Aroma kue yang baru dipanggang tercium dari depan toko roti di tepi jalan itu. Arkana Cake and Bakery. Tepat jam delapan, Dahlia membuka toko kuenya. Merapikan letak berbagai macam kue dan roti pada tempatnya. Dari kue-kue basah tradisional, kue kering, hingga roti-roti dan pesanan cake ulang tahun maupun pernikahan tersedia di tokonya.
Ia sudah lama membuka toko kue ini. Semenjak suaminya meninggal delapan belas tahun yang lalu, ia memutuskan untuk menyalurkan hobi memasaknya dengan membuka toko kue. Uang pensiun suamianya tidak selamanya bisa menanggung biaya hidupnya dan anak lelakinya. Awalnya hanya menerima pesanan para tetangga yang sedang ada hajatan, namun lama kelamaan, ketika orang-orang sudah tahu kualitas kue buatannya dan banyak menerima pujian, akhirnya ia memutuskan untuk membuka toko ini. Nama tokonya sendiri diambil dari nama anak laki-lakinya, Arkana. Delapan belas tahun berlalu, toko kuenya sudah berkembang pesat. Bahkan ia sudah membuka beberapa cabang di daerah Ibu kota.
Terdengar suara pintu dibuka, beberapa karyawannya masuk. Memberi salam kecil padanya lalu sibuk pada pekerjaan masing-masing.
"Mira, nanti kamu urus pesanan hari ini ya! Daftarnya ada di atas meja." Ujarnya memberitahu karyawannya. Mira, karyawan yang dimaksud, menganggukkan kepalanya. Lalu kembali sibuk meletakkan beberapa roti yang baru dipanggang ke atas nampan yang berjejer.
Usai memberi arahan dan memeriksa pekerjaan pada koki di dapur, ia masuk ke dalam rumah. Naik ke lantai atas, dan berhenti tepat di depan pintu coklat yang terdapat tulisan 'Do not Enter! Hot Content!' besar-besar. Tanpa menghiraukan tulisan itu, ia membuka pintu yang memang tidak ternah terkunci, dan hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika melihat anaknya, Arka, masih terkapar tak sadarkan diri di atas kasur.
"Arka, bangun, nak!" ujarnya lembut. Tangannya cekatan membuka gorden jendela, membuat cahaya matahari seketika masuk memenuhi ruangan kamar anak bujangnya. Sementara yang dipanggil, masih terlena dalam alam mimpinya.
"Arkana!" Kali ini ia memanggilnya dengan nada lebih keras. Menggoyangkan kaki anaknya. Karena belum ada respon juga, terpaksa ia menerapkan cara bar-bar. Dahlia meraih kemoceng di atas lemari. Tanpa aba-aba, ia segera menggoyang-goyangkan kemoceng bulu itu ke depan hidung Arka, ke seluruh wajahnya, lalu turun hingga ke leher hingga badan anaknya yang telanjang.
Caranya berhasil. Sekarang Arka menggeliat kegelian. Matanya spotan terbuka dan langsung mendapati Mamanya yang sedang tertawa senang.
"Mama apaan sih!" gerutu Arka kesal. Tangannya terangkat menutupi matanya dari sinar matahari.
"Lah, mama kan udah bangunin baik-baik tadi. Karena gak mempan Mama gelitikin deh" Dahlia tertawa geli melihat tampang Arka yang baru bangun tidur. Rambut gondrongnya berantakan, beberapa lembar menyelip di pipinya yang basah oleh iler.
"Tapi ini kan masih pagi. Aku masih ngantuk." Tangan Arka bergerak menarik selimutnya lagi. Berniat melanjutkan tidurnya yang terganggu. Namun belum sempat keinginannya terealisasi, Dahlia sudah terlebih dahulu melancarkan serangan kemoceng bulu lagi.
"Aish Mama, jangan gitu dong! Geli tahu!" Arka menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. Berlindung dari serangan kejam kemoceng bulu. Sejak kecil ia memang tidak bisa menahan geli. Jenis kelaminnya saja yang laki-laki, namun jika sudah digelitiki, maka Arka akan berubah jadi perempuan seketika.
"Aduh Mama, serius aku geli nih. Ma..MAAAA!"
Dahlia tidak bisa lagi menahan tawanya begitu tanpa sengaja ia menarik kuat selimut Arka, sehingga membuat tubuh anaknya yang hanya memakai celana dalam terpampang di depan matanya. Arka yang merasa terzalimi kembali menggerutu kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M
Chick-LitMia tak punya alasan lain untuk mencintai Arka. Sejak ditemukan Arka dalam keadaan menggenaskan lima belas tahun lalu, hati Mia seolah tertambat pada Arka seorang. Pahlawan kecilnya, yang mengulurkan tangan di saat ia ketakutan, menberinya sepoton...