SEMENTARA ITU SI NONA TELAH melompat kesamping arena, sambil bercekak pinggang ia awasi Suma Thian yu dengan mata melotot besar.
Sementara Suma Thian yu masih terkejut bercampur keheranan, diiringi dua kali bentakan keras, tahu-tahu di tengah arena telah bertambah dengan dua manusia aneh.
Kedua orang itu mempunyai perawakan yang saling bertolak belakang, yang disebelah kiri berperawakan jangkung lagi ceking, usianya diantara empat puluh tahunan hanya saja saking kurusnya tubuhnya tinggal kulit pembukus tulang.
Sebaliknya orang yang berada disebelah kanan berperawakan cebol lagi gemuk, mukanya bulat seperti rembulan, tubuhnya gemuk seperti gentong, sehingga mirip sekali dengan seekor babi yang siap disembelih, diapun berusia diantara empat puluhan.
Begitu melihat munculnya ke dua orang itu si nona tadi segera berteriak:
"Orang ini jahat sekali dia telah membunuh A hoa ku, paman Ko kau harus membalaskan dendam bagiku"
Ternyata lelaki setengah umur yang berperawakan jangkung dan ceking itu bernama Ko Lip Kun, orang menyebutnya si monyet sakti berlengan panjang.
Sedang si lelaki cebol lagi gemuk seperti babi itu bernama Si Tay Kong dengan julukan panglima langit penegak bumi.
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip Kau nampak agak terkejut ketika melihat bangkai ayam tersebut, maka dengan wajah penuh amarah ia menegur:
"Engkoh cilik, inikah hasil perbuatanmu?"
Suma Thiau yu manggut-manggut, jawabnya:
"Yaa, akulah yang membunuh ayam alas itu, maklumlah aku sedang kelaparan, aku tidak tahu kalau ayam alas itu sebenarnya binatang kesayangan nona ini"
Monyet sakti berlengan panjang kembali mendengus dingin.
"Engkoh cilik, kau telah membuat gara-gara yang besar, nona itu adalah putri kesayangan Kokcu kami, dan bila kau cuma menganggap ayam itu cuma seekor ayam alas saja maka dugaanmu itu keliru besar, kau tahu binatang tersebut adalah ayam berbulu emas sejenis unggas yang amat langka didunia saat ini!"
Sekarang Suma Thian yu baru sadar bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang amat salah, dari cerita Paman Wan nya dulu ia pernah mendengar kalau ayam berbulu emas termasuk jenis unggas yang langka, tak disangka sama sekali kalau ayam alas yang terbunuh sekarang ini sesungguhnya unggas yang berbulu emas.
Seandainya kejadian ini berlangsung di siang hari, mungkin ia tak akan bertindak seceroboh ini, apa mau dikata malam begitu gelap, ia menjadi menyesal sekali atas terjadinya peristiwa ini, maka Suma Thian
segera menjura sambil minta maaf, katanya:
"Aku menyesal sekali telah membunuh ayam berbulu emas milik kalian itu, apapun yang kalian minta untuk mengganti kerugian itu tentu kupenuhi"
"Engkoh cilik sekarang kau tak usah membicarakan itu, yang penting turutlah aku untuk menemui kokcu kami, segala sesuatunya akan diputuskan kokcu kami nanti"
Mendengar perkataan ini Suma Thian yu menjadi sangat tercengang, tanyanya kemudian:
"Tolong tanya lembah apakah ini dan siapakah kokcunya?"
Monyet sakti berlengan panjang Ko LiP Kun menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Maaf aku tak dapat memberitahukan persoalan ini kepadamu, mari kita berangkat!"
Ia segera mempersilahkan Suma Thian yu untuk berangkat mengikuti di belakang panglima langit penegak bumi Si Yay Kong, sementara Ko Lip Kun mengikuti di belakang anak muda tersebut.
Dalam keadaan demikian Suma Thian yu menolak permintaan mereka niscaya akan terjadi suatu pertarungan yang amat seru, padahal pemuda itu tak ingin berbuat demikian.
Dengan menelusuri dinding tebing yang amat curam mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya panglima langit penegak bumi menghentikan langkahnya dan berpekik nyaring.
Bersama dengan bergemanya pekikan tersebut Suma Thian yu melihat diturunkannya sebuah keranjang bambu dari puncak tebing tersebut.
Keranjang bambu itu diikat dengan seutas tali yang amat besar.
"Silahkan naik, engkoh cilik" kata monyet sakti berlengan panjang Ko Lip Kun, "kemudian kau akan disambut orang lain disana nanti"
Kembali Suma Thian yu menurut dan segera duduk dalam keranjang itu tanpa banyak cing cong, ketika panglima langit penegak bumi berpekik lagi, keranjang bambu itu segera diangkat naik,
keranjang bambu itu hanya muat satu orang saja, Suma Thian yu merasa hatinya berdebar keras, kemudian pikirnya dan dengan perasaan tak tenang:
"Entah siapakah kelompok manusia-manusia ini, kalau dilihat dari gerak-geriknya aneh sekali, jangan-jangan mereka adalah sekelompok penyamun?"
Masih ada satu hal lagi yang membuatnya keheranan, yaitu apakah orang-orang itu naik turun dengan menggunakan keranjang bambu semuanya tadi dengan nyata, nona itu muncul dari suatu tempat kegelapan dari bawah tebing, demikian pula dengan
Si Lip Kun serta Si Tay Kong, mustahil mereka pun diturunkan dari atas tebing dengan keranjang bambu, tiba-tiba satu ingatan melintas didalam benaknya.
"Aah benar, dibawah tebing sana pasti ada tempat rahasia yang menghubungkan lorong tersebut dengan puncak bukit..."
Berpikir sampai disitu, Suma Thian yu segera menunduk kebawah, benar juga ketiga orang lawannya sudah tidak nampak dikaki tebing itu, hal ini membuatnya semakin tegang.
Keranjang bambu itu ditarik naik dengan gerakan yang amat lamban ibarat siput sedang merambat pohon, pemuda itu tak dapat membayangkan apa akibatnya andaikata tali keranjang itu tiba-tiba diputuskan oleh lawan.
Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya keranjang itu tiba juga di puncak bukit itu, ternyata tempat itu berupa sebuah tanah lapang yang luas, sepasukan lelaki bergolok dan bertombak telah siap berjajar-jajar disitu.
Tiba-tiba muncul lelaki setengah umur yang berjalan kehadapannya, lalu berkata:
"Atas perintah kokcu kau disuruh mengikuti kami!"
Bagaikan seorang tawanan tanpa perlawanan, Suma Thian yu mengikuti rombongan itu menuju kesudut tebing yang lain.
Sedangkan rombongan jago jago bergolok tadi dengan terbagi menjadi dua baris mengawal dari belakang.
Dalam perjalanan itulah Suma Thian yu berpikir:
"Yaa benar, mereka tentu sekelompok penyamun, sedangkan yang dimaksud sebagai kokcu tentulah kepala perampok, hmmm. begitu pun ada baiknya juga, bila apa yang ku duga memang benar, pasti akan kusapu mereka hingga lenyap dari muka bumi!"
Setelah berjalan kaki kemudian, mendadak lelaki itu membalikkan badan dan berkata pada Suma Thian yu:
"Maafkan kekasaran kami sesuai dengan peraturan di sini, setiap orang yang akan memasuki lembah, matanya harus ditutup dengan kain hitam"
Sambil berkata ia mengeluarkan selembar kain hitam dan siap di tutupkan kewajah anak muda tersebut.
Suma Thian yu segera mendongakan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Soal ini tak perlu kau kuatirkan, aku tak akan membocorkan rahasia kalian, jadi kalian tak perlu pula menutupi sepasang mataku!"
Lelaki kekar itu segera menarik muka seraya membentak:
"Peratuaran tetap peraturan, apalagi aku pun tak mungkin mengambilkan keputusan, jadi aku harap kau mau menuruti perkataanku ini"
"Tidak bisa!" bentak Suma Thian yu peruh amarah.
Ia tahu apabila sepasang matanya ditutup kain hitam oleh lawan berarti keselamatan jiwanya telah terjatuh ketangan musuh.
Tentu saja ia tak ingin mempergunakan nyawanya sebagai barang permainan.
"Tidak maupun kau harus mau!" bentak lelaki kekar itu sambil bersiap-siap hendak menutupi mata Suma Thian yu dengan kain hitam. Dengan cekatan Suma Thian yu berkelit kesamping lalu teriaknya penuh amarah:
"Kau jangan turun tangan semaumu sendiri, bila kau tak tahu aturan dan nekad terus aku akan bertindak keji kepadamu"
Baru saja ia selesai berkata, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara dengusan dingin yang amat menyeramkan. Suara itu begitu menyeramkan hingga mem buat bulu kuduk semua orang berdiri.
Suma Thian yu menjadi tertegun setelah mendengar suara tertawa yang mengerikan itu, dengan cepat dia berpaling namun apa yang kemudian terlihat membuat pemuda tersebut menghembuskan napas dingin.
Ternyata di belakang tubuhnya telah muncul seorang manusia dan seekor binatang, orang itu berperawakan setinggi lima depa rambutnya panjang selutut, kepalanya amat besar dan mengenakan topi lebar, usianya diantara delapan puluh tahunan, matanya yang berkilat kilat menandakan kalau dia adalah seorang jago lihay yang berkepandaian tinggi.
Sedangkan disamping kakek itu berdiri seekor gorilla yang tinggi besar dan kekar, seluruh tubuhnya berbulu hitam, terutama sepasang matanya yang terlihat dibalik kegelapan, persis seperti dua bola lampu yang bersinar tajam.
Ketika kawanan lelaki yang mengurung disekeiiling Suma Thian yu melihat kemunculan orang tersebut, serentak mereka mengundurkan diri selangkah ke belakang, kemudian menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak berani berpaling lagi.
Dengan langkah pelan kakek itu berjalan menuju kehadapan Suma Thian yu, kemudian ujarnya:
"Bocah muda, lembah ini disebut Lembah tidak kembali (Put kui kok). Semenjak delapan puluh tahun berselang belum pernah ada seorang manusia pun yang bisa keluar dari lembah ini dalam keadaan selamat, kini kau sudah datang kemari, berarti bagimu hanya tersedia dua jalan saja untuk dipilih, satu adalah jalan hidup sedangkan yang lain adalah jalan mati silahkan kau memilihnya sendiri!"
Biarpun kakek itu sudah berusia lanjut, ternyata setiap patah kata tersebut dapat diutarakan dengan suara yang amat keras dan nyaring.
Ketika kakek itu sudah menyelesaikan perkataannya, Suma Thian yu bertanya:
"Bagaimana aku harus menempuh bila jalan kehidupan yang kupilih..?"
Kakek itu segera tertawa tergelak.
"Haah...haah... haah... ternyata orang di dunia ini mempunyai jalan pemikiran yang sama, hanya jalan kehidupan yang selalu di pilihnya, kalau begini terus keadaannya maka suatu ketika lembah Put kui kok ini pasti akan menjadi penuh juga!"
Suma Tnian yu menjadi kebingungan dan berdiri dengan wajah tercengang dan penuh tanda tanya, untuk beberapa saat dia terbungkam dalam seribu bahasa.
Dengan sorot mata yang tajam kakek itu mengawasi kembali wajah hingga kaki anak muda tersebut, kemudian sahutnya:
"Apabila ingin hidup, maka janganlah memberikan perlawanan bila sepasang mata mu ditutup dengan kain hitam nanti"
Tiba-tiba muncul rasa ingin tahunya didalam hati, Suma Thian yu segera bertanya lebih jauh:
"Bagaimana seandainya membangkang?"
"Maka kau bakal mampus!"
"Seandainya orang itu memiliki kepandaian silat yang amat tinggi sehingga sukar untuk dikuasai, bagaimana jadinya?"
"Apakah kau yakin bisa meloloskan diri dari lembah Put kui kok ini?"
"Tidak, aku tidak mampu, aku hanya bertanya seandainya terdapat manusia macam begini?"
Mendengar perkataan tersebut, kembali si kakek tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... kau tidak usah memikirkan tentang orang lain, cukup dibiarkan berdasarkan kemampuanmu sendiri, apakah kau mempunyai keyakinan akan berhasil?"
"Bagaimana andainya manusia sebangsa pendekar berkepandaian seperti dewa?" ngerocos Suma Thian yu terus.
"Hmm, kata-kata yang tidak berbobot lebih baik tak usah diucapkan, ayo segera tutup mulutmu dengan kain"
Perkataan dari kakek ini penuh berwibawa, membuat Suma Thian yu tidak membang kang dan tak berani membangkang lagi.
Sudah barang tentu Suma Thian ya tidak akan benar-benar takut kepadanya, namun berbicara tentang keadaan yang terbenrang didepan mata sekarang, biarpun kau memiliki kepandaian yang luar biasa pun jangan harap bisa meninggalkan tebing tersebut dengan begitu saja.
Sebagai seorang lelaki pintar yang pandai menilai keadaan, secara diam-diam Suma Thian yu menghimpun tenaga untuk bersiap siaga, sekalipun diluarnya dia tetap menunduk padahal begitu ada kesempatan baik dia akan berusaha untuk meloloskan diri.
Tampaknya kakek itu mempunyai sorot mata yang amat tajam, dia seperti sudah mengetahui kalau Suma Thian yu mempunyai niat untuk melarikan diri bila kesempatan baik ada, oleh sebab itulah disaat sepasang matanya ditutup dengan kain hitam, dia segera melancarkan sentilan dari kejau han untuk menotok jalan darah tidurnya.
Menanti Suma Thian yu merasakan datangnya sergapan tersebut dan berusaha untuk mengerahkan tenaganya melakukan perlawanan keadaan sudah terlambat, tahu-tahu badannya menjadi kaku dan hilangkah kesadarannya.
Entah berapa lama sudah lewat, menanti dia membuka matanya kembali, empat penjuru disekeliling tempat itu sudah dikurung oleh busu-busu berpakaian ringkas yang membawa senjata.
Dengan perasaan tercenggang bercampur kaget, Suma Thian yu segera melompat bangun dan memeriksa keadaan sekitar situ, ternyata dia telah berada ditengah sebuah ruangan yang luas dan lepas, dikursi utama duduklah seorang kakek berambut putih, di sebebh kanannya duduk seorang nenek, agaknya nenek itu adalah istrinya.
Duduk disebelah kiri adalah si nona yang dijumpai di muka lembah tadi.
Suuia Thian yu memandang lebih jauh, nonyet sakti berlengen panjang Ko Lip kun serta panglima langit penegak bumi Si Tay Kong terlihat pula disana, hanya si kakek aneh dengan gorilanya saja yang tidak nampak batang hidungnya.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar kakek berambut putih yang duduk dikursi utama itu menegur dengan suara yang lembut lagi amat ramah:
"Bocah cilik, silahkan berdiri"
Suma Thian yu menurut dan segera bangkit berdiri, kemudian dengan suara terce ngang tanyanya:
"Aku berada dimana sekarang?"
"Tempat ini adalah lembah Put kui kok" kata kakek tersebut samoil tersenyum, "sobat cilik sangat beruntung bisa berpesiar ke nirwana seperti ini, boleh dibilang ke semuanya ini merupakan rejekimu, apakah kau merasa tempat ini sangat menyenangkan?"
Sama Thian yu menatap kakek tersebut lekat-lekat, kemudian jawabnya ketus:
"Sedikitpun tidak menyenangkan, aku rasa kau pasti kokcu dari lembah ini bukan?"
"Benar, tolong tanya sobat mengapa kau menganggap tempat ini tidak menyenang kan?"
"Sebab ada orang menutupi mataku kemudian menotok jalan darah tidurku, setelah itu aku baru digusur kemari, perbuatan semacam ini sangat memuakkan dan menjemukan, darimana bisa dibilang amat menye nangkan....?"
Kokcu tersebut kembali dibuat tertegun tapi kemudian ia berpaling ke arah si nona yang berada disebelah kirinya dan bertanya:
"Benarkah telah terjadi peristiwa semacam ini? Ide dari siapakah itu?"
Nona tersebut segera menggeleng.
"Bukankah ayah sendiri yang memenrintahkan begitu, barang siapa yang hendak memasuki lembah, maka dia wajib ditutupi matanya dengan kain hitam sebelum diantar masuk"
"Oya.." Kokcu tua itu seperti baru teringat dengan perintahnya, dia segera berpaling kembali ke arah Suma Thian yu sambil katanya:
"Ditengah malam buta begini sobat cilik memasuki lembah kami sebetulnya sedang mengembankan tugas rahasia apa?"
"Tidak, aku tidak lagi melaksanakan tugas rahasia apa pun, aku benar-benar terjatuh dari atas puncak tebing dan pada hekekatnya aku tidak mengetahui kalau tempat ini bernama lembah Put kui kok"
Kokcu tua itu segera menyimpitkan sepasang mata, kemudian tertawa dingin:
"Hmmm.... setiap sobat yang sampai di tempat ini tak seorangpun yang bukan terjatuh dari puncak tebing, benarkah kejadian yang begitu kebetulan bisa terjadi secara berulang-ulang? Sobat cilik, jangan-jangan kau memang mempunyai misi rahasia tertentu?"
Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh....haaahh.... haaahh.... mau percaya atau tidak terserah kepadamu, yang jelas aku bukan datang karena sedang menjalankan suatu misi rahasia tertentu, apa bila kau memang ingin membunuhku, silahkan saja dilaksanakan dengan segera!"
Kokcu tua benar-benar merasa terkejut bercampur keheraran, tanpa terasa dia mengamati Suma Thian yu berapa kejap lagi kemudian baru katanya:
"Kau memang sedikit rada berbeda dengan orang lain, yakin kau sama sekali tidak takut mati, apabila kau tidak bersedia mengungkapkan alasan kedatanganmu kemari, terpaksa selembar nyawamu harus kau tinggalkan disini!"
Dengan pandangan dingin Suma Thian yu melirik sekejap kearah kokcu tersebut, kemudian katanya:
"Sesuai dengan nama lembahmu, aku sudah bertekad tak akan kembali lagi ke dunia ramai, kaupun tidak usah banyak bicara lagi, aku sudah pasrah kepada nasib, cuma bila menginginkan nyawaku maka kalian harus membayar dengan mahal"
Sikap dari Suma Thian yu yang kian lama kian bertambah keras ini segera menimbulkan perasaan kaget dan gusar bagi para hadirin lainnya.
Mendadak kokcu tua itu melompat bangun dari tempat duduknya, lalu sambil menuding kemuka bentaknya penuh amarah:
"Bekuk bajingan itu!"
Suara bentakannya amat keras bagaikan guntur yang menyambar di siang hari bolong.
Bersamaan dengan diturunkannya perintah tersebut, dua orang lelaki kekar segera maju ke depan dan menyeret tubuh Suma Thian yu dari sisi kiri dan kanan.
Melihat kejadian tersebut, Suma Thian yu tertawa dingin berulang kali, ditunggunya sampai kedua orang itu mendekatinya, kemudian sepasang telapak tangannya dilontarkan bersama dengan menghimpun tenaga sebesar enam bagian.
Terhajar oleh serangan yang maha dahsyat tersebut, tiba-tiba saja terdengar dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati bergema memecahkan keheningan, belum lagi dua orang lelaki tersebut sempat me nyentuh ujung baju lawannya, mereka sudah mencelat kebelakang dan roboh binasa.
Atas terjadinya peristiwa tersebut, semua orang menjadi amat terperanjat.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya dan berpekik panjang, lalu dengan sepasang mata berapi-api ditatapnya kokcu tua itu tanpa berkedip, kemudian serunya:
"Inilah contoh yang paling baik untukmu, bila kau mendesak diriku lagi, jangan salahkan bila darah segar akan berceceran diseluruh arena ini!"
Tampaknya kokcu tua itu tidak dibuat gentar karena kematian kedua orang anak buahnya, malahan dengan sikap yang amat tenang dia berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Heeehh...heeehh... Suatu tindakan yang amat bagus, suatu sikap yang tegas, dengan demikian akupun tidak usah merasa rikuh terhadap mendiang guruku lagi. Pengawal, penggal kepala anjing keparat ini!"
Perkataannya seperti perintah dari seorang kaisar saja membuat semua orang tak berani membangkang.
Atas perintah tersebut, monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun dan panglima langit penegak bumi Si Tay kong segera turun kedalam arena, disusul kemudian lima orang lelaki yang berada dikedua belah sisi arena.
Suma Thian yu masih tetap berdiri dengan senyuman dikulum, pada hakekatnya tak seorangpun diantara mereka yang dipandang sebelah mata olehnya, malah katanya dengan suara hambar:
"Tempat ini terlampau sempit, tidak leluasa untuk bertarung, begini saja, bagaimana kalau kita langsungkan pertarungan di luar sana?"
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun segera menyetujui dan melompat ke luar lebih dulu dari ruangan.
Kelima orang lelaki lainnya segera mengikuti dibelakangnya, hanya panglima langit penegak bumi Si Tay kong seorang yang mengawasi musuhnya tanpa berkedip.
Dengan sikap yang santai dan tenang Suma Thian yu pelan-pelan keluar dari dalam ruangan, dengan ketat panglima langit penegak bumi Si Tay kong mengikuti dibelakangnya, seakan-akan dia kuatir kalau pemuda itu berusaha melarikan diri.
Baru saja Suma Thian yu melangkah menuju ketengah arena, para jago segera mengurungnya ketat-ketat, hal ini membuatnya sangat mendongkol, segera sindirnya:
"Beginikah kemampuan dari orang-orang lemban Put kui kok? Bisanya hanya main keroyok dengan mengandalkan dengan jumlah yang banyak?"
Monyel sakti berlengan tunggal Ko Cip kun nampak tertegun kemudian gelagapan dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara seseorang menyahut:
"Benar, kami memang merupakan manusia-manusia yang mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak"
Ketika Suma Thian yu melirik kesamping, ternyata orang yang mengucapkan perkataan tersebut tidak lain adalah si kokcu tua tersebut.
Kontan saja dia tertawa terbahak-bahak, kemudian berseru:
"Haaahh... haaah... kalau begitu hitung-hitung menambah pengetahuan Suma Thian yu kalau memang demikian, silahkan kalian maju semua bersama-sama!"
Baru selesai dia berkata, mendadak tampak lima macam senjata tajam dibacokkan bersama ketubuhnya.
Kelima macam senjata itu semuanya menyerang dengan mempergunakan jurus se rangan yang biasa, namun dilancarkan hampir bersamaan waktunya.
Suma Thian yu tertawa dingin tiada hentinya, tiba-tiba ia merendahkan tubuhnya lalu mencabut keluar pedang Kit hong kiam dari dalam sarung.
Tampak cahaya tajam berkelebat lewat, dengan jurus burung hong pulang kesarang dia babat musuhnya dengan gencar,
sementara suara jeritan ngeri yang memilukan hati segera bergema memecahkan keheningan, diantara berkelebatnya cahaya pedang tersehat, seorang lelaki kekar tewas dengan kepala berpisah dari badan.
Berada didalam keadaan seperti ini, terpaksa Suma Thian yu harus bertindak keji, tubuhnya maju selangkah kedepan, lalu dengan siasat memancing harimau meninggalkan bukit, pedangnya seakan-akan membacok lelaki yang berada ditengah, siapa tahu di tengah jalan tiba-tiba saja gerakan tubuhnya berubah, sambil membalikkan badan dia melepaskan sebuah bacokan ke seorang lelaki yang lain dengan jurus Burung hong menghadap sang surya.
