Waktu Elan masuk ke ruang tamu Kantor Redaksi Tabloid Remaja Abege, ia sempat mikir dirinya kesasar. Abis tempat itu dipenuhi beberapa orang cewek dan cowok superkeren yang lagi mematut-matut diri dengan busana masing-masing atau lagi sibuk dirias oleh beberapa orang juru rias cowok yang luar biasa feminin (alias banci!).
Beberapa cofem (cowok feminin) lainnya lagi mondar-mandir kian kemari sambil membawa serenteng baju ganti dan berceloteh dengan nada gemulai. Ia sama sekali nggak anti sama dunia modelling. Ia hanya nggak mudeng kenapa bidang satu ini selalu harus dihiasi dengan para cofem. Emang ada yang mewajibkan begitu pas pertama kali dunia modelling didirikan dulu?
Elan tengah melangkahkan kaki dengan ragu-ragu ketika Wening yang lagi dirias di pojok melambaikan tangan penuh semangat.
"Kok belum mulai?" ia nanya setelah sampai di dekat gadis itu.
"Udah selesai. Artis-artisnya udah balik lagi ke hotel. Sekarang tinggal pemotretan kita sendiri."
"Jecy sama Aya mana?"
"Ada di dalam, di ruang Redaksi. Sana, temui mereka! Aku gabung kalo udah selesai. Nggak lama kok. Cuman tinggal satu sesi lagi. Aku punya berita bagus. Ntar ta kasih tahu."
"O, ya? Apa itu?"
"Ya ntar aja. Cepet sono, masuk!"
Elan melangkah masuk ke kantor Redaksi Abege yang terletak di sebelah ruang itu. Bentuknya lapang dan penuh dengan meja dan komputer. Lain kayak kantor-kantor kebanyakan, kantor yang satu ini nggak pake penyekat antarmeja, jadi suasananya lebih mirip kayak ruangan kelas di kampus. Di dinding banyak tertempel poster-poster artis dan poster film. Pesawat TV besar di pojok ruangan lagi menayangkan film kartun Jepang dengan volume dikecilin.
Di meja paling ujung dekat ambang pintu penghubung ke ruang tamu, Jecy dan Aya lagi asyik nongkrong dengan dua orang cowok. Mereka adalah sobat-sobat kental Wening, sama-sama anak Administrasi Niaga. Mereka menyambut dengan antusias waktu melihat bayangan Elan muncul. Dua cowok yang bersama mereka menoleh, dan Elan tahu-tahu langsung bete plus nyesel berat kenapa hari ini ia harus ada acara ke Abege.
Sebab dua makhluk jelek itu udah sangat ia kenal dengan sangat baik.
Yang bertubuh tambun dan berkulit gelap adalah Wira, redaktur sport Abege. Sedang satunya lagi yang jangkung dan berkacamata adalah Adi, wartawan Tabloid Olah Raga Liga. Mereka sama-sama berkantor di gedung ini. Abege di lantai tiga, sedang Liga di lantai lima. Mereka juga berteman akrab karena sama-sama wartawan sport. Dan sebagai wartawan sport, otomatis mereka selalu meliput tiap kegiatan PSIS dan semua pertandingan yang dilakukan tim Mahesa Jenar di Stadion Jatidiri.
Karena kerap ketemu dan ngobrol baik di stadion, di tempat latihan, maupun di markas besar PSIS, Elan mau nggak mau juga berteman akrab dengan mereka.
Biasanya sih, ia senang ketemu mereka, karena abis wawancara pasti langsung diajak makan. Tapi sekarang, dalam kondisi ia lagi anti sama bola, ketemu mereka sama aja dengan membangkitkan luka lama.
Mau keluar lagi jelas wagu, karena mereka udah telanjur melihatnya dan berteriak-teriak heboh.
"Kamu lagi apa di sini!?" Wira berseru dengan suara yang emang nggak pernah bisa pelan itu.
"Mau ketemu teman," Elan menyeret salah satu kursi nganggur ke tempat anak-anak itu ngumpul.
"Dia kan cowoknya Wening, Mas," Jecy iseng nyeletuk sambil nyengir nakal.
"Hah? Bener!?" Adi kaget.
"Wah, bukan!" Elan menukas buru-buru.
"Pemain bola ngetop pacaran sama fotomodel ngetop!?" ujar Wira. "Wah, ini bisa jadi bahan berita gosip yang menarik buat edisi depan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain Within
RomanceSebuah kesalahan fatal dalam sebuah pertandingan playoff yang sangat penting membuat Elan Naratama trauma dan meninggalkan kariernya yang cemerlang sebagai pemain sepakbola. Ia pun tak menggubris ajakan manajer tim PSIS Semarang yang memintanya mena...