menyambar tiba dari belakang, tergopoh-gopoh dia menghindar kesamping.
Siapa tahu gerakan itu toh masih terlambat setengah langkah, kakek tujuh bisa yang menyergap dari belakang dengan ayunan kampak raksasanya telah membacok secara telak.
Sin sian siangsu yang terbokong oleh serangan lawan hanya merasakan bahunya sakit bukan main sehingga merasuk ke tulang, cepat ia menghimpun tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian kedalam lengan kanan-nya bersamaan dengan terkena serangan lawan, dia melancarkan pula serangan kilat.
"Blaammm!"
Diiringi suara benturan keras, tiba-tiba saja terdengar kakek tujuh bisa mengerang kesakitan, perutnya robek dan isi perutnya segera berhamburan keluar, tewaslah iblis tersebut seketika.
Sin sian siangsu sendiripun segera mundur terhuyung dan roboh keatas tanah, darah segar mengucur keluar dengan deras dari bahu kirinya ditambah pula dia mesti menggunakan tenaga kelewat batas dalam seranggan-nya yang terakhir, maka begitu selesai menyerang, roboh pingsanlah si tukang ramal rudin ini.
Dengan demikian, pertarungan babak ini diakhiri dengan keadaan sama-sama terluka.
Siau yau kay segera melompat masuk ke dalam arena untuk menolong Sin sian siangsu, sedang pihak lawanpun muncul untuk menarik jenazah rekannya.
Setelah arena dibersihkan, Sam yap koay mo dan dan wanita seribu tahun Bwee ciang terjun ke arena dan menantang para jago bertarung.
Berdasarkan beberapa kali pertarungan yang berlangsung sebelumnya, bisa disimpulkan kalau taktik bertarung dari Kun lun indah Siau Wi goan sudah kehilangan bobotnya, persoalannya yaitu dia selalu mengutus orang lebih dulu untuk terjun ke arena, dengan begitu memberi kesempatan kepada Hui im tongcu untuk mengira-ngira dulu kekuatan lawan sebelum mengutus jago dari pihaknya.
Demikian pula keadaannya dengan pertarungan kali ini, setelah Sam yap koay mo dan ibiis perempuan seribu tahun terjun ke arena, Hui im Tongcu segera mempertimbangkan dulu kekuatan lawannya, setelah itu ia baru mengutus sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san untuk menghadapi pertarungan kali ini.

Kitab Pusaka - Wo Lung ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang