Bab 10

80 8 0
                                    

IYNX

Jika membenci semudah mencintai, maka aku yakin aku tidak akan terluka seperti ini. Jika melupakannya semudah aku mengingatnya, maka dia sudah pasti tidak ada lagi dalam ingatanku.

Namun apa daya aku hanyalah sehelai daun kering yang terjebak dalam pusaran angin. Sebesar apa pun keinginanku untuk mengelak, aku takkan mampu.

Tak banyak waktu yang kulalui bersama Shade, hanya saja kebersamaan kami selalu menorehkan kenangan yang mendalam di hatiku. Kenangan yang takkan mungkin kulupakan.

Aku mematut diri di depan cermin, menatap pantulan diriku yang berbalut gaun malam biru muda. Gaun yang beberapa hari lalu kubeli bersama Mellisa. Gaun yang sengaja kupersiapkan untuk membalut seluruh luka hatiku.

Malam ini Stanley Dagwood mengundang kami makan malam bersama. Aku tidak ingin ikut, tapi sayangnya aku juga tidak memiliki alasan untuk tinggal di rumah.

Siap tak siap, aku harus siap.

Aku harus siap bertemu dengan Nadia.

Hatiku tidak terbuat dari kaca yang rapuh, jadi pasti akan baik-baik saja walau rasanya seperti hancur berkeping-keping.

Aku membuka pintu kamarku dan terkejut tatkala mendapati Shade bersandar di kusen pintu. Dia setengah menunduk, masing-masing tangannya terselip di saku celananya. Shade mengenakan setelan jas hitam tanpa dasi. Kemeja navy-nya tidak dimasukkan, membuatnya tampak berantakan. Namun di mataku dia sungguh menawan.

"Iynx...." Dia berbisik. Sepasang mata cokelatnya menggelap, menatapku dengan segenap emosi yang tak terungkap.

Aku gelagapan.

"Ada yang salah dengan penampilanku?" tanyaku, berusaha untuk tetap bersikap wajar. Berpura-pura tidak merasakan luapan emosinya yang sebenarnya mulai membanjiriku.

Shade maju selangkah, lalu mengulurkan tangannya dan membelai wajahku. "You look stunning, Iynx. Gaun yang kau kenakan serasi dengan warna matamu," pujinya.

"Thanks." Aku menunduk, tak ingin Shade tahu bila pujiannya membuatku tersipu.

Shade mengangkat daguku. "Apa pun yang terjadi kuharap kau masih mau berdiri di sisiku sebagai Iynx-ku."

"Apa maksudmu?"

"Iynx yang tetap datang ketika aku menyuruhnya pergi, Iynx yang tetap berbicara ketika aku menyuruhnya bungkam, Iynx yang tetap ramah walau aku selalu mengabaikannya. Bisakah kita terus seperti itu?"

"Aku...."

"Kumohon tetaplah menjadi Iynx-ku meski ... meski nantinya akan ada Nadia di antara kita."

Kadua mataku memanas. Dadaku ngilu. Dia menyuruhku untuk tetap berada di sisinya sementara dia bersanding dengan gadis lain?

Ck, yang benar saja!

Kutelan kembali air mataku. Aku tidak boleh menangis. Sesakit apa pun ini aku harus menanggungnya, karena ini merupakan resikoku menyukainya.

"Aku tidak bisa, Shade," kataku parau.

Shade mendekatkan wajahnya padaku. "Kau bisa!" Lalu dia mencium bibirku sekilas.

Dia ... melakukan itu lagi.

Aku terlena. Ribuan kupu-kupu beterbangan menggelitik perutku. Aku menggigit bibir bawahku untuk mengembalikan kesadaranku yang sempat hilang saat Shade mencuri sebuah ciuman dariku.

"Shade...."

"Hm."

"Kembalilah menjadi Shade yang dulu agar aku punya alasan untuk membencimu. Kumohon, jangan perlakukan aku seperti ini...."

The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang