Saatnya Menyerah

3.2K 330 76
                                    

Seharian ini Mia dirundungi perasaan gelisah tak berkehabisan. Apalagi semakin mendekati jam pulang kerja, intensitas ia melirik ruangan Pemred di lantai atas semakin meningkat. Setiap pintu ruangan itu terbuka, Mia akan melirik lewat sudut matanya. Harap-harap cemas akan sosok yang akan keluar disana.

"Menurut lo, Pram, kalau cowok tiba-tiba ngajak dinner, itu maksudnya apa ya?" Mia akhirnya mengutarakan kegelisahannya ke Pram yang sedang merapikan kuku.

"Karena laper." Jawab Pram sekenanya. Ia memandang kuku-kuku lentiknya dengan pandangan memuja.

"Ih, Pram gak asik deh." Sungut Mia kesal.

Pram tertawa cekikikan. Tangannya menyubit pipi Mia yang mengembung. "Canda, Mia sayang. Emang siapa sih yang ngajakin yey dinner? Cowok yang abis ngopi darat kemaren itu?" respon Pram akhirnya. Ia menutup botol kuteksnya rapat-rapat, memasukkan ke dalam laci meja. Kalau diletakkan begitu saja di atas meja, besok-besok sudah raib tak bersisa.

"Bukan." Mia menggeleng cepat. Pram mengangkat sebelah alisnya, menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut Mia. "Ada deh, Pram. Rahasia. Pokoknya cowok."

"Tuh kan, siapa yang mulai gak asik sekarang. mulai rahasia-rahasian ya lo Mia!" mulut Pram mencebik tak terima.

"Mulut lo sih kayak toa."

"Udah tahu begitu, masih mau aja curhat sama gue."

"Gue cuma minta pendapat lo, Pram. Ya sebagai teman cowok gue yang terdekat dan terbaik di kantor ini, gue minta pendapat lo. Kira-kira kalau ada cowok yang tiba-tiba ngajak seorang cewek dinner, padahal selama ini mereka gak akrab, itu apa maksudnya. Oh, enggak, seharusnya diterima gak sih ajakannya?" Mia bertanya hati-hati. walau kalimatnya sedikit ambigu, ya memang begitu kenyataanya. Secara lahiriah, Pram memang seorang lelaki, hanya saja Mia tidak tahu temannya itu masih bisa merasa dan berperilaku sebagai lelaki atau tidak.

"Oke, gue cowok, lelaki, pria, man but I'm not superman." Pram mengulang perkataan Mia dengan nada dibuat-buat. "Denger ya, Mia. tanpa harus nanya ke cowok juga udah jelas keleus kalau cowok yang elo maksud itu punya feeling, ya setidaknya tertarik sama lo. Polos banget sih jadi orang, Mia."

Mendengar jawaban Pram, Mia melongo. Tertarik? Tertarik apanya?

"Emang siapa sih dia? Kalau bukan cowok yang ketemuan sama lo di kafe kemarin, boleh deh buat gue." Tanya Pram lagi. masih penasaran akan sosok 'cowok' yang dibicarakan mereka.

Bukannya menjawab, Mia malah diam saja. ia lantas menggeser kursinya balik ke kubikelnya. Tak dipedulikannya celotehan panjang Pram yang masih gencar bertanya banyak hal. Sekarang di pikiran Mia hanya dipenuhi akan ajakan dinner Reynald kemarin. Itu sih bukan ajakan, tapi paksaan, batin Mia kesal. Kalau apa yang dikatakan Pram benar, sungguh bossnya itu tak punya jurus menggombal dan modus layaknya lelaki masa kini. Tumbuh besar dengan Arka, Mia sudah hapal segala macam trik-trik meluluhkan hati perempuan. Meski terlihat menjengkelkan, setidaknya Mia berharap jika ada pria yang tertarik padanya menggunakan trik-trik seperti itu. tidak asal tembak seperti Reynald. Tapi apa iya, kalau Reynald tertarik padanya? Atas dasar apa? Ini bukan sebatas Mia yang ke-geeran kan?

Sayangnya Mia tak bisa membiarkan lamunannya larut lebih panjang. jam istirahat berakhir dan ia harus kembali bekerja. Mia berusaha memusatkan perhatiannya pada artikel-artikel dari koresponden asing yang masuk. walau matanya sesekali melirik jam di sudut layar computer. Bagaimana ini, dua jam lagi waktu bekerja akan berakhir dan itu artinya ia harus pergi dinner dengan Reynald. Kenapa membayangkannya saja perut Mia mulas tiba-tiba.

Mia masih sibuk memeriksa artikel begitu ponselnya bergetar. Satu chat masuk dari nomor yang tak dikenalnya.

+62 821-1814-223 : Hai Kak Mia. ini Giri. Mau nanya dikit boleh gak, Kak?
Mia menghela nafas panjang. Ia cukup lama membiarkan chat dari Giri tanpa berniat membalasnya. Pertemuan mereka kemarin entah mengapa membuat sikap Mia menjadi lebih hangat, tak dingin seperti biasa. Mia punya alasan kuat mengapa dulu ia membenci Giri dan alasan itu tak lebih karena ia berhasil mencuri perhatian Arka. Namun setelah Mia pikir-pikir, Giri tak seburuk yang ia kira. Kalau dulu ia selalu melist daftar panjang keburukan pacar-pacar Arka, maka sekarang Mia bingung harus memulai darimana. Meski masih sedikit tak terima, Mia akhirnya sadar bahwa tak baik menyimpan dendam terlalu lama. apalagi ternyata ia memiliki ketertarikan yang sama dengan Giri. Ia masih ingat bagaimana serunya mereka membahas masalah seputar fashion, kosmetik, music dan film favorit yang selama ini selalu dicibir Arka karena terlalu feminim. Dan untuk urusan kecemburuan dan ketidaksukaanya pada pasangan kekasih itu, Mia berusaha bersikap tenang. ia sungguh kenal baik Arka. Definisi pacaran Arka tak lebih dari tiga bulan. Sekarang Mia sibuk menghitung waktu yang tersisa hingga hari itu tiba.

A.MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang