3 // Perasaan Aneh

180K 9K 116
                                    

Seorang laki-laki baru keluar dari ruang kantornya. Terlihat garis-garis kelelahan di wajah tampannya.

Disampirkannya jas hitam di tangan kiri serta menggulung kemeja putihnya sampai siku, sedangkan tangan kanan menenteng tas kerja dan juga laptopnya yang tak pernah ketinggalan ke manapun ia pergi.

Sepanjang berjalan di koridor kampus menuju parkiran, ia tahu banyak pandangan memuja yang dilayangkan padanya entah itu secara terang terangan atau sembunyi-sembunyi.

Baik dari mahasiswi-mahasiswinya ataupun sesama dosennya. Laki-laki itu adalah Adrian Chandra Hadinata.

Dosen Sastra di Universitas Jaya Sakti sekaligus CEO perusahaan Hadinata Group yang bergerak dibidang perhotelan, Perumahan dan beberapa bidang bisnis lainnya.

Hadinata Group sedang melakukan ekspansi pasar yang lebih luas, karena itu Adrian sedang dalam kondisi yang benar- benar terkuras tenaga dan pikirannya.

Ia harus pintar-pintar membagi waktu antara kampus dan perusahaan. Ia sangat mencintai pekerjaannya sebagai dosen tapi ia juga tak bisa mengabaikan tugasnya sebagai satu-satunya pewaris Hadinata Group.

Ia terus saja berjalan mengabaikan pandangan-pandangan yang tak lepas darinya karena, ia sendiri sedang memikirkan banyak hal.

Di dalam mobil Adrian bersandar sambil memejamkan matanya selama beberapa menit, sebelum menjalankan mobilnya menuju cafe yang berada tidak jauh dari tempat ia mengajar.

Banyak berpikir membuatnya kelaparan, ia butuh tenaga untuk menyiapkan seminar universitasnya tiga bulan mendatang di Bali.

Sesuai rapat singkat tadi ia dipercaya sebagai ketua panitia, alasannya sederhana yang muda yang berkarya, "Dasar mereka saja yang malas," batinnya.

Drrrrrt drrrrrtt

Adrian menerima panggilan di ponselnya.

"Halo," ucap Adrian.

"Halo sayang, kenapa kamu tidak pernah menjenguk Ibu?"

"Maafkan aku Ibu."

"Ibu nggak mau dengar alasan apapun dari kamu. Kamu harus pulang besok untuk makan malam."

"Baiklah, aku akan pulang."

"Bagus. Kalau kamu nggak mau pulang berarti kamu sudah tidak sayang lagi sama Ibumu."

Tut tut tut

Huffft. Helaan napasnya terdengar berat. Ibunya menghubunginya untuk kesekian kali, mengundangnya hanya untuk makan malam.

"Bukannya Adrian tidak mau, hanya saja... sudahlah," batinnya. Mungkin kapan-kapan ia akan makan malam bersama Ibunya. Dan waktunya tidak sekarang.

Adrian melajukan mobilnya pelan. Siang-siang seperti ini jalanan sedang macet-macetnya. Untung saja letak cafenya tidak terlalu jauh dari kampus.

Adrian memasuki cafe dan langsung memilih tempat duduk yang paling pojok. Seorang pelayan cafe menghampirinya dan menanyakan pesanannya. Adrian memesan spagheti, roti bakar, orange jus serta secangkir kopi hitam.

Setelah pelayan itu pergi Adrian mengeluarkan laptopnya. Mengecek proposal kerjasama yang dikirimkan Santi sekretarisnya. Tidak lupa ia memakai kacamatanya.

Di manapun ia berada pekerjaan seakan selalu mengikutinya. Karena seriusnya ia mengecek email, Adrian mengabaikan pengunjung cafe yang semakin lama semakin ramai, ia seperti tenggelam dalam dunianya sendiri. Bahkan saat pesanannya datangpun ia tidak mendengarnya.

HOLD ME  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang