5 // Party (1)

171K 8.3K 102
                                    

Alan terkejut saat mereka di depan sebuah cafe dengan nama Rose Caffe, "yang benar saja?" batinnya.

"Apa sekarang lo jadi dosen alay?" tanya Alan.

"Ayo masuk," ajak Adrian tak menghiraukan pertanyaan Alan, ralat lebih tepat disebut menyindir daripada bertanya.

Adrian mengambil tempat duduk di bagian pojok kiri cafe, tempat yang sama seperti hari kemarin. Alan mengambil tempat duduk di depan Adrian sehingga posisi mereka berhadap-hadapan. Seorang pelayan menghampiri meja mereka.

"Selamat siang, mau pesan apa, Mas?" tanya pelayan tersebut.

"Gue pesan sphageti, orange jus dan secangkir kopi, lo pesan apa?" tanya Adrian pada Alan.

"Samain aja, ditambah kentang goreng satu," tambah Alan.

"Baik. Harap menunggu sebentar, Mas, permisi," ucap pelayan itu kemudian segera pergi menuju dapur.

"Gue mau tahu, kenapa lo ngajak gue makan di cafe ini?" tanya Alan sambil menyilangkan tangan di dadanya.

"Nggak ada. Gue cuma lagi pengen makan di sini," jawab Adrian santai.

Alan menghembuskan napasnya pelan, bukan apa-apa ia hanya merasa bahwa cafe seperti ini bukan tempat yang cocok untuk pria-pria dewasa seperti dirinya dan Adrian.

"Dengar, kita pria dewasa, dan di sini cafe milik muda-mudi yang sekarang itu dinamakan anak alay. Gue juga yakin sebagian besar pengunjung cafe ini, mahasiswa dan mahasiswi lo," cerocos Alan.

Namun untuk beberapa saat sebuah pikiran terlintas dalam pikiran Alan.

"Apa lo sedang mengincar salah satu mahasiswi yang ada di kampus?" tanya Alan sambil tersenyum menggoda Adrian.

"Wah, gue yakin Ibu lo akan sangat marah kalau sampai ia denger putra kesayangannya mencari gadis kampus ck...ck...ck bukannya dibawain menantu malah dibawain cucu, hahahaha." Alan tertawa sangat keras mendengar pemikiran konyolnya sendiri.

Ia tidak sadar tawanya telah mengundang semua orang yang ada di dalam cafe itu untuk menoleh heran pada mereka. Adrian yang sadar dengan tatapan orang-orang di dalam cafe segera menendang kaki Alan dari bawah meja.

Ia berharap sahabatnya yang menyebalkan ini segera menghentikan aksinya, dan akhirnya aksinya itu berhasil mereda tawa Alan, ingat hanya mereda bukan berhenti.

"Sialan," batin Adrian.

Tak lama kemudian dua orang pelayan datang membawakan pesanan mereka, Alan berusaha menghentikan tawanya dengan menarik napasnya pelan-pelan.

"Puas lo?" tanya Adrian ketus.

"Kita nggak cocok makan di sini, A," ucap Alan.

"Jangan sampai lo nelen ludah lo sendiri nanti. Nongkrong dan jatuh cinta sama anak cabe-cabean," ucap Adrian.

"Wah-wah gue serasa malin kundang yang sedang di kutuk Ibunya," canda Alan sambil memasang wajahnya pura-pura takut, tapi sejenak kemudian ia tertawa lagi tapi tidak sekeras tadi.

"Itu nggak akan pernah terjadi sobat," ucap Alan mantap sambil mencomot kentang gorengnya.

"Gue cuma ngingetin aja, yang jelas saat itu terjadi lo jangan sekali-kali menutupinya dari gue, karena saat itu giliran gue yan ketawa," ucap Adrian dengan senyum yang menantang.

"Terserah lo," ucap Alan.

"Gue laper, semoga makanan di sini nggak ngecewain. Kalau nggak, lo harus traktir gue lagi di tempat yang seharusnya," ucap Alan.

HOLD ME  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang