Pusaka 33

7.1K 96 0
                                    

Yang paling hebat adalah Toan im siancu Thia yong segera tertarik pada ketampanan Chin Siau sejak pertemuan pertama sehingga dalam pembicaraan selanjutnya sorot matanya yang jeli sering melirik kearah Chin Siau.
Begitu pula keadaan-nya dengan Chin Siau, ia segera terpikat oleh kecantikan wajah Toan im siancu sejak pertemuan pertama bertemu, seakan-akan tergetar oleh aliran listrik bertegangan tinggi, keduanya merasa tergetar dan cepat-cepat melengos kearah lain.
Betapa gembiranya Sin sian siangsu yang menyaksikan peristiwa tersebut, dengan perasaan lega dia terbahak-bahak sambil katanya:
"Kali ini aku si pelajar rudin benar-benar bisa hidup santai dan menganggur.
Perkataan yang diutarakan sangat tiba-tiba ini kontan saja membuat Thia Cuan dan Suma Thian yu menjadi tertegun, apalagi setelah menyaksikan keadaan dari Sin sian siangsu itu, mereka semakin terheran-heran dibuatnya. Sin sian siangsu memandang sekejap ke arah Chin Siau dan Thia Yong berdua, kemudian sambil memejamkan matanya dan tertawa misterius ia berkata:
"Ayoh berangkat, pertunjukan yang menarik selalu berlangsung belakangan disaat permainan akan berakhir, kini langkah pertama sudah mulai, berarti aku si pelajar rudin akan menyakstkan tontonan yang menarik hati"
Maka berangkatlah ke enam orang itu melanjutkan perjalanannya lagi.
Menjelang tengah hari mereka sudah berada dua puluh li dari perkampungan Lu ming ceng dibawah kaki bukit Hoa san, itu berarti menjelang senja nanti mereka sudah akan mencapai tempat tujuan.
Lu ming ceng disebut sebuah perkampungan, padahal yang benar hanya terdiri dari lima enam keluarga saja yang dihari-hari biasa hidup sebagai pemburu, diantaranya terdapat sebuah keluarga yang hidup terpisah dari kelompok keluarga lain-nya.
Keluarga ini mendirikan bangunan-nya dibawah kaki bukit, selain megah pun indah dengan bunga dan bambu yang mengelilingi seputar bangunan.
Pemiliknya berasal dari marga Chin, ia pindah ketempat tersebut sejak setahun berselang.
Sebagai seorang kakek berusia enam puluh tahunan, dia sangat ramah terhadap semua penduduk perkampungan, hal ini dikarenakan kakek Chin ini memang seorang yang saleh, ramah dan suka menolong kaum yang lemah.
Orang ini tak lain adalah Tay Hoa kitsu (pertapa dari Tay hoa) Chin leng hui, seorang pendekar besar dari Bu tong pay dimasa lalu, yang tak lain adalah ayah kandung dari Hu yong siancu Chin Lan eng, perempuan cabul yang berhati keji itu.
Sejak disia-siakan anaknya yang menempuh jalan sesat, kakek ini menjadi tawar terhadap segala macam urusan keduniawian, sejak berdiam disini, saban hari dia menanam sayur di pagi hari dan melatih diri di malam hari, tak heran kalau ilmu silat yang dimilikinya dapat mencapai tingkatan yang lebih sempurna.
Entah dari mana Ciong liong lo sianjin mendapat tahu tentang alamatnya itu, ternyata dia telah memilih tempat tersebut sebagai pusat berkumpulnya para jago dari golongan lurus dalam pertarungan antara kaum sesat dan lurus yang akan berlangsung tak lama kemudian.
Ketika senja menjelang tiba, matahari sudah mulai tenggelam dibalik bukit sana. Suara burung yang berkicau kembali kesarangnya membuat suasana diperkampungan Lu ming ceng tersebut terasa lebih ramai dan meriah.
Tiba-tiba dari dari luar perkampungan terdengar suara derap kaki kuda yang amat ramai, ternyata Suma Thian yu berenam telah tiba ditempat tersebut.
Tampaknya penduduk perkampungan Lu ming ceng sudah terlatih secara ketat dalam hal begini, segera ada orang yang lari ketempat kediaman Chin Leng hui untuk melaporkan kedatangan rombongan tersebut.
Tatkala Suma Thian yu sekalian sedang mencari tahu tempat tinggal dari Ciong liong lo sianjin dari penduduk setempat, Tay hoa kitsu Chin Leng hui dengan mengajak seorang bocah cilik telah muncul dimuka perkampungan.
Begitu bersua dengan Suma Thian yu, bocah cilik itu segera berteriak gembira:
"Engkoh Yu, kau telah membuatku menderita karena selalu memikirkan kau, aku harus meninjumu keras-keras"
Dengan kepalan tinjunya dia segera memukul tubuh Suma Thian yu dengan perasaan gemas.
Suma Thian yu sama sekali tidak membeti perlawanan, ia membiarkan dirinya dipukul, kemudian sambil tertawa tergelak baru katanya:
"Adik Liong, sudab cukupkah kau memukuli aku?"
"Belum puas"
"Tapi kau toh mesti memberitahukan sebab musababnya lebih dahulu"
Gak Sin liong, si bocah cilik itu menghentikan pukulannya, lalu sambil cemberut katanya:
"Engkoh Yu, mengapa kau tidak memberi kabar secepatnya? Tahukah kau aku sudah setahun lebih menantikan kabarmu di dalam gua Hui im tong, hmm! Coba bayangkan sendiri pantaskah kau dipukul?"
Mengetahui apa alasannya, Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak, dia tangkap tubuh Gak Sin liong lantas memukul pantatnya dua kali kemudian ia baru membawanya masuk kedalam.
Sementara itu Tay hoa kitsu yang melihat kedatangan Sin sian siansu pu tampak gembira sekali, mereka sudah berangkat duluan kembali kerumahnya.

Kitab Pusaka - Wo Lung ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang