Bab 20

57 3 0
                                    

Sepuluh tahun kemudian....

IYNX

Baru saja aku menghempaskan pantatku di kursi sewaktu asistenku, Hannah, memasuki ruangan. Dia meletakkan daftar nama pasien yang harus kutangani hari ini di atas meja.

"Terima kasih," kataku.

"Yep," balasnya cepat. "Oh ya, tadi Dokter Dagwood menitipkan pesan untukmu jika...."

"Aku tahu. Aku tahu," potongku segera. "Kau selalu menyampaikan pesan yang sama tiga hari berturut-turut." Sudah tiga hari ini Nash selalu pulang bersamaku. Mobilnya sedang dalam perbaikan.

"Kau dan dia sepertinya memiliki hubungan 'lebih'..." gumamnya.

Aku memeriksa daftar nama pasien di hadapanku. Tak menghiraukannya.

"Iynx?"

Aku mendesah panjang. Sedikit kesal. "Listen. I have a boyfriend and Nash just a friend. Adiknya adalah sahabatku. Kakeknya dan suami kakakku adalah besan. Mengerti?"

"Tapi sejak duduk di bangku kuliah kalian berdua begitu akrab...."

"Akrab bukan berarti kami memiliki hubungan lebih. Dia sudah seperti kakakku sendiri."

Hannah mengangguk-angguk. "Oke. Aku keluar dulu."

Sepeninggal Hannah aku duduk termenung, menatap fotoku bersama Light yang kuletakkan di atas meja kerjaku.

Tahun berlalu. Musim berganti, hingga berulang....

Sepuluh tahun. Aku dan Light melaluinya dengan berliku. Terpisah oleh jarak serta kesibukan, membuat hubungan kami merenggang. Kami putus di tahun kelima dan sempat hilang kontak selama dua tahun.

Tiga tahun lalu tiba-tiba saja Light muncul di depan apartemenku, mengatakan bahwa dia merindukanku. Kemudian aku mengajaknya masuk dan kami bertukar cerita.

Selama dua tahun kami hilang kontak, Light dekat dengan seorang gadis bernama Ivy. Mereka dulu adalah teman satu fakultas. Banyak hal yang Light ceritakan mengenai gadis itu.

Sedangkan aku pernah dekat dengan seseorang bernama Mikael. Mikael adalah teman Nash. Mikael menyukaiku, namun aku hanya menganggapnya sebagai seniorku. Aku sama sekali tak memiliki perasaan apa pun terhadapnya.

Perasaanku masih tetap sama.

Tak berubah.

Sejak hari itu hubunganku dan Light perlahan membaik. Pelan-pelan kami mulai menyambung tali yang terputus, memperbaiki komunikasi dengan menyediakan waktu untuk mengobrol. Setiap ada waktu luang Light selalu menyempatkan diri untuk mengunjungiku.

Kebekuan menyusupi dadaku ketika aku mengingat Shade. Terkadang saat aku duduk seorang diri dan tidak melakukan apa-apa, bayangannya merangsek masuk. Dan dadaku masih saja terasa sakit.

Sepuluh tahun sudah aku tak bersua dengannya. Telingaku selalu kututup rapat-rapat saat tanpa sengaja Light menyebut namanya. Sungguh, aku ingin lepas darinya.

Sekuat tenaga aku berusaha. Menganggap bila dia hanyalah bagian dari ilusiku. Sesuatu yang tidak nyata. Tapi bila dia tidak nyata, mengapa segala hal tentangnya selalu menyakitkan?

Entah.

Aku mengambil daftar pasienku dan mulai bekerja. Aku perlu mengisi kepalaku dengan sesuatu agar sosoknya tergeser dari pikiranku.

***

Kurenggangkan leherku sembari berjalan menuju tempat parkir. Ini sudah jam delapan malam dan perutku berbunyi. Protes. Saking sibuknya aku sampai melewatkan waktu makan siangku tadi dan tentunya aku juga belum makan malam.

The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang