Pusaka 8

8.8K 102 1
                                    

Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah saling bertarung sepuluh gebrakan lebih, sepanjang pertarungan itu berlangsung, Suma Thian yu selalu mengalah dan berbelas kasihan dalam serang-serangannya, anehnya Bi hong siancu pun seakan-akan mempunyai pandangan yang sama, dia pun selalu berbelas kasihan didalam melancarkan serangannya.

Sekilas pandangan pertarungan yang berlangsung antara kedua orang itu tampaknya amat seru, padahal dalam hati masing-masing sudah ada perhitungannya, pertarungan mereka berlangsung amat santai dan tidak saling membahayakan jiwa masing-masing.

Lama-kelamaan kedua orang ada kalanya mereka berdua sempat bertanya-tanya sendiri, buat apa mereka berdua harus saling bertarung?

Akhirnya Bi hong siancu Wan Pek-lan yang tertawa merdu lebih dulu, pedang mestikanya diputar kencang menciptakan selapis hujan pedang yang tebal dan langsung mengancam jalan darah Tiong teng hiat dan Tham tiong kiat ditubuh lawan.
Ditengah pekikan nyaring gadis itu, Suma Thian yu tersadar pula dari lamunannya, tak terlukiskan rasa kagetnya melihat ujung pedang lawan tahu-tahu sudah berada didepan dada.

xx X xx

SI ANAK MUDA itu membentak nyaring, Pedang Kit hong kiamnya diputar untuk menangkis pedang lawan dengan jurus Sik poh thian keng (batu hancur langit terkejut), menggunakan kesempatan itu ia menerobos masuk kedepan dan menusuk jalan darah Tham tiong hiat dan tiong teng hiat si nona tersebut.

"Tidak sopan kalau suatu pemberian tidak dibalas dengan pemberian lain...!" serunya.

Berbareng dengan seruan itu, terdengar Bi hong siancu menjerit keras lalu mundur beberapa langkah dengan sempoyongan dan akhirnya roboh terkapar diatas tanah.

Menyaksikan kejadian itu, Suma Thian yu amat terkejut, buru-buru dia menyimpan pedangnya dan lari kesisi Bi hong siancu sambil tanyanya dengan gelisah:

"Nona Wan, apakah kau terluka?"

Bi hong siancu Wan Pek lan berdiam kaku seperti patung, sepasang matanya terpejam rapat-rapat, napasnya memburu dan kelihatan menderita sekali...

Suma Thian yu makin cemas setelah menyaksikan kejadian ini dengan perasaan bingung, buru-buru serunya:

"Nona Wan, nona Wan...'"

Melihat Wan Pek lan belum juga membuka matanya, dia tak dapat mengindahkan ucapan yang mengatakan "antara lelaki dan perempuan ada batas-batasnya lagi", dengan cepat dia melakukan pemeriksaan.

Tampak napasnya teratur, matanya terpejam rapat dan mukanya merah segar, walaupun sudah diperiksa sekian lama, tidak dijumpai gejala-gejala aneh dibalik denyutan nadi lawan, kesemuanya ini segera menimbulkan perasaan curiga dalam hatinya.

Padahal Bi hong siancu Wan Pek lan sama sekali tidak terluka, apa yang dilakukan sekarang tak lebih hanya berpura-pura belaka.

Berbicara yang sesungguhnya, maksud tujuan dan tindakan yang dilakukannya ini amat dalam selain hendak menyelesaikan pertarungan yang sama sekali tak berguna itu, diapun ingin mencari tahu sampai dimanakah watak dan perangai dari Suma thian yu.

Dengan sepasang mata setengah terpejam, diam-diam dia melirik dan mengikuti gerak-gerik Suma thian yu dengan seksama dari pagi hingga sekarang, kini ia baru berkesempatan untuk menyaksikan wajah Suma Thian yu dengan jelas.

Melihat tampangnya yang gagah dan ganteng, makin dilihat dia merasa makin tertarik, tanpa terasa pikirnya dalam hati:
"Aaah, mustahil dia tersangkut dalam peristiwa pembegalan barang kawalan, ooh Thian! Hal ini mustahil bisa terjadi! Ayah pasti telah salah menuduh orang baik!"

Berpikir sampai disitu, jantungnya serasa berdebar amat keras.

Pada waktu itulah dia merasa telapak tangan Suma Thian yu yang panas dan hangat telah ditempelkan diatas dadanya padahal sejak dewasa selain ibunya hampir tak pernah ada orang yang pernah menyentuh badanrya, apalagi meraba diatas sepasang payudaranya.

Kitab Pusaka - Wo Lung ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang