Pusaka 20

7.2K 98 0
                                    

SIAPA MENANAM kebajikan dia akan memetik buah kebajikan, siapa menanam benih kejahatan, dia akan mamperoleh buah kejahatannya.

Melihat pemimpin dan rekannya sudah tewas seketika, dua orang lelaki buas lainnya menjadi ketakutan setengah mati, serasa sukma meninggalkan raga saja, mereka tak berani berdiam lebih lama lagi disitu, serentak kedua orang itu melompat naik ke atas pelana kuda dan melarikan diri terbirit-birit.

Ular tanpa kepala tak akan berjalan, dan lagi bagi manusia kurcaci seperti itu, begitu ketemu batunya, mereka segera melarikan diri terbirit-birit untuk menyelamatkan diri.

Melihat kawanan penjahat itu sudah kabur, dengan perasaan lega sastrawaa rudin itu tertawa terbahak-bahak, serunya:

"Agung, agung, engkoh cilik ini telah berbuat kebajikan untuk umat manusia, budi kebaikan ini pasti akan dibalas dengan kebaikan pula... lohu tanggung umur dan rejekimu pasti akan bertambah, haah... haah... haah ulat dalam perutku sudah mulai kambuh lagi, waah... celaka, celaka..."

Kepada Kang Jin hoo dia lantas berseru:

"Saudara, ucapan lohu betul bukan? Kini hawa hitam yang menyelimuti wajahmu telah hilang, mulai kini kau akan sukses dan lancar selalu. Tentang jenazah kakek Lim, suruh si pelayan untuk menguburnya"

Kang Jin hoo sesera menurut dan menyuruh orang untuk membereskan jenasah orang-orang itu.

Seusai melakukan semua pekerjaan itu, sastrawan rudin itu kembali berkata:
"Dia tak percaya kalau tak bisa hidup melebihi usia empat puluh sembilan tahun, coba kau lihat bagaimana akhirnya? Kalau selama hidupnya banyak melakukan kebaikan, sudah pasti bencana akan berubah menjadi rejeki. Hiih...hiih... saudara Kang, mana araknya?"

Sastrawan rudin itu memang betul-betul berhati keras seperti baja, walau pun baru saja menyaksikan pembunuhan seram berlangsung didepan matanya ternyata niatnya untuk minum arak sama sekali tak berkurang.

Kang Jin hoo yang baru lolos dari kematian tentu saja amat bersyukur dengan nasibnya yang beruntung, buru-baru dia menjura sambil mengucapkan terima kasih kepada sastrawan rudin itu, kemudian berterima kasih pula kepada si anak muda itu:
"Terima kasih banyak atas bantuan dari siauhiap, budi kebaikan ini tak akan kulupakan untuk selamanya, bagaimana kalau kuhormati siauhiap dengan secawan arak?"

Pemuda itu tersenyum dan mengangguk, dia masuk kedalam kedai dan mencari tempat duduk. Sementara itu sastrawan rudin tadi sudah mengambil tempat duduk, mengangkat poci arak dan meneguk dengan lahapnya.

Dengan sangat hormat Kang Jin hoo memenuhi sebuah cawan arak, kemudian setelah meneguk habis isinya, dia bertanya:
"Siauhiap, tolong tanya siapa namamu?"

"Aku she Suma bernama Thian yu!" Mendengar nama tersebut, mendadak sastrawan rudin menggebrak meja sambil berteriak.

"Aduuuh celaka, telah bertemu dengan binatang pembunuh kecil...!"

Mendengar seruan mana, Kang Jin hoo serta Suma thian yu segera berpaling dengan wajah tercengang.

Tempak sastrawan rudin itu meneguk araknya lebih dulu, kemudian bergumam lagi:
"Perjalanan menuju ke Tibet penuh dengan harimau buas dan srigala lapar, bila si anak domba hendak kesana.... sudah pasti banyak bahaya dan bencana sepanjang jalan, bila aku, lebih baik tak usah dikerjakan, pulang ke rumah jauh lebih enakan!"

Kang Jin hoo tidak memahami arti dari perkataan itu, dia menganggap ucapan tersebut sebagai perkataan orang gila.

Lain halnya dengan Suma Thian yu ucapan tersebut didengar olehnya sebagai guntur yang membelah di siang hari bolong, sekujur tubuhnya bergetar keras dan paras mukanya berubah hebat.

Kitab Pusaka - Wo Lung ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang