IYNX
Suasana berubah. Aku dan Light hanya sedikit berbicara. Ini pasti karena tadi....
Aku terkejut. Hanya itu. Namun bukan berarti aku akan menjauhi Light ketika mengetahui sisi lainnya. Bagaimanapun juga, dia tetaplah sahabatku. Cahaya yang datang untuk menghangatkanku ketika aku tengah menggigil dalam pusaran angin Shade.
Light menghentikan mobilnya di depan gedung apartemenku. "Aku akan mengantarmu ke dalam."
"Sampai sini saja. Kau harus segera mengantarnya pulang," tunjukku pada Nadia yang tertidur di bangku belakang.
"Oh, oke."
"Merry Christmas, Light."
"Merry Christmas."
Lalu aku pun turun dari mobilnya.
"Iynx...."
Aku menoleh.
Light turun dari mobilnya. Menghampiriku. "Maaf. A—"
"Sstt." Kuletakkan telunjukku di depan bibirku. Aku berjinjit untuk menjangkau telinganya. "Seperti apa pun sisi lainmu, bagiku kau tetaplah orang yang meminjamkan bahu untukku menangis," bisikku. Dan tanpa menunggu responsnya aku meninggalkannya.
Aku masih hendak memasuki gedung saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh punggung tanganku yang telanjang. Ah, aku lupa mengenakan sarung tangan. Aku mendongak. Butiran berwarna putih beterbangan tertiup angin.
Salju.
Salju pertamaku di Brooklyn. Turun tepat di malam Natal....
Kurapatkan overcoat-ku dan aku berjalan memasuki gedung apartemenku.
Sesosok laki-laki berdiri mematung, punggungnya bersandar pada pintu apartemenku. Seakan tak peduli dengan dinginnya udara yang menusuk, laki-laki itu hanya mengenakan kaus dan jaket dengan ritsletingnya yang terbuka.
Aku mendekatinya. "Shade...."
Shade menegakkan kepalanya yang terkulai.
"Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau tidak kedinginan?" Aku buru-buru melepas overcoat-ku dan memakaikannya pada Shade.
Shade melepasnya dan berbalik memakaikannya padaku. "Mana mungkin pangeran es akan merasa kedinginan?"
Mataku membelalak.
Bagaimana dia bisa tahu julukan yang kuberikan padanya?
Kami bertatapan. Mata bertemu mata. Rasanya ... sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Padahal beberapa hari yang lalu kami baru saja 'melarikan diri' dari Light dan Nadia.
"Senang sekali rasanya bisa melihatmu, Iynx," ucapnya parau. Kemudian mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajahku.
Kulitku rasanya seperti terbakar saat jarinya mendarat di pipiku. Panas sekali. "Kau demam?" Aku buru-buru mengambil tangannya dan mendekapnya.
Shade menggeleng.
"Kau ini...." Aku sudah bersiap untuk memarahinya saat tiba-tiba Shade menarikku ke dalam pelukannya.
"Tolong jangan suruh aku pergi dari sini," bisiknya. Tubuhnya menggigil, jemarinya mencengkeram bagian belakang overcoat-ku
Aku mengusap-usap punggungnya. "Mana mungkin aku menyuruhmu pergi? Sekalipun ingin, aku takkan bisa."
"Iy...."
"Shade, lebih baik kita masuk ke dalam." Aku menyelanya.
Kukeluarkan kunciku dan membuka pintu apartemenku. Sampai di dalam aku menyuruhnya berbaring di tempat tidurku, lalu aku segera menyalakan penghangat ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blows
Romance[DITERBITKAN OLEH HD PUBLISHER - 2017] Aku bertemu dengannya tepat di saat daun-daun mulai berguguran. Dia yang memiliki tatapan sedingin es. Dia yang bersikap acuh tak acuh. Lalu kami mulai bertengkar, kemudian berbaikan. Kami berbicara, bertukar...