Minggu siang yang panas, motor Arka menembus keramaian jalanan menuju gedung apartemen mewah di kawasan SCBD. Sejak memasuki lobby gedung hingga masuk ke dalam lift, Arka tak henti-hentinya mengungkapkan kekaguman akan desain bangunan yang mewah. Mia hanya menggeleng kepalanya maklum. Ia sendiri cukup kagum dengan desain bangunan ini. Ia sering melewatinya, terlihat mencolok di tengah berdirinya gedung-gedung tinggi di kawasan sudirman yang ramai, namun tidak seheboh Arka yang tak berhenti bergumam hingga pintu lift berdenting pelan. Lantai 11. Arka dan Mia keluar, mencari kamar bernomor 1139. Begitulah yang tertera di layar ponsel Mia. Sesuai dengan alamat yang dikirimkan Reynald semalam.
"Gila.. edan..." gumam Arka tak jelas sepanjang perjalanan di koridor sepi yang bernuansa nyaman itu. Kepala Mia menoleh ke sumber suara. Mendapati Arka tengah serius menatap layar ponselnya hingga berhenti di tengah jalan. Kepala Arka terangkat, menatap Mia serius. "Kamu tau gak harga perunit apartemen disini, Mi?" tanya Arka tak kalah seriusnya.
"Mahal pastinya." Mia menjawab pendek. Kembali melanjutkan langkah kakinya. Mencari nomor kamar yang dicarinya. Arka segera menyusul, menyamai langkah kakinya dengan Mia.
"Mahal banget, Mi." Arka masih kukuh pada pembahasannya tadi. Menyodorkan ponselnya ke depan mata Mia. "coba deh kamu baca ini. Gila. Si Reyot banyak duitnya juga ya. jangan-jangan hasil ngepet lagi. kapan-kapan nyoba juga yuk, Mi. Kamu yang ngepet, aku yang jaga lilin." Arka tertawa panjang. Menggema sepanjang koridor yang sepi. Mia menghela nafas panjang, berhenti, lantas menatap Arka yang masih tertawa senang akan idenya tadi.
"Kamu sembarangan deh, Ka. Jangan kenceng-kenceng ketawanya, nanti dimarahin penghuni disini dikiranya kamu nuduh mereka ngepet semua. Lagian emangnya masih ada ya ngepet-ngepetan jaman sekarang?"
Tawa Arka berhenti, ikut menghela nafas panjang. Kembali menatap Arka serius. "Jangan salah, Mi. Itu cara cepat meraih kekayaan. Kayak Justin Bieber ngehits di youtube aja gimana. Makanya ayo kita cobain, hasilnya bagi dua deh. Aku jamin lilinnya gak bakalan mati, dan kamu gak bakalan dikejar warga. Haha."
"Terserah kamu deh mau ngomong apa." Mia memutar bola matanya bosan. Teringat sesuatu, ia melipat kedua tangan di depan dada. Gantian ia yang menatap Arka serius. "Ingat apa kata aku di parkiran tadi kan?"
"Yang mana?" balas Arka tak peduli. Ia berjalan mendahului Mia. Memeriksa nomor di stiap pintu.
"Jaga omongan kamu di depan Pak Rey nanti. Jangan ngomong sembarangan, apalagi bikin dia marah. Oke?"
"Kenapa aku harus begitu?"
"Ya jelas lah Arka. Emangnya aku gak tau gimana lemesnya mulut kamu kalau udah ketemu seseorang yang kamu gak suka. Jangankan gak disuka, orang baru ketemu aja abis kamu omongin."
"Itu sih tergantung, Mi. Lihat situasi dan kondisi nanti. Kalau sikapnya si reyot memancing terjadinya percekokan, ya aku sih rela-rela aja ngikutin alur dia."
"Jangan panggil dia reyot atau panggilan aneh lainnya. Orang kayak Pak Rey gak akan nyari masalah."
"Jadi kamu ngeraguin aku nih?" sela Arka tak terima.
"Emang begitu kenyataannya kok. Please ya, Ka, dia itu boss aku. Aku yang gak enak kalau ada apa-apa ntar." Mia berkata serius, sedikit memohon. Melihatnya Arka hanya bisa menghela nafas pelan.
"Oke...oke... aku usahain." Gumamnya pelan.
"Nah gitu dong. Baru Arkana Julian. Duh anak siapa sih ini. Kalau kalem gini kan jeleknya ilang, keliatan lebih jantan" Puji Mia tulus. Mentoel pipi Arka.
"Emangnya selama ini aku gak jantan apa, Mi?" nada suara Arka meninggi. Kembali menghentikan langkahnya.
"Jantan sih, tapi lemesnya minta ampun." Balas Mia santai. Mendengar jawaban Mia, bukannya marah, bibir Arka malah tertarik ke atas. Memamerkan senyum jahilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M
ChickLitMia tak punya alasan lain untuk mencintai Arka. Sejak ditemukan Arka dalam keadaan menggenaskan lima belas tahun lalu, hati Mia seolah tertambat pada Arka seorang. Pahlawan kecilnya, yang mengulurkan tangan di saat ia ketakutan, menberinya sepoton...