Semestinya jurus serangan itu dipergunakan amat tepat dan hebat, sayang sekali pihak lawan telah membuat persiapan yang amat bagus, kembali barisannya berubah dan serangan dari Suma Thian yu itu mengenai sasaran yang kosong.
Monyet sakti berlengan panjang serta Panglima langit penegak bumi yang bertangan kosong belaka tidak langsung terjun ke arena, melainkan mereka selalu mencari peluang untuk melancarkan serangan dan menutup setiap kebocoran dan kelemahan yang ada.
Dengan demikian Suma Thian yu segera merasakan tenaga yang menekan dirinya kian lama kian bertambah berat, apalagi dia seorang dikerubuti oleh empat jago lihay, keadaan benar-benar amat kritis dan berbahaya.
Pada mulanya Suma Thian yu melakukan perlawanan dengan mempergunakan ilmu Pedang Kit hong kiam hoat, namun selanjutnya dia pergunakan ilmu pedang tanpa nama berusaha mencari kemenangan.
Sayang sekali pihak musuh melancarkan serangan menurut barisan yang sudah diatur secara sempurna, hal ini membuat usaha Suma Thian yu sama sekali tidak mendatangkan hasil.
Diantara mereka, Ko Lip kun dan Si Tay kong dua orang yang menyerang paling gencar dan berbahaya.
Jangan dilihat kedua orang itu sama sekali tidak bersenjata namun angin pukulan yang dilontarkan setajam sebatang pedang, ini semua membuat Suma Thian yu menjadi amat payah dan sama sekali tidak mampu memperlihatkan kebolehannya.
Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat sengit inilah, tiba-tiba terdengar suara pekikan panjang bergema membelah angkasa.
Suma Thian yu tertegun, sebab suara pekikan itu sudah jelas berasal dari kakek pendek diatas tebing tadi, apabila orang inipun turut terjun ke arena pertarungan, niscaya dia akan terkurung dan mati kutunya.
Sementara dia masih tertegun, sesosok bayangan hitam telah menerobos masuk kedalam dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat...
Belum sempat Suma Thian yu melihat pendatang itu dengan jelas, tiba-tiba saja dia merasakan daya tekanan yang menindih kepalanya bertambah berat, cepat-cepat Suma Thian yu mengayunkan tangan kirinya ke atas untuk mengurangi daya tekanan tersebut.
Sementara pedang ditangan kanannya di putar menciptakan segulung kabut pedang yang segera membentuk selapis dinding kuat yang menghadang didepan dadanya.
Yang dikatakan orang: Betapa pun rapatnya suatu pertahanan, toh pasti ada yang lupa, begitu juga keadaan Suma Thian yu sekarang.
Kendatipun pertahanan tubuh bagian depannya amat ketat namun dia lupa dengan pertahanan belakang tubuhnya.
Tiba-tiba saja pinggangnya terasa kaku, segenap kekuatan yang dimilikinya punah dan tak ampun tubuhnya segera roboh terjerembab ke atas tanah.
Ternyata orang yang menyergapnya secara licik itu tak lain adalah kokcu tua berwajah mulia namun berhati licik dan keji itu...
Sejak terjun ke arena, pertarungan besar maupun kecil sudah dialami oleh Suma Thian yu, paling tidak beratus pertarungan, akan tetapi belum pernah ia jumpai siasat yang begitu licik dan rapat seperti apa yang dialaminya sekarang.
Tampaknya kemunculan kakek cebol tadi tidak lebih hanya merupakan sebuah tipu muslihat saja dengan tujaan hendak memancing suma thian yu agar pecah perhatiannya.
Dengan kepandaian kokcu tua yang amat lihay, begitu melihat musuhnya melalaikan pertahanan bagian belakang tubuhnya, secara diam-diam lantas dia menyelinap ke belakang tubuhnya lalu menotok jalan darah anak muda tersebut.
ketika tubuhnya dikempit oleh kakek cebol tadi, suma Thian yu masih tetap ber otak jernih, hanya saja tubuhnya terasa begitu lemas seakan-akan sama sekali tak bertenaga.
terdengar kokcu tua itu tertawa dingin kemudian berseru:
"Penggal kepala bajingan cilik ini, manusia semacam ini hanya akan meninggalkan bencana saja bila dibiarkan tetap hidup dalam lembah kita"
Kakek cebol itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, sambil mengempit tubuh Suma thian yu dia segera beranjak pergi dari situ.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Ay suhu, tunggu sebentar"
Rupanya kakek cebol itu she aY bernama Siang, orang menyebutnya makhluk pembalik awan, ketika mendengar putri kesayangan kokcunya menghardik, diapun bertanya dengan suara dingin:
"Keponakan masih ada urusan apa lagi?"
Gadis itu sama sekali tidak menggubris pertanyaan si makhluk pembalik awan ay siang, kepada ayahnya dia lantas berseru:
"Ayah, orang ini pasti akan berguna bila dibiarkan tetap hidup, menurut perdapat siauli, lebih baik disekap didalam penjara saja, lama-kelamaan sikapnya akan melunak dengan sendirinya"
"Ay hiante, kita turuti saja perkataan siauli, coba kita lihat bagaimana perkembangan selanjutnya"
Oleh karena kokcunya sudah berkata demikian, maka kakek cebol itu tidak banyak bicara lagi, sambil membanting tubuh pemuda itu keatas tanah, umpatnya:
"Hitung-hitung kau si bocah keparat memang masih berumur panjang, rasakanlah hidup selama berapa hari lagi"
Dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
Buru-buru Kokcu tua memerintahkan malaikat langit penegak bumi Si Tay kong agar mengusir pergi Suma Thian yu dari situ.
Si Tay kong memang sangat membenci terhadap pemuda ini karena barusan pemuda tersebut telah membunuh dua arang panglimanya, kini melihat ada kesempatan yang sangat baik untuk melampiaskan rasa bencinya, cepat-cepat dia mencengkeram tubuh Suma Thian yu lalu dibawa keluar ruangan.
Suma Thian yu yang tertotok jalan darahnya sama sekali tak berkutik, dalam keadaan demikian dia hanya bisa pasrahkan diri pada nasib.
Panglima langit penegak bumi Si Tay Kong membawa Suma thian yu menuju ke depan sebuah bukit, kemudian membantingnva keras-keras keatas tanah, setelah tertawa dingin katanya:
"Bocah keparat setelah terjatuh ke tangan toaya, berarti kau telah bertemu dengan raja akhirat, membunuh orang barus membayar dengan nyawa, tentunya kau mengerti akan perkataan ini bukan? Nah sekarang toaya akan menyuruh kau merasakan dulu bagaimana enaknya nya bila otot dibetot dan tulang dikilir..."
Sambil berkata dia lantas mengangkat tangan-nya dan siap ditotokkan keatas jalan darah Ki tiong hiat di depan dada pemuda tersebut.
Seandainya torokan ini sampai dilakukan, niscaya Suma Thian yu akan tersiksa setengahmati, mau hidup tak bisa mau mati pun tak dapat....sepanjang hidup mungkin akan menderita terus.
Disaat totokan hampir mengena ditubuh pemuda itulah, mendadak dari tengah udara terdengar seseorang membentak nyaring:
"Si Tay kong, jangan tertindak kurang ajar!"
Cepat-cepat Si Tay kong menarik kembali tangannya seraya berpaling, ternyata kokcu hujin dan putri kesayangan kokcu nya telah berditi disitu sambil mengawasi perbuatannya dengan sorot mata yang tajam dan mengerikan hati.
Tak kuasa lagi peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya karena terperanjat, dengan cepat dia berkata dengan sikap hormat:
"Hujin, mengapa kau bisa berada disini?"
Nyonya kokcu itu sudah berusia tujuh puluh tahunan, rambutnya telah berubah semua, mukanya juga penuh berkerut, kini dengan muka yang dingin dan kaku dia menegur sambil tertawa dingin:
"Si Tay kong, cara kerjamu ini benar-benar licik dan munafik, cepat enyah dari sini, lain kali bila kau berani berbuat semacam ini lagi, jangan salahkan bila Linio akan membacok kepalamu sampai kutung...."
Tanpa bercuit sekejap pun Malaikat langit penegak bumi Si Tay kong ngeloyor pergi bagaikan seekor anjing yang baru kena digebuk, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Nyouya kokcu segera menghampiri Suma Thian yu, mengempit tubuhnya lalu bersama sama putrinya berangkat menuju ke penjara bukit sana... .
Yang dimaksudkan penjara bukit adalah sebuah gua dipunggung bukit yang bagian depannya ditutup dengan pintu besi dan dijaga oleh beberapa orang jago berilmu tinggi.
Bila seseorang sudah dijebloskan ke dalam penjara bukit ini, maka biarpun kau bersayap pun jangan harap bisa terbang keluar dari situ, kecuali kau mampu menjebolkan pintu bajanya.
Setibanya didepan penjara bukit, nyonya kokcu segera membuka piutu besi dan mendorong pemuda itu kedalamnya, dalam sekejap mata itu pula nyonya kokcu telah membebaskan pula pengaruh totokan atas dirinya.
Menanti Suuma Thian yu merasa jalan darahnya sudah bebas, tahu-tahu pintu baja telah tertutup rapat kembali, dalam keadaan begini biar pun kau akan berteriak sampai serak suaranya juga percuma.
Suma Thian yu benar-benar merasa putus asa, habis sudah pengharapan-nya sekarang.
Ketika beranjak masuk ke ruang penjara itu, tiba-tiba disudut ruangan itu dia menjumpai ada seseorang berbaring pula disitu, orang itu sedang tertidur nyenyak dengan muka menghadap ke dalam sehingga tidak ke lihatan raut wajah aslinya.
Suma Thian yu tidak ingin membangunkan dirinya, maka sambil duduk disampmg orang itu, dia mulai duduk sambil melancarkan peredaran darah didalam tubuhnya.
Lebih kurang setengah per minum teh kemudian, mendadak terdengar orang itu menjerit kaget kemudian berseru:
"Hiante, mengapa kau pun bisa berada disini?"
Mendengar orang itu menyebut dirinya sebagai hiante, Suma Thian yu turut menjadi terperanjat, ketika diamatinya lagi dengan seksama, dia segera berseru tertahan:
"Tio toako, kau...."
Kata selanjutnya belum sempat diteruskan, dia sesungguhnya tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.
Maklumlah, siapa yang akan menyangka bekal bertemu orang yang dikenal di dalam penjara bukit semacam ini, apalagi orang itu adalah satu-satunya sobat karibnya, si pena baja bercambang Tio Ci Hui? Bagaimana pula dia tak dibuat terkejut, sedih dan gembira?
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui segera memeluk tubuh Suma Thian yu dan menangis tersedu-sedu.
Lama, lama kemudian, pena baja bercambang Tio Ci hui barulah berkata:
"Hiante, mengapa kau pun terjatuh ke tangan kelompok manusia-manusia tersebut?"
"Sekarang habis sudah riwayat kita, mengapa nasib kita harus mengalami nasib begini?"
Suma Thian yu sendiripun amat sedih, secara ringkas diapun lantas menceritakan semua kisah pengalamannya selama ini, diantaranya dijelaskan pula sebab musabab sehingga sahabatnya menaruh kesalahan paham kepadanya.
Ketika selesai dengan perjelasannya ini, dia pun bertanya kemudian:
"Tio toako, apakah kau masih mencurigai diriku?"
Malu dan menyesal bercampur aduk didalam hati si pena baja bercambang Tio Ci hui, segera jawabnya:
"Hiante, kesemuanya ini memang kesalahan toako yang bertindak kurang teliti sehingga, menaruh kesalahan paham kepadaku, tapi berbicara sesungguhnya, keadaan pada saat ini memang benar-benar telah mengguncangkan jalan pikiranku, maafkan aku, aku memang tidak becus sehingga harus mencelakai dirimu sedemikian rupa"
"Tio toako, peristiwa yang sudah lewat lebih baik kita lupakan saja, bukankah kau sendiripun mengalami nasib demikian gara-gara urusanku? Andaikata kau tidak meninggalkan perusahaan Sin liong piau kiok, kau pun tidak akan mengalami nasib seperti apa yang kau alami hari ini, bukankah hal ini sama artinya dengan akulah yang telah mencelakai dirimu?"
Setelah perbincangan dilanjutkan, suasana menyeramkan yang semula mencekam penjara gunung itupun semakin berkurang.
Mendadak Suma Thian yu teringat kembali dengan kitab pusaka tanpa kata yang berada dalam sakunya sekarang, tanpa terasa semangatnya berkobar kembali, dia akan mengajak rekannya pena baja bercambang untuk sama-sama membicarakan tentang kitab pusaka ini.
Pena baja bercambang Tio Ci hui yang mendengar penuturan itu menjadi terkejut bercampur gembira, sehabis menepuk bahunya, dia lantas berseru:
"Hiante, nampaknya ditengah kesulitan kita masih menjumpai jalan hidup, kita bakal tertolong sekarang....!"
"Kenapa?"
"Mengapa kau tidak menggunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk mempelajari isi kitab pusaka tersebut didalam penjara ini, bukan saja dapat mengusir waktu, dapat juga menambah kepandaian silatmu, suatu ketika apabila ilmu tersebut telah berhasil kau kuasai, memangnya pintu baja tersebut mampu merintangi kita?"
Suma Thian yu menjadi gembira sekali, inilah yang dikatakan orang sebagai: Say ang yang kehilangan kuda, siapa yang bisa menduga kalau ini bukan rejeki?
Sekalipun kedua orang itu sudah terkurung didalam penjara bukit, namun justru karena hal ini mereka telah berhasil mempelajari isi kitab pusaka yang menggetarkan seluruh kolong langit, tentu saja hal semacam ini tak pernah diduga sama sekali oleh kokcu lembah Put kui kok tersebut.
Diatas bukit tiada waktu, entah berapa waktu pemuda itu harus berdiam dalam penjara tersebut.....
![](https://img.wattpad.com/cover/88126821-288-k664519.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitab Pusaka - Wo Lung Shen
AventuraSebuah kitab maha sakti peninggalan Ku Hay Siansu, seorang pendeta lihai yang hidup pada empat ratus tahun lalu, kitab itu bernama Kun Tun Kan Kun Huan Siu Cinkeng. Dikarenakan kitab itu berbentuk sebuah lembar kosong, maka hanya yang berjodoh saja...