PROLOG

245 8 0
                                    

SHADE

Sebelum bertemu dengannya, aku tak pernah tahu apa itu bahagia.

Sebelum menyakitinya, aku tak pernah tahu apa itu rasa sakit.

Sebelum kehilangannya, aku tak pernah tahu apa itu derita.

Takdir ini mempermainkanku. Menawarkan sesuatu yang mustahil untuk kugenggam. Menimbulkan rasa yang tak seharusnya ada, merongrong dadaku.

Jika boleh meminta, aku pasti akan meminta untuk tidak pernah bertemu dengannya. Atau ... mungkin lebih baik jika aku membawanya lari di hari pertama pertemuan kami.

Ya. Aku selalu menginginkan keegoisan itu.

Selalu.

Bagiku, lebih baik mencintai seseorang yang tidak pernah mencintaiku, daripada melukai seseorang yang sangat kucintai.

Dia tak pernah memberitahuku sesakit apa dirinya atau seberapa dalam aku telah melukai hatinya. Tapi aku tahu. Jejak air mata di pipinya dan tangis yang diredamnya, adalah wujud dari derita yang berusaha untuk disembunyikannya.

Dan aku selalu tahu.

Hatiku merasakan deritanya.

Aku menghela napas, mengingat kembali aroma tubuhnya yang tercium seperti orange blossom. Ulu hatiku tertohok, namun aku bisa apa?

Aku terlanjur mengoyaknya. Dia pun telah pergi....

Perasaan ini memerangkapku. Membekapku hingga aku tak lagi bisa bernapas.

Iynx, bagaimana kabarmu?

Dalam hati aku selalu bertanya seperti itu. Berharap suatu hari nanti aku masih memiliki kesempatan untuk menggenggamnya. Sekali saja.

Karena dia adalah alfa dan omegaku.

Tanpanya, aku hanyalah angin yang kehilangan arah.

Tersesat.

***

The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang