Bab 1
IYNX
"Iynx...." Mellisa menyambut dan memelukku. "Terima kasih, Tuhan. Karena telah menjaga satu-satunya adikku," lanjutnya penuh rasa syukur.
Aku memutar mataku. "Jangan berlebihan."
Mellisa melepaskanku. "Bagaimana perjalananmu?"
"Lumayan," jawabku malas.
Memakan waktu satu setengah jam untuk terbang dari Ohio ke New York. Lalu setibanya di bandara JFK, New York, aku harus menempuh perjalanan lagi dengan subway selama satu jam untuk sampai di sini.
Di Brooklyn.
"Kau ... masih marah padaku...?" tanya Mellisa ragu.
Aku menaikkan bahu, enggan menjawabnya.
"Iynx...."
Aku mendesah panjang. "Ya. Aku masih marah padamu. Bagaimana bisa kau menikah diam-diam tanpa terlebih dahulu memberitahuku?"
"Iy, aku—"
"Kelak jangan salahkan aku bila aku menikah diam-diam tanpa memberitahumu," lanjutku ketus.
Mellisa terperangah.
"Ehm, ada masalah?" Sebuah suara menginterupsi kami.
Aku dan Mellisa menoleh bersamaan. Seorang pria bertubuh tegap berdiri dengan masing-masing tangannya terselip di saku celananya. Pria itu menatap kami bergantian.
Aku balas menatapnya. Heran.
Siapa dia?
Pria itu mengulurkan tangannya. "Lucas Harrington."
Keningku berkerut.
Mellisa menyentil pinggangku dengan sikunya, memberiku isyarat untuk menjabat tangan pria itu.
Dengan ragu aku menjabat tangan pria itu.
"Aku Lucas Harrington, suami Mellisa," katanya lalu melepaskan tanganku.
"Oh...."
"Kalian berdua mirip," katanya lagi.
"Begitulah."
Secara fisik kami berdua mirip, hanya saja usiaku lebih muda lima belas tahun daripada Mellisa.
Lucas menarik gagang koperku. "Apa hanya ini saja bawaanmu?"
"Ya."
"Oke. Ayo, kita pulang! Shade dan Light sudah menunggumu di rumah."
Kali ini aku tak membalas. Hanya bisa menurut saat Mellisa menggandeng tanganku untuk berjalan mengikuti Lucas.
Semua ini terasa seperti mimpi. Atau ilusi.
Benarkah aku akan tinggal di Brooklyn?
Keluar dari stasiun, embusan angin langsung menerpa wajahku. Agak dingin, khas awal musim gugur. Aku merapatkan mantelku, kemudian mendongak.
Mataku menyipit. Langit di sini tampak sama dengan langit yang kulihat di Ohio. Cerah, sinar matahari menembus celah-celah gedung.
Aku menoleh, mengamati sekelilingku. Rata-rata bagunan di sini bergaya klasik. Di sepanjang trotoar, pepohonan berukuran sedang berjajar dengan jarak agak berjauhan. Daun-daunnya masih berwarna hijau, namun ada sebagian yang mulai menguning.
Bangunan klasik dan musim gugur. Sungguh. Ini perpaduan yang memanjakan mata.
"Apa musim gugur di sini sama dengan di Ohio?" tanyaku pada Mellisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blows
Romance[DITERBITKAN OLEH HD PUBLISHER - 2017] Aku bertemu dengannya tepat di saat daun-daun mulai berguguran. Dia yang memiliki tatapan sedingin es. Dia yang bersikap acuh tak acuh. Lalu kami mulai bertengkar, kemudian berbaikan. Kami berbicara, bertukar...