Elan mencoba untuk yang ketiga kalinya. Ia menunggu, lalu menggeleng.
"Tetep nggak bisa," desisnya. "HP-nya Wening masih tetap mati. Aku udah ngebel dia sejak tadi pagi."
"Di-SMS juga nggak bisa?" Dimaz menukas dengan mimik muka gelisah.
"Nggak bisa. Failed terus. Nggak kekirim."
"Udah coba nelpon ke rumahnya?"
"Udah, tapi nggak ada yang ngangkat. Hari ini dia bener-bener ngilang."
"Lantas gimana ini!?" Dimaz mulai dramatis lagi! "Komitmen dia di mana? Kemaren sore katanya udah 100% sanggup, kenapa sekarang tau-tau lenyap gini? Padahal harusnya hari ini kan dia latihan, lalu besok udah bisa mulai syuting! Kalo sekarang jadinya kayak gini, apa ya kita harus nyari pemain baru lagi?"
"Aku tadi juga udah ngebel rumah budenya, tapi orang sana nggak tahu dia ke mana hari ini."
"Gimana dengan Jecy dan Aya? Mereka pasti tahu Wening ke mana."
"Mereka masih ada kuliah. Keluarnya mungkin setengah atau satu jam lagi. Barusan aku nelpon HP mereka, tapi lantas dimatiin."
"Udah, sekarang gini aja deh," Ipang lantas menengahi. "Daripada kamu pencilakan dan stres kayak gitu itu, mendingan kamu sama Yanuar cabut dulu ke rumahmu. Aku sama Elan biar nunggu Jecy dan Aya di sini. Ntar kita kasih kabar gimana hasilnya."
"Walah, pake sok menawarkan jasa segala. Padahal niatmu cuman pengin ketemu Jecy kan?" Elan menyahut iseng.
"Lho, kalopun iya, apa salahnya? Kan sambil menyelam, dua tiga pulau terlampaui! Sekali merengkuh dayung, minum air!"
Beberapa cewek yang lagi nongkrong di dekat situ dan nggak sengaja menguping obrolan mereka ketawa ngakak mendengar peribahasa campur aduk yang dipake Ipang.
"Ya udah, ya udah! Kalo gitu aku dan yang lainnya cabut sekarang," kata Dimaz kemudian, sama sekali nggak ikut ketawa. "Nanti kasih kabar terus ya?"
"Oke, pasti," Elan mengangguk.
Tetap dengan gayanya yang resah dan selalu cemas, Dimaz melangkah masuk lagi ke auditorium menemui yang lain-lainnya para kru film The Journey. Ipang memandangi kepergian Dimaz lekat-lekat sampai betul-betul ilang tak terlihat.
"Dimaz tu baru urusan kayak gini aja udah mBingungi setengah mati," ia mulai lagi menggunjing. "Ntar kalo nungguin isterinya melahirkan kira-kira bingungnya kayak apa ya? Bisa-bisa langsung masuk UGD. Dan dokter yang memeriksa pasti lantas ikut bingung karena menemukan penyakit baru: stroke gara-gara bingung sendiri!"
Mau nggak mau Elan terpaksa ketawa.
Mereka lantas duduk-duduk menunggu di telundakan teras auditorium, di tempat Elan biasa nongkrong sampai berjam-jam dengan Wening. Sementara menunggu kuliah Jecy dan Aya kelar, ia membuka ponselnya untuk mengecek pesan masuk di nomornya yang lama.
Sejak trauma sama bola dan sama Pak Nugi, ia emang terpaksa beli nomor perdana baru biar nggak ditelponi terus baik oleh Pak Nugi maupun teman-temannya di PSIS yang pengin ngajak dia balik lagi ke lapangan bola. Dan seperti yang udah ia duga, seluruh pesan masuk datangnya emang dari Pak Nugi yang tetep heboh mencarinya.
Setelah puas ngecek pesan masuk dan sebelum ntar tau-tau ada telepon dari markas PSIS, ia kembali mengisi ponselnya dengan nomor yang baru. Karena mendadak kangen, ia lantas iseng miskol Rain. Tapi ternyata ponsel anak itu pun juga lagi nggak aktif. Kenapa semua orang pengin bersembunyi hari ini?
"Kabarmu sendiri sama Wening gimana?" tanya Ipang kemudian. "Makin baik atau justru ancur lagi?"
"Biasa-biasa aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain Within
RomanceSebuah kesalahan fatal dalam sebuah pertandingan playoff yang sangat penting membuat Elan Naratama trauma dan meninggalkan kariernya yang cemerlang sebagai pemain sepakbola. Ia pun tak menggubris ajakan manajer tim PSIS Semarang yang memintanya mena...