Enam tahun kemudian....
IYNX
Nostalgia.
Mobil yang kami tumpangi berhenti di sebuah halaman yang begitu luas. Pohon maple dengan daunnya yang memerah serta embusan angin khas musim gugur mengingatkanku pada hari itu.
Rasanya semua itu baru saja terjadi kemarin. Memoriku masih mengingat seperti apa Shade kala itu.
Seorang anak laki-laki berusia delapan belas tahun yang tak memiliki pilihan di kedua tangannya.
But time flies and fate changed!
Shade meninggalkan perusahaan dan dengan modal yang dimilikinya, dia menyewa sebuah tempat yang dijadikannya kantor untuk memulai bisnisnya sendiri. Kini Shade sudah memiliki perusahaanya sendiri, masih belum besar, tapi aku yakin suatu hari nanti perusahaannya akan besar.
Tanpa kusadari, kedua sudut bibirku naik.
Shade meremas jemariku. "Adakah hal yang membuatmu senang?" tanyanya lembut.
"Aku hanya teringat mengenai cacing planaria," jawabku. "Demi itu kau memaksaku membolos dan mengajakku kemari."
"Ah, iya!"
Aku menoleh. Pandanganku tersita oleh garis putih samar di pelipisnya. Kusentuh garis itu dengan jari telunjukku. "Aku harap Kain dan Kiel tak senekat kau. Memanjat pohon hanya demi menangkap seekor capung."
"Tapi aku mendapatkannya." Shade tak mau kalah.
"Kau juga mendapat bonus luka itu karena terjatuh dari pohon."
Shade manggut-manggut kemudian mencubit pipiku. "Berisik."
Aku cemberut.
"Ah, maaf ... maaf. Aku lupa jika perasaanmu sangat sensitif." Lalu Shade meraba perutku. "Aku harap kau laki-laki. Iynx seorang saja sudah begitu merepotkan, jika ada dua tenagaku bisa habis." Dia bergumam pada perutku.
"Shade...." Aku mendesis. Kesal.
Shade terkekeh. "Ayo turun."
Dua orang anak laki-laki berusia empat tahun berlari menyambut kami.
"Dad!"
"Mom!"
Shade menangkap mereka berdua. Batinku tersenyum, Kain dan Kiel benar-benar versi mini dari Shade, sama sekali tak ada jejakku pada mereka berdua.
Aku memutar mataku, sepertinya mereka berdua hanya menumpang tidur di perutku selama sembilan bulan.
Rachel dan Gary muncul dari dalam rumah, masing-masing dari mereka menenteng dua koper milik Kain dan Kiel. Dua hari lalu aku dan Shade pergi menghadiri pernikahan Greta di New Jersey, jadi kami menitipkan Kain dan Kiel pada Rachel dan Gary.
"Terima kasih sudah menjaga mereka," ucapku pada Rachel dan Gary.
"Sama-sama. Melihat mereka rasanya seperti melihat Shade dan Light," balas Rachel.
"Ah, benar juga!" Aku menimpali.
Shade berjalan ke arahku dengan masing-masing tangannya menggandeng Kain dan Kiel. "Apa kalian tidak merindukan Mommy dan adik kalian?"
Kiel mengelus perutku. "Aku ingin adik laki-laki."
"Aku juga." Kain tak mau kalah.
Aku memutar mataku pada Shade yang tersenyum penuh kemenangan.
Dasar!
Aku membelai kepala mereka berdua. "Ayo kita pergi. Uncle Light, Grandaddy, dan Mellisa, sudah menunggu kalian untuk makan malam."
"Yay!" seru mereka, girang. Kemudian naik ke mobil.
Setelah berpamitan pada Rachel dan Gary, aku dan Shade menyusul kedua anak kami. Shade menarik pinggangku. "Kurasa anak perempuan tidaklah buruk, karena dia memiliki dua kakak yang luar biasa," bisiknya. "Jika dia perempuan, aku akan menamainya Autumn."
Aku tersenyum. "Nama yang indah."
Ah, Shade ... kau masih saja berubah-ubah seperti embusan angin. Tapi aku senang karena kau tetap menjadi pusaran angin yang membelengguku.
***
END
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blows
Romansa[DITERBITKAN OLEH HD PUBLISHER - 2017] Aku bertemu dengannya tepat di saat daun-daun mulai berguguran. Dia yang memiliki tatapan sedingin es. Dia yang bersikap acuh tak acuh. Lalu kami mulai bertengkar, kemudian berbaikan. Kami berbicara, bertukar...