ONE

143 11 0
                                    

"Elaaaaan! Bangun! Ini sudah jam delapaaan!!"

Elan mendesah pelan dalam keadaan setengah terbangun. Pada saat-saat seperti ini, teriakan Ibu terdengar lebih nyaring daripada sambaran geledek bertalu-talu di langit.

Ia membuka mata dengan kepala pusing berat. Emang kenapa kalau sekarang udah jam delapan? Apa ada undang-undang yang melarang umat manusia untuk tidur sampai lewat jam delapan?

Meski malas setengah mati, tetep aja dipaksakannya untuk bangkit. Kalo enggak, dalam jangka waktu nggak sampai lima menit pasti sambaran geledek serupa akan terjadi lagi.

Dengan hanya sempat bersisir seadanya, ia keluar dari kamar. Sepi menyergapnya. Tak ada aktivitas lagi di rumah, kecuali Ibu yang lagi sibuk memberesi sisa-sisa sarapan di meja makan. Nggak perlu lagi ditanya. Erin udah berangkat sekolah, sedang Bapak pastinya ya udah berangkat ngantor.

"Kamu nggak kuliah hari ini?"

Elan menjatuhkan pantatnya di kursi ruang tamu dan memungut koran pagi yang lecek-lecek karena baru aja dibaca Bapak. Ia menguap lebar saat menjawab,

"Nggak."

"Kenapa?"

"Ya emang hari Kamis nggak ada jadwal kuliah. Adanya lagi baru besok sama Sabtu."

"Kalo gitu cepetan mandi trus sarapan sana!"

Elan menguap lagi, "Lha wong nggak ada kuliah, mandinya nanti to ya sekitar jam sembilan atau sepuluh...!"

"Mandinya harus sekarang. Kalo kamu nggak ada kuliah, berarti hari ini kamu bisa ngantar Ibu ke rumah Bu Lurah. Ayo, cepet!"

"Sebentar dong, ah. Aku masih ngantuk nih..."

"Harus sekarang, Elan! Ibu tu janjiannya ketemu sama Bu Lurah jam setengah sembilan. Telat sedikit aja, nanti Bu Lurah-nya keburu keluar. Lagian kalo kena air kan ngantukmu jadi ilang."

"Ya bentar, tak baca ini dulu..."

Sementara Elan membaca koran, dan menghindari headline hari itu yang berisi hasil pertandingan Liga Champions dini hari kemaren, Ibu mondar-mandir di depannya sambil membawa kemoceng dan sapu ijuk. Ibu nampaknya nggak sabar dan geregetan karena Elan nggak kunjung bangkit sementara waktu terus bergerak mendekati jam 8.30.

"Oya, barusan Pak Nugi nelpon. Dia nyuruh kamu datang ke markas PSIS untuk ngambil jadwal latihan..."

Yang ini manjur. Elan dengan seketika langsung bangkit dengan sukarela!

"Bu, aku akan mematuhi segala perintah Ibu dan mengantar Ibu hingga ke ujung dunia sekalipun asalkan urusan satu itu nggak dibahas lagi."

Ibu tersenyum simpul, "Makanya cepetan."

Nggak sampai dua menit kemudian udah terdengar suara cibang-cibung dari dalam kamar mandi. Tepat ketika Ibu hendak membereskan bagian atas kulkas di sekitar pesawat telepon, si telepon tahu-tahu berdering keras.

"Selamat pagi."

"Elan-nya ada, Bu Wicak?"

Itu suara Pak Nugianto, manajer baru PSIS. Ibu udah hapal sekali suaranya, soalnya dia hampir tiap hari nelpon ke sini sepanjang dua minggu terakhir ini.

"Dia lagi mandi, Pak Nugi."

"Tetap belum mau ya, Bu?"

"Susah, Pak. Kelihatannya dia frustrasi banget," Ibu melirihkan volume suaranya, meski udah jelas Elan tetep aja nggak bisa denger karena kupingnya di sana lagi disibukkan oleh suara guyuran air dari dalam bak mandi.

Terdengar suara helaan napas Pak Nugi, "Padahal hari Rabu depan itu semua pemain udah harus teken kontrak, terutama yang baru-baru kayak Elan."

"Lho, bapaknya anak-anak bilang, katanya urusan kontrak masih bisa diurus sampai bulan depan."

"Memang, tapi saya penginnya urusan kontrak dengan Elan udah beres minggu depan, jadi dia sudah bisa kita ajak ikut tur uji coba ke Malaysia dan Brunei. Kalau dia baru teken kontrak bulan depan, dia nggak bisa ikut pemanasan bareng yang lain-lainnya."

"Ya coba deh, nanti saya coba bujuk dia supaya mau balik lagi. Sayang emang kalo bakat sebesar dia trus ilang begitu saja cuman karena dia patah arang."

"Saya dengar dari anak-anak setim, katanya Elan sekarang bahkan menghindari semua hal yang berbau bola, ya?"

"Iya. Poster-poster bola di kamarnya dicopot semua. Sekarang tembok kamarnya putih bersih kayak kamar cewek."

"Cewek aja sekarang banyak yang maniak bola," Pak Nugi menarik napas panjang lagi. "Ya sudah, Bu Wicak, segitu dulu saja. Terima kasih banyak sebelumnya. Nanti kalau ada perkembangan baru, saya tolong dikabari secepatnya."

"Ya, Pak Nugi. Terima kasih juga."

Ibu meletakkan gagang telepon dengan mata tertuju ke arah layar TV yang tengah menayangkan siaran iklan pertandingan Liga Seri A untuk edisi Sabtu dan Minggu besok. Berani taruhan, besok Elan pasti juga nggak akan tergugah sedikitpun untuk nonton semua pertandingan menarik itu.

Kini gantian Ibu yang menghela napas. Bener katapepatah, dunia emang bisa terbalik secepat kilat...    

The Rain WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